Sleman (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Daerah Istimewa Yogyakarta menengarai wilayah Yogyakarta selama ini menjadi tempat transit dalam perdagangan ilegal satwa dilindungi.
"Berdasarkan laporan yang masuk, satwa yang diamankan ada yang berasal dari luar daerah. DIY menjadi tempat transit untuk perdagangan satwa dilindungi. Ada satwa dari Papua. Ada juga laporan, burung jenis parrot atau Paruh Bengkok, itu masih ditemui," kata Kepala BKSDA Daerah Istimewa Yogyakarta Muhammad Wahyudi di Sleman, Selasa.
Selama tahun ini, menurut dia, balai konservasi mencatat 35 laporan terkait satwa dilindungi, yang mencakup laporan penyitaan satwa dan penyerahan satwa dilindungi.
Menurut staf Bagian Perlindungan BKSDA Daerah Istimewa Yogyakarta Nefertiti, balai konservasi tahun ini antara lain menyita burung cenderawasih, burung mambruk, burung merak hijau, kanguru tanah, dan kasuari.
Ia menambahkan, satu dari kasus perdagangan satwa dilindungi tahun ini berkasnya sudah diserahkan ke kepolisian.
Jumlah laporan kasus satwa dilindungi tahun ini, menurut dia, tidak jauh berbeda dengan tahun 2018, ketika BKSDA mencatat 34 laporan terkait penyitaan maupun penyerahan satwa dilindungi.
Pada 2018, ia melanjutkan, ada enam penyitaan satwa dilindungi seperti buaya muara, kakatua seram, buaya siam, dan kakatua jambul kuning yang kasusnya diproses secara hukum.
Wahyudi mengatakan bahwa BKSDA bekerja sama dengan kepolisian dalam menindak pelaku perdagangan satwa dilindungi.
Ia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya tegas melarang perdagangan satwa dilindungi.
"Bahkan, bagian-bagian tertentu dari satwa pun tidak boleh diperdagangkan, seperti ekor, gigi, taring, atau bagian tubuh satwa lainnya," katanya.
BKSDA, Wahyudi menjelaskan, juga berusaha meningkatkan upaya edukasi kepada masyarakat guna mencegah perdagangan satwa dilindungi.
Balai konservasi mengimbau warga yang memelihara atau menemukan satwa dilindungi segera menyerahkannya ke balai konservasi.
"Perlu kerja sama semuanya, bukan hanya tugas BKSDA, tapi semuanya, masyarakat harus peduli," kata Wahyudi.
Sebagian warga, menurut dia, sudah secara sukarela menyerahkan atau melaporkan keberadaan satwa dilindungi ke balai konservasi.
Satwa liar dilindungi yang disita oleh BKSDA atau diserahkan ke BKSDA oleh warga akan direhabilitasi untuk kemudian dilepasliarkan ke alam bebas.
"Kalau layak dilepasliarkan kita lepas liarkan lagi, karena semua satwa dilindungi itu harusnya di alam. Kalau tidak layak dilepasliarkan, kita pelihara," katanya.
"Berdasarkan laporan yang masuk, satwa yang diamankan ada yang berasal dari luar daerah. DIY menjadi tempat transit untuk perdagangan satwa dilindungi. Ada satwa dari Papua. Ada juga laporan, burung jenis parrot atau Paruh Bengkok, itu masih ditemui," kata Kepala BKSDA Daerah Istimewa Yogyakarta Muhammad Wahyudi di Sleman, Selasa.
Selama tahun ini, menurut dia, balai konservasi mencatat 35 laporan terkait satwa dilindungi, yang mencakup laporan penyitaan satwa dan penyerahan satwa dilindungi.
Menurut staf Bagian Perlindungan BKSDA Daerah Istimewa Yogyakarta Nefertiti, balai konservasi tahun ini antara lain menyita burung cenderawasih, burung mambruk, burung merak hijau, kanguru tanah, dan kasuari.
Ia menambahkan, satu dari kasus perdagangan satwa dilindungi tahun ini berkasnya sudah diserahkan ke kepolisian.
Jumlah laporan kasus satwa dilindungi tahun ini, menurut dia, tidak jauh berbeda dengan tahun 2018, ketika BKSDA mencatat 34 laporan terkait penyitaan maupun penyerahan satwa dilindungi.
Pada 2018, ia melanjutkan, ada enam penyitaan satwa dilindungi seperti buaya muara, kakatua seram, buaya siam, dan kakatua jambul kuning yang kasusnya diproses secara hukum.
Wahyudi mengatakan bahwa BKSDA bekerja sama dengan kepolisian dalam menindak pelaku perdagangan satwa dilindungi.
Ia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya tegas melarang perdagangan satwa dilindungi.
"Bahkan, bagian-bagian tertentu dari satwa pun tidak boleh diperdagangkan, seperti ekor, gigi, taring, atau bagian tubuh satwa lainnya," katanya.
BKSDA, Wahyudi menjelaskan, juga berusaha meningkatkan upaya edukasi kepada masyarakat guna mencegah perdagangan satwa dilindungi.
Balai konservasi mengimbau warga yang memelihara atau menemukan satwa dilindungi segera menyerahkannya ke balai konservasi.
"Perlu kerja sama semuanya, bukan hanya tugas BKSDA, tapi semuanya, masyarakat harus peduli," kata Wahyudi.
Sebagian warga, menurut dia, sudah secara sukarela menyerahkan atau melaporkan keberadaan satwa dilindungi ke balai konservasi.
Satwa liar dilindungi yang disita oleh BKSDA atau diserahkan ke BKSDA oleh warga akan direhabilitasi untuk kemudian dilepasliarkan ke alam bebas.
"Kalau layak dilepasliarkan kita lepas liarkan lagi, karena semua satwa dilindungi itu harusnya di alam. Kalau tidak layak dilepasliarkan, kita pelihara," katanya.