Jakarta (ANTARA) - Susi Pudjiastuti, Pemilik penerbangan perintis Susi Air, mengatakan bahwa pesawat miliknya tak melakukan penerbangan selama dua bulan selama pandemi COVID-19 terjadi di Indonesia.
Padahal pada situasi normal, Susi Air akan didenda oleh pemerintah sesuai kontrak, apabila tidak melakukan penerbangan.
"Susi Air dua bulan itu nol penerbangannya. Tidak ada pemasukan sama sekali. Ada pernerbangan ke Jakarta cuma untuk urusan logistik saja," kata Susi saat bincang-bincang secara vistual bertajuk 'Pelaku Ekonomi Tundukkan Pandemi', Jumat.
Sementara itu, Susi mengeluh bahwa di saat bersamaan, ia tetap harus membayar kewajiban-kewajiban untuk mendukung usahanya, padahal tidak ada pemasukan sama sekali selama dua bulan.
"Sedangkan, belum ada ketetapan dari pemerintah untuk misalnya bayar BPKB dan STNK pesawat, surat-surat pilot, semua tetap harus kita urus. Seperti ada security clearence itu harus bayar Rp8 juta. Jadi, pembayaran jalan terus," ujar Susi.
Susi mengakui, situasi saat ini adalah masa tersulit dalam perjalanan bisnisnya, sehingga ia tidak menampik adanya potensi kebangkrutan dalam berbagai usaha, termasuk usaha yang ia rintis.
"Apapun strateginya, ini belum tentu membuat apapun lebih baik. Sudah banyak yang melakukan PHK, merumahkan karyawan. Kalau tidak bisa ya harus shut down. Atau menyetakan pailit," ungkap Susi.
Untuk itu, Susi berharap agar pemerintah membuat panduan yang jelas tentang situasi normal baru untuk mendukung para pelaku usaha.
"Misalnya, membebaskan kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). We are not running," tukas Susi.
Padahal pada situasi normal, Susi Air akan didenda oleh pemerintah sesuai kontrak, apabila tidak melakukan penerbangan.
"Susi Air dua bulan itu nol penerbangannya. Tidak ada pemasukan sama sekali. Ada pernerbangan ke Jakarta cuma untuk urusan logistik saja," kata Susi saat bincang-bincang secara vistual bertajuk 'Pelaku Ekonomi Tundukkan Pandemi', Jumat.
Sementara itu, Susi mengeluh bahwa di saat bersamaan, ia tetap harus membayar kewajiban-kewajiban untuk mendukung usahanya, padahal tidak ada pemasukan sama sekali selama dua bulan.
"Sedangkan, belum ada ketetapan dari pemerintah untuk misalnya bayar BPKB dan STNK pesawat, surat-surat pilot, semua tetap harus kita urus. Seperti ada security clearence itu harus bayar Rp8 juta. Jadi, pembayaran jalan terus," ujar Susi.
Susi mengakui, situasi saat ini adalah masa tersulit dalam perjalanan bisnisnya, sehingga ia tidak menampik adanya potensi kebangkrutan dalam berbagai usaha, termasuk usaha yang ia rintis.
"Apapun strateginya, ini belum tentu membuat apapun lebih baik. Sudah banyak yang melakukan PHK, merumahkan karyawan. Kalau tidak bisa ya harus shut down. Atau menyetakan pailit," ungkap Susi.
Untuk itu, Susi berharap agar pemerintah membuat panduan yang jelas tentang situasi normal baru untuk mendukung para pelaku usaha.
"Misalnya, membebaskan kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). We are not running," tukas Susi.