Jakarta (ANTARA) - Perum Produksi Film Negara (PFN) menggandeng pusat kebudayaan Jerman Goethe-Institute Jakarta menggelar Bioskop Rakyat yang memutar film-film Indonesia yang berkualitas.
“Bioskop Rakyat lahir dari keprihatinan kita karena minimnya kantong-kantong distribusi yang tersedia pada saat film itu sudah selesai tayang di 21, atau bahkan film itu belum sempat tayang dan bertemu dengan audiens-nya,” ujar Kepala Divisi Produksi Film Layar Lebar Perum PFN, Erwin Arnada, dalam temu media di Jakarta, Jumat.
“Kita coba membuka kesempatan itu agar semua film terutama yang sesuai dengan karakter PFN kita didistribusikan melalui Bioskop Rakyat,” lanjut Erwin.
Baca juga: Film "Mulan" peroleh peringkat PG-13
Bioskop Rakyat digelar di kompleks studio perkantoran Perum PFN, Jakarta Timur, pada Jumat, Sabtu, Minggu pekan ini dan pekan depan, sekaligus memperingati Hari Pers Nasional yang jatuh bulan ini.
Sejumlah film yang akan tayang pada Bioskop Rakyat antara lain “Kereta Api Terakhir,” “Rumah di Seribu Ombak,” “Kompilasi Petualangan Si Unyil,” “Si Pintjang” dan “Kuambil Lagi Hatiku.”
Erwin mengatakan Bioskop Rakyat yang digelar kali ini merupakan inisiasi atau percontohan untuk lahirnya Bioskop Rakyat lainnya di berbagai daerah.
“Kita terbuka untuk bekerjasama mengembangkan Bioskop Rakyat sehingga penonton daerah yang belum kesempatan menonton film karena tidak ada bioskop atau tidak punya keberuntungan membeli tiket kita bisa berikan solusi dengan Bioskop Rakyat,” kata Erwin.
"The Last Ideal Paradise"
Dalam gelaran Bioskop Rakyat, Perum PFN menggandeng Goethe-Institut untuk menghadirkan pagelaran “The Last Ideal Paradise” oleh seniman Claudia Bosse.
“The Last Ideal Paradise” merupakan karya lintas disiplin pada titik singgung performa dan seni visual di latar terbuka. Instalasi dan performa berdurasi 2,5 jam itu memuat materi yang menyoroti pergolakan sosial dan arsip etnografis.
“Karya-karya Claudia Bosse merupakan kolaborasi dengan seniman dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Denpasar dan Lampung untuk menghadirkan karya spesifik-lokasi mengenai terorisme, teritori, serta ketidaksadaran kultural dan politik,” ujar Direktur Budaya Goethe-Institut, Anna Maria Strauss.
Baca juga: Novel "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" diangkat ke layar lebar
Adaptasi khusus Jakarta dari karya “The Last Ideal Paradise” lahir melalui proses riset, wawancara dan perjumpaan oleh Claudia Bosse yang berlangsung di Jakarta pada 2018 dan 2019.
Karya tersebut kemudian direalisasikan dalam kolaborasi dengan ansambel multilingual penari, aktris, penampil dan orang awam dari berbagai generasi berbeda.
“The Last Ideal Paradise” versi Jakarta dipersembahkan oleh Goethe-Institut Indonesien bekerja sama dengan PFN dan didukung Kementerian Luar Negeri Jerman serta Kedutaan Besar Austria di Jakarta.
“Tugas PFN membangun manusia seutuhnya, tidak mungkin Perum PFN bekerja sendiri butuh peran penting bergandengan dengan banyak pihak,” ujar Direktur Utama Perum PFN Judith J. Dipodiputro.
“Bioskop Rakyat lahir dari keprihatinan kita karena minimnya kantong-kantong distribusi yang tersedia pada saat film itu sudah selesai tayang di 21, atau bahkan film itu belum sempat tayang dan bertemu dengan audiens-nya,” ujar Kepala Divisi Produksi Film Layar Lebar Perum PFN, Erwin Arnada, dalam temu media di Jakarta, Jumat.
“Kita coba membuka kesempatan itu agar semua film terutama yang sesuai dengan karakter PFN kita didistribusikan melalui Bioskop Rakyat,” lanjut Erwin.
Baca juga: Film "Mulan" peroleh peringkat PG-13
Bioskop Rakyat digelar di kompleks studio perkantoran Perum PFN, Jakarta Timur, pada Jumat, Sabtu, Minggu pekan ini dan pekan depan, sekaligus memperingati Hari Pers Nasional yang jatuh bulan ini.
Sejumlah film yang akan tayang pada Bioskop Rakyat antara lain “Kereta Api Terakhir,” “Rumah di Seribu Ombak,” “Kompilasi Petualangan Si Unyil,” “Si Pintjang” dan “Kuambil Lagi Hatiku.”
Erwin mengatakan Bioskop Rakyat yang digelar kali ini merupakan inisiasi atau percontohan untuk lahirnya Bioskop Rakyat lainnya di berbagai daerah.
“Kita terbuka untuk bekerjasama mengembangkan Bioskop Rakyat sehingga penonton daerah yang belum kesempatan menonton film karena tidak ada bioskop atau tidak punya keberuntungan membeli tiket kita bisa berikan solusi dengan Bioskop Rakyat,” kata Erwin.
"The Last Ideal Paradise"
Dalam gelaran Bioskop Rakyat, Perum PFN menggandeng Goethe-Institut untuk menghadirkan pagelaran “The Last Ideal Paradise” oleh seniman Claudia Bosse.
“The Last Ideal Paradise” merupakan karya lintas disiplin pada titik singgung performa dan seni visual di latar terbuka. Instalasi dan performa berdurasi 2,5 jam itu memuat materi yang menyoroti pergolakan sosial dan arsip etnografis.
“Karya-karya Claudia Bosse merupakan kolaborasi dengan seniman dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Denpasar dan Lampung untuk menghadirkan karya spesifik-lokasi mengenai terorisme, teritori, serta ketidaksadaran kultural dan politik,” ujar Direktur Budaya Goethe-Institut, Anna Maria Strauss.
Baca juga: Novel "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" diangkat ke layar lebar
Adaptasi khusus Jakarta dari karya “The Last Ideal Paradise” lahir melalui proses riset, wawancara dan perjumpaan oleh Claudia Bosse yang berlangsung di Jakarta pada 2018 dan 2019.
Karya tersebut kemudian direalisasikan dalam kolaborasi dengan ansambel multilingual penari, aktris, penampil dan orang awam dari berbagai generasi berbeda.
“The Last Ideal Paradise” versi Jakarta dipersembahkan oleh Goethe-Institut Indonesien bekerja sama dengan PFN dan didukung Kementerian Luar Negeri Jerman serta Kedutaan Besar Austria di Jakarta.
“Tugas PFN membangun manusia seutuhnya, tidak mungkin Perum PFN bekerja sendiri butuh peran penting bergandengan dengan banyak pihak,” ujar Direktur Utama Perum PFN Judith J. Dipodiputro.