Jakarta (ANTARA) - Berdasarkan observasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada Kamis, merupakan skala kecil dan tidak perlu dikhawatirkan.

Data yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis, Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pagi ini, tepatnya pukul 05.16 WIB kembali mengalami erupsi. Pos Pengamatan Gunung Merapi mengamati tinggi kolom abu lebih kurang 2.000 meter di atas puncak.

Kolom abu teramati berwarna kelabu disertai angin dengan intensitas tebal condong ke arah Barat Laut. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 77 mm dan durasi sekitar 150 detik.

Berdasarkan observasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM, erupsi kali ini merupakan kelanjutan aktivitas intrusi magma menuju permukaan. "Ini yang fase ke 7 dari kronologi aktivitas erupsi G. Merapi sejak 2018 hingga 2020. Aktivitas erupsi masih skala kecil. Ini wajar terjadi," kata Kepala PVMBG Kasbani.



Mengantisipasi kejadian erupsi, PVMBG mengimbau agar masyarakat di sekitar Gunung Merapi dan pendaki/pengunjung/wisatawan agar tidak berada, tidak melakukan pendakian, dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya.

"Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan G. Merapi yang paling aktual/terbaru," ujar Kasbani.

Akibat letusan tersebut, daerah sekitar Gunung Merapi dalam radius 10 kilo meter (km) terutama di sektor Selatan seperti wilayah Desa Hargobinangun, Glagaharjo, dan Kepuharjo terjadi hujan abu. Agar tidak mengganggu penerbangan di sekitar wilayah tadi, maka VONA (Volcano Observatory Notice for Aviation) diterbitkan dengan kode warna Orange.

Saat ini, tingkat aktivitas Gunung Merapi masih berada pada Level II (WASPADA) sejak 21 Mei 2018 dengan Zona Perkiraan Bahaya berada dalam radius 3 kilometer dari puncak gunung.

PVMBG juga merekomendasikan agar masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di sekitar aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Merapi agar mewaspadai potensi ancaman bahaya sekunder berupa berupa lontaran material vulkanik dan awan panas dengan jangkauan kurang 3 KM yang bersumber dari bongkaran material kubah lava.

"Letusan semacam ini mungkin saja masih terus terjadi sebagai indikasi bahwa suplai magma dari dapur magma masih berlangsung," jelas Kasbani.

Sebagai informasi, pada September - November 2019 terjadi letusan eksplosif pada Gunung Merapi sebanyak 4 kali yang diiringi aktivitas kegempaan vulkanik dalam (>1,5 km).

Peningkatan aktivitas erupsi dan kegempaan vulkanik kembali terjadi pada pertengahan Desember 2019 sampai dengan pertengahan bulan Januari 2020, kemudian diikuti peningkatan aktivitas di permukaan seperti gempa guguran/rock-fall (RF), hembusan/degassing (DG, low-frequency LF, multi-phase (MP), dan vulkano-tektonik dangkal (VTB)).
 

Pewarta : Afut Syafril Nursyirwan
Editor : Sutarmi
Copyright © ANTARA 2024