Jakarta (ANTARA) - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap peta online palsu penyebaran virus corona atau COVID-19, yang ternyata justru berisi malware.
"Ketika seorang ingin melihat peta persebaran terkait coronavirus, harus berhati-hati dan memastikan keaslian link tersebut milik John Hopkins University. Karena jika salah dalam mengunjungi suatu link dapat berpotensi perangkat yang digunakan terkena malware AZORuIt," ujar juru bicara BSSN Anton Setiyawan saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.
John Hopkins University membuat dasbor peta persebaran coronavirus yang kini menjadi rujukan masyarakat di dunia.
Namun peretas mencoba mengambil keuntungan dengan membuat versi palsu yang menyerupai peta tersebut dan menyisipkan malware yang salah satunya berjenis AZORuIt.
Anton menjelaskan bahwa AZORult Malware memang dikenal sebagai agen pencuri informasi history browser, cookies, ID/password banking, kartu kredit bahkan hingga cryptocurrency.
Teknik yang digunakan oleh pelaku kejahatan siber untuk menyebarkan AZORult adalah melalui spam e-mail berkedok invoice palsu, dokumen pemesanan produk atau dokumen tagihan pembayaran palsu.
Jika korban mengunduh dan/atau membuka dokumen tersebut secara tidak sadar pengguna mengaktifkan malware untuk menginfeksi komputer dan jaringan serta menghubungkannya ke server penyerang untuk menerima dan mengirim informasi.
"Semua data yang dimiliki oleh komputer yang terinfeksi bisa dengan mudah diambil oleh penyerang. Hal tersebut jelas berbahaya apabila komputer/perangkat yang terinfeksi memiliki data-data yang penting," kata Anton.
Peneliti dari Center for System Science and Engineering (CSSE), John Hopkins University, Amerika Serikat, membuat peta online yang diperbarui secara real-time untuk memantau perkembangan terkahir dari penyebaran virus corona sejak akhir Januari.
Untuk membantu memantau penyebaran wabah virus tersebut, Lauren Gardner, profesor teknik sipil dari CSSE, membuat peta yang sederhana dengan statistik, dengan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan lembaga/organisasi lainnya yang resmi dan terpercaya.
"Ketika seorang ingin melihat peta persebaran terkait coronavirus, harus berhati-hati dan memastikan keaslian link tersebut milik John Hopkins University. Karena jika salah dalam mengunjungi suatu link dapat berpotensi perangkat yang digunakan terkena malware AZORuIt," ujar juru bicara BSSN Anton Setiyawan saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.
John Hopkins University membuat dasbor peta persebaran coronavirus yang kini menjadi rujukan masyarakat di dunia.
Namun peretas mencoba mengambil keuntungan dengan membuat versi palsu yang menyerupai peta tersebut dan menyisipkan malware yang salah satunya berjenis AZORuIt.
Anton menjelaskan bahwa AZORult Malware memang dikenal sebagai agen pencuri informasi history browser, cookies, ID/password banking, kartu kredit bahkan hingga cryptocurrency.
Teknik yang digunakan oleh pelaku kejahatan siber untuk menyebarkan AZORult adalah melalui spam e-mail berkedok invoice palsu, dokumen pemesanan produk atau dokumen tagihan pembayaran palsu.
Jika korban mengunduh dan/atau membuka dokumen tersebut secara tidak sadar pengguna mengaktifkan malware untuk menginfeksi komputer dan jaringan serta menghubungkannya ke server penyerang untuk menerima dan mengirim informasi.
"Semua data yang dimiliki oleh komputer yang terinfeksi bisa dengan mudah diambil oleh penyerang. Hal tersebut jelas berbahaya apabila komputer/perangkat yang terinfeksi memiliki data-data yang penting," kata Anton.
Peneliti dari Center for System Science and Engineering (CSSE), John Hopkins University, Amerika Serikat, membuat peta online yang diperbarui secara real-time untuk memantau perkembangan terkahir dari penyebaran virus corona sejak akhir Januari.
Untuk membantu memantau penyebaran wabah virus tersebut, Lauren Gardner, profesor teknik sipil dari CSSE, membuat peta yang sederhana dengan statistik, dengan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan lembaga/organisasi lainnya yang resmi dan terpercaya.