Yogyakarta (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menargetkan mengoperasikan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Modalan pada November 2024 ini setelah sarana itu resmi diserahkan Kementerian PUPR akhir Oktober lalu.
Operasionalisasi TPST yang dibangun dengan dana Rp17 miliar dari APBN itu menggunakan teknologi insinerator atau incinerator dengan kapasitas 50 ton per hari yang diproyeksikan dapat menjadi solusi pengelolaan sampah di Kabupaten Bantul.
TPST ini dirancang untuk menangani sampah organik dan non-organik dari 27.000 rumah tangga di wilayah Bantul.
"Sebelum TPST dioperasikan peralatan itu sedang diuji fungsinya," ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bantul Bambang Purwadi Nugroho belum lama ini.
Piilihan pemda di DIY memakai incinerator ini pun dipandang sebagai langkah cepat dan tepat dalam mengurai darurat sampah yang semakin tak terkendali.
Ir Prabowo, selaku perancang Dodika Incinerator, alat yang digunakan Pemkab Bantul tersebut, menuturkan kelebihan Incinerator Dodika ini karena teknologi tersebut mampu dan bisa membakar karakter sampah yang campur aduk maupun yang mengandung air 70-80 persen sekaligus.
Insinyiur lulusan Universitas Indonesia, sekaligus orang Indonesia pertama yang merancang incinerator ini bahkan berani menggaransi bahwa mesin ciptannya didesain sanggup beroperasi 24 jam nonstop.
"Keunggulan dari incinerator ini karena mampu membakar 24 jam nonstop, ini sudah terbukti berhasil ketika diterapkan di Mengwi Kabupaten Badung, Bali," kata Ir Prabowo ditemui di Yogyakarta, Selasa.
Tidak hanya mampu membakar sampah berbagai jenis, Ir Prabowo mengatakan teknologi besutannya juga menyiapkan teknisi khusus yang selalu siaga di lokasi untuk mengatasi bilamana ada persoalan teknis maupun kebutuhan pergantian part.
Keunggulan incinerator ini, kata Ir Prabowo, karena menggaransi penuh kinerjanya selama 1 tahun untuk semua part mesin.
Ir Prabowo menuturkan, mesin pembakar sampah miliknya mampu membakar semua jenis, meski awalnya hanya dirancang untuk sampah yang telah dipilah.
"Mesin Dodika Incinerator diciptakan untuk skala TPST yang dimana sampah harus dipilah karena masih ada nilai ekonomisnya, baik plastik kaleng apapun," ujar dia.
Sedangkan untuk sampah jenis kompos, magot dan lain yang sudah tidak ada nilai jual atau tidak bisa diolah, baru masuk ke incinerator dan tidak perlu lagi dikirim ke tempat pembuangan akhir (TPA).
"Jadi bisa segera tuntas masalah sampahnya, hanya hasil residu abu yang akan dikirim ke TPA," katanya.
Jika abu residu sampah itu tidak akan digunakan kembali, Ir Prabowo menyarankan sebaiknya digunakan untuk bahan campuran paving block atau penggempur tanah taman hias.
"Incinerator Dodika ini bisa menjadi garda terdepan menangani darurat sampah, sampah bisa langsung dibakar habis ketika sudah semakin menumpuk dan tidak perlu dipilah lagi," kata dia.
Sementara itu, Karina Prabowo selaku Direktur Utama PT. Dodika Prabsco Resik Abadi memastikan bahwa incinerator mereka sanggup mereduksi sampah sampai 95 persen.
Karena keunggulan inilah yang mendorong banyak pemerintah daerah di tanah air memilih Dodika Incinerator sebagai solusi cepat dalam penanganan permasalahan sampah.
"Ya sangat bisa sekali mereduksi sampah karena tujuan utama dari incinerator ini untuk mereduksi sampah secara cepat dan drastis. Sampah akan direduksi 95 persen tersisa abu 5 persen. Karena keunggulan ini, banyak pemda yang sudah memilih dan memakai mesin buatan kami," kata dia.