Sleman (ANTARA) - Wakil Bupati Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Muslimatun, kembali mengingatkan masyarakat agar selalu waspada terkait aktivitas Gunung Merapi yang berpotensi menimbulkan jatuhnya korban dan berharap masyarakat memiliki literasi kebencanaan agar bisa menekan, bahkan menghindari risiko jatuhnya korban jika terjadi bencana erupsi.
"Bencana tidak bisa dihindari, tapi jatuhnya korban jiwa bisa dikurangi bahkan dihindari," kata Sri Muslimatun saat pengukuhan SMPN 2 Pakem sebagai Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB), Senin.
Menurut dia, ada dua implikasi ancaman terkait kondisi Merapi saat ini, yakni ancaman jangka pendek dan ancaman jangka panjang.
"Ancaman jangka pendek, apabila kubah lava tumbuh hingga mencapai volume kritis, kemudian longsor membentuk awan panas," katanya.
Ia mengatakan untuk mengantisipasinya, salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi kepada warga di wilayah paling rentan terkait kondisi terkini Gunung Merapi dan simulasi peringatan dini.
"Adapun mitigasi jangka panjang dapat dilakukan dengan menegakkan peraturan terkait tata ruang wilayah berbasis mitigasi bencana sebagaimana telah diamanatkan oleh undang-undang," katanya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Joko Supriyanto mengatakan hingga saat ini pihaknya telah mengukuhkan 72 SPAB di seluruh Kabupaten Sleman.
Diharapkan dengan pembentukan SPAB ini, warga sekolah memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk melakukan mitigasi bencana jika dibutuhkan sewaktu-waktu.
"Karena ada tujuh macam ancaman bencana yang ada di Kabupaten Sleman. Maka kita harus mempunyai kemampuan mitigasi bencana," katanya.
Menurut dia, hingga Januari 2020 di Kabupaten Sleman telah terjadi 10 kejadian angin kencang dan delapan kejadian tanah longsor.
"Adapun kerugian yang ditimbulkan akibat angin kencang sebesar Rp42,1 juta, sedangkan tanah longsor telah menyebabkan kerugian sebesar Rp230 juta ditambah dengan tujuh orang mengungsi," katanya.*
"Bencana tidak bisa dihindari, tapi jatuhnya korban jiwa bisa dikurangi bahkan dihindari," kata Sri Muslimatun saat pengukuhan SMPN 2 Pakem sebagai Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB), Senin.
Menurut dia, ada dua implikasi ancaman terkait kondisi Merapi saat ini, yakni ancaman jangka pendek dan ancaman jangka panjang.
"Ancaman jangka pendek, apabila kubah lava tumbuh hingga mencapai volume kritis, kemudian longsor membentuk awan panas," katanya.
Ia mengatakan untuk mengantisipasinya, salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi kepada warga di wilayah paling rentan terkait kondisi terkini Gunung Merapi dan simulasi peringatan dini.
"Adapun mitigasi jangka panjang dapat dilakukan dengan menegakkan peraturan terkait tata ruang wilayah berbasis mitigasi bencana sebagaimana telah diamanatkan oleh undang-undang," katanya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Joko Supriyanto mengatakan hingga saat ini pihaknya telah mengukuhkan 72 SPAB di seluruh Kabupaten Sleman.
Diharapkan dengan pembentukan SPAB ini, warga sekolah memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk melakukan mitigasi bencana jika dibutuhkan sewaktu-waktu.
"Karena ada tujuh macam ancaman bencana yang ada di Kabupaten Sleman. Maka kita harus mempunyai kemampuan mitigasi bencana," katanya.
Menurut dia, hingga Januari 2020 di Kabupaten Sleman telah terjadi 10 kejadian angin kencang dan delapan kejadian tanah longsor.
"Adapun kerugian yang ditimbulkan akibat angin kencang sebesar Rp42,1 juta, sedangkan tanah longsor telah menyebabkan kerugian sebesar Rp230 juta ditambah dengan tujuh orang mengungsi," katanya.*