Bantul (ANTARA) - Omzet pengusaha dan agen elpiji nonsubsidi ukuran 5,5 kilogram maupun 12 kilogram di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengalami penurunan hingga 40 persen selama pandemi COVID-19.
"Untuk elpiji nonsubsidi terutama ketika ada pandemi itu kami mengalami penurunan omzet hingga 40 persen, karena industri pariwisata, restoran dan lain sebagainya mengalami pukulan telak," kata koordinator agen elpiji Bantul Roni Hendro Wibowo di Yogyakarta, Kamis.
Penurunan omzet pengusaha dan agen elpiji itu karena penjualan barang kebutuhan pokok terhadap sektor usaha yang menggunakan barang nonsubsidi itu seperti industri restoran, hotel menurun drastis, karena masyarakat lebih banyak di rumah, kondisi ini juga dialami semua agen di DIY.
"Karena industri pariwisata, hotel, restoran dan lain sebagainya itu terpukul, maka omsetnya menurun, karena tamunya sedikit, bahkan ada yang tutup, sehingga mempengaruhi kondisi penjualan elpiji yang nonsubsidi," katanya.
Dia mengasumsikan jika sebelum pandemi COVID-19 melanda pendapatan agen dari hasil penjualan per hari bisa mencapai Rp10 juta, namun selama pandemi rata-rata sebesar Rp6 juta, penurunan omzet tersebut hampir terjadi selama pandemi, meski mengalami kenaikan, namun belum seperti semula.
"Kalau dari nominal tergantung, misalnya sehari bisa omzet Rp10 juta, kami cuma bisa Rp6 juta, itupun untuk membayar operasional saja terkadang tambal sulam, karena sudah sama-sama kena dampaknya," katanya.
Dia mengatakan selama pandemi COVID-19 hingga saat ini memang industri pariwisata yang memiliki efek domino pada beberapa sektor mulai menggeliat dan berdampak pada meningkatnya penjualan elpiji, namun karena ada kebijakan Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), dampaknya kembali dirasakan.
"Pokoknya ketika wisata dan industri mulai bergeliat otomatis yang nonsubsidi elpiji bergeliat, namun sampai sekarang masih berasa (dampaknya), apalagi adanya PPKM itu memengaruhi sekali ketika jam 20.00 WIB harus sudah tutup, terus di rumah saja, padahal restoran ramainya jam malam," katanya.
Meski demikian, kata dia, kondisi ini harus dijalani dan didukung bersama karena harus mengikuti anjuran pemerintah dalam pengendalian penyebaran COVID-19, sebab bagaimanapun juga keselamatan nyawa sangat penting.
"Selama PPKM juga masih terasa, jadi awal pandemi turun sekitar 40 persen, kemudian ada kenaikan karena aktifitas kembali menggeliat dengan adaptasi kebiasaan baru, ada PPKM turun lagi, mulai naik tapi masih sedikit, sekitar 30 persen," katanya.
"Untuk elpiji nonsubsidi terutama ketika ada pandemi itu kami mengalami penurunan omzet hingga 40 persen, karena industri pariwisata, restoran dan lain sebagainya mengalami pukulan telak," kata koordinator agen elpiji Bantul Roni Hendro Wibowo di Yogyakarta, Kamis.
Penurunan omzet pengusaha dan agen elpiji itu karena penjualan barang kebutuhan pokok terhadap sektor usaha yang menggunakan barang nonsubsidi itu seperti industri restoran, hotel menurun drastis, karena masyarakat lebih banyak di rumah, kondisi ini juga dialami semua agen di DIY.
"Karena industri pariwisata, hotel, restoran dan lain sebagainya itu terpukul, maka omsetnya menurun, karena tamunya sedikit, bahkan ada yang tutup, sehingga mempengaruhi kondisi penjualan elpiji yang nonsubsidi," katanya.
Dia mengasumsikan jika sebelum pandemi COVID-19 melanda pendapatan agen dari hasil penjualan per hari bisa mencapai Rp10 juta, namun selama pandemi rata-rata sebesar Rp6 juta, penurunan omzet tersebut hampir terjadi selama pandemi, meski mengalami kenaikan, namun belum seperti semula.
"Kalau dari nominal tergantung, misalnya sehari bisa omzet Rp10 juta, kami cuma bisa Rp6 juta, itupun untuk membayar operasional saja terkadang tambal sulam, karena sudah sama-sama kena dampaknya," katanya.
Dia mengatakan selama pandemi COVID-19 hingga saat ini memang industri pariwisata yang memiliki efek domino pada beberapa sektor mulai menggeliat dan berdampak pada meningkatnya penjualan elpiji, namun karena ada kebijakan Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), dampaknya kembali dirasakan.
"Pokoknya ketika wisata dan industri mulai bergeliat otomatis yang nonsubsidi elpiji bergeliat, namun sampai sekarang masih berasa (dampaknya), apalagi adanya PPKM itu memengaruhi sekali ketika jam 20.00 WIB harus sudah tutup, terus di rumah saja, padahal restoran ramainya jam malam," katanya.
Meski demikian, kata dia, kondisi ini harus dijalani dan didukung bersama karena harus mengikuti anjuran pemerintah dalam pengendalian penyebaran COVID-19, sebab bagaimanapun juga keselamatan nyawa sangat penting.
"Selama PPKM juga masih terasa, jadi awal pandemi turun sekitar 40 persen, kemudian ada kenaikan karena aktifitas kembali menggeliat dengan adaptasi kebiasaan baru, ada PPKM turun lagi, mulai naik tapi masih sedikit, sekitar 30 persen," katanya.