Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta akan melanjutkan program pendataan “septic tank” pada tahun ini dengan sasaran Kelurahan Wirobrajan dan Pakuncen.
“Kegiatan serupa sudah kami lakukan tahun sebelumnya dengan sasaran Kelurahan Patangpuluhan sebagai ‘pilot project’. Tahun ini, kegiatan akan kami lanjutkan ke Kelurahan Wirobrajan dan Pakuncen,” kata Kepala Seksi Perumahan dan Permukiman Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kota Yogyakarta Cicilia Novi Hendrawati di Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia, dua kelurahan tersebut dijadikan sasaran lanjutan program pendataan “septic tank” karena masuk dalam kategori kawasan rawan sanitasi.
Pendataan akan dilakukan secara langsung dengan mendatangi rumah warga satu per satu dan melakukan wawancara serta pengecekan kondisi “septic tank” secara umum.
“Kami memang belum melakukan pengecekan dengan melihat secara langung spesifikasinya. Apakah sesuai dengan kebutuhan di rumah tersebut atau ada kebocoran. Kegiatan tersebut harus dilakukan dengan membongkar ‘septic tank’,” katanya.
Namun, lanjut dia, petugas pendata biasanya melakukan wawancara dengan pemilik rumah untuk mengetahui perawatan terhadap “septic tank” yang sudah dilakukan.
“Dari kegiatan pendataan yang kami lakukan di Kelurahan Patangpuluhan tahun lalu, ternyata masih banyak warga yang belum pernah menyedot atau menguras ‘septic tank’ yang ada di rumah mereka,” katanya.
Berdasarkan hasil pendataan tersebut, petugas kemudian meminta pemilik rumah untuk melakukan penyedotan “septic tank” agar tetap berfungsi optimal dan tidak berpotensi mengalami kebocoran.
Cicilia mengatakan, “septic tank” harus rutin disedot setidaknya tiga tahun sekali atau maksimal lima tahun sekali. “Banyak warga yang mengatakan belum pernah menguras ‘septic tank’ di rumah mereka dalam waktu lebih dari lima tahun. Kami khawatir, terjadi kebocoran dan pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan dari “septic tank” dimungkinkan terjadi saat sedimen di dalam “septic tank” sudah terlalu banyak sehingga limbah yang masuk tidak memiliki cukup waktu untuk mengendap. Akibatnya, limbah langsung mengalir ke lingkungan.
Hasil pendataan terhadap jumlah dan kondisi “septic tank” tersebut kemudian dimasukkan dalam sistem informasi manajemen pengelolaan air limbah domestik atau simpel saldo yang nantinya akan terintegrasi dengan data organisasi perangkat daerah lain bahkan hingga ke “smart city”.
Berdasarkan data tersebut, DPUPKP akan melaksanakan perawatan berkala terhadap “septic tank” melalui layanan lumpur tinja terjadwal (L2T2).
“Kegiatan serupa sudah kami lakukan tahun sebelumnya dengan sasaran Kelurahan Patangpuluhan sebagai ‘pilot project’. Tahun ini, kegiatan akan kami lanjutkan ke Kelurahan Wirobrajan dan Pakuncen,” kata Kepala Seksi Perumahan dan Permukiman Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kota Yogyakarta Cicilia Novi Hendrawati di Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia, dua kelurahan tersebut dijadikan sasaran lanjutan program pendataan “septic tank” karena masuk dalam kategori kawasan rawan sanitasi.
Pendataan akan dilakukan secara langsung dengan mendatangi rumah warga satu per satu dan melakukan wawancara serta pengecekan kondisi “septic tank” secara umum.
“Kami memang belum melakukan pengecekan dengan melihat secara langung spesifikasinya. Apakah sesuai dengan kebutuhan di rumah tersebut atau ada kebocoran. Kegiatan tersebut harus dilakukan dengan membongkar ‘septic tank’,” katanya.
Namun, lanjut dia, petugas pendata biasanya melakukan wawancara dengan pemilik rumah untuk mengetahui perawatan terhadap “septic tank” yang sudah dilakukan.
“Dari kegiatan pendataan yang kami lakukan di Kelurahan Patangpuluhan tahun lalu, ternyata masih banyak warga yang belum pernah menyedot atau menguras ‘septic tank’ yang ada di rumah mereka,” katanya.
Berdasarkan hasil pendataan tersebut, petugas kemudian meminta pemilik rumah untuk melakukan penyedotan “septic tank” agar tetap berfungsi optimal dan tidak berpotensi mengalami kebocoran.
Cicilia mengatakan, “septic tank” harus rutin disedot setidaknya tiga tahun sekali atau maksimal lima tahun sekali. “Banyak warga yang mengatakan belum pernah menguras ‘septic tank’ di rumah mereka dalam waktu lebih dari lima tahun. Kami khawatir, terjadi kebocoran dan pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan dari “septic tank” dimungkinkan terjadi saat sedimen di dalam “septic tank” sudah terlalu banyak sehingga limbah yang masuk tidak memiliki cukup waktu untuk mengendap. Akibatnya, limbah langsung mengalir ke lingkungan.
Hasil pendataan terhadap jumlah dan kondisi “septic tank” tersebut kemudian dimasukkan dalam sistem informasi manajemen pengelolaan air limbah domestik atau simpel saldo yang nantinya akan terintegrasi dengan data organisasi perangkat daerah lain bahkan hingga ke “smart city”.
Berdasarkan data tersebut, DPUPKP akan melaksanakan perawatan berkala terhadap “septic tank” melalui layanan lumpur tinja terjadwal (L2T2).