Yogyakarta (ANTARA) - Gerakan Semangat Gotong Royong Agawe Majune Ngayogyakarta atau Segara Amarta akan menjadi senjata yang dimanfaatkan Kota Yogyakarta memerangi atau menangkal penyebaran informasi bohong (hoaks) di tengah masyarakat.
“Penyebaran informasi bohong atau berita-berita hoaks ini sangat mudah terjadi di zaman sekarang saat hampir semua orang memiliki telepon pintar dan terhubung dengan media sosial,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi saat Seminar Perangi Hoaks dari Gawaimu di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, semangat gotong royong yang menjadi nilai-nilai kearifan lokal di masyarakat dinilai ampuh memerangi dan menangkal penyebarluasan informasi bohong karena masyarakat akan saling melindungi dan memberikan pemahaman apabila ada informasi yang tidak benar.
“Ada masyarakat lain yang menjadi tempat bertanya untuk memastikan, untuk klarifikasi apakah informasi yang beredar itu benar atau tidak. Ada ‘sapa aruh’ yang menjadi menjadi inti gotong royong,” katanya.
Heroe menambahkan seiring dengan semakin derasnya arus informasi khususnya pada masa pandemi saat banyak masyarakat terhubung secara daring, maka perlu diimbangi dengan mengintensifkan literasi digital dan siber kepada masyarakat.
“Kami sudah melakukan pelatihan kepada masyarakat baik di tingkat komunitas terkecil seperti RT dan RW. Intinya lebih berhati-hati saat menerima informasi di media sosial atau di dunia maya,” katanya.
Meskipun demikian, Heroe mengatakan masyarakat tidak perlu ragu saat akan memanfaatkan berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh dunia siber, seperti untuk kebutuhan transaksi dan mengakses berbagai pelayanan publik.
“Untuk kebutuhan tersebut, maka yang harus dipastikan adalah keamanan identitas saat mengakses dunia maya. Keamanan identitas pengguna ini sangat penting untuk dipenuhi,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Utama Badan Siber dan Sandi Nasional Syahrul Mubarak mengapresiasi Segoro Amarta sebagai senjata untuk memerangi informasi bohong.
“Yang dibutuhkan dalam memerangi hoaks adalah kolaborasi karena dampak dari informasi bohong di dunia maya ini sangat hebat. Tidak hanya masyarakat di wilayah tertentu saja tetapi bisa tersebar ke belahan dunia lain,” katanya.
Ia berharap masyarakat lebih bijak saat mendapat informasi terutama jika informasi yang diterima itu meragukan. “Perlu klarifikasi sebelum disebarluaskan. Saring sebelum sharing. Itu yang penting,” katanya.
Pada masa pandemi COVID-19 sejak 2020, pusat operasi keamaan siber BSSN mencatat adanya peningkatan serangan siber. Pada 2020 tercatat hampir 500 juta serangan dan sepanjang 2021 hingga Agustus jumlahnya hampir sama seperti tahun lalu.
“Ini memang sejalan dengan semakin banyaknya orang mengakses dunia digital, makanya serangan yang terjadi meningkat,” katanya.
BSSN membagi serangan tersebut menjadi serangan ke lapisan sosial yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat dan serangan yang bersifat teknis berupa "malware" dan bentuk lainnya.
“Serangan sosial ini biasanya berupa hoaks. Banyak yang menyebarkan berita tidak benar terkait COVID-19 dan vaksinasi. Ini bagian yang harus dilawan bersama,” katanya.
BSSN mencatat ada sebanyak 1.316 informasi hoaks terkait COVID-19 dan dari jumlah tersebut total sebarannya mencapai 2.120. “Sebagian besar sudah dilakukan ‘takedown’ bahkan ada 104 yang masuk ranah hukum,” katanya.
“Penyebaran informasi bohong atau berita-berita hoaks ini sangat mudah terjadi di zaman sekarang saat hampir semua orang memiliki telepon pintar dan terhubung dengan media sosial,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi saat Seminar Perangi Hoaks dari Gawaimu di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, semangat gotong royong yang menjadi nilai-nilai kearifan lokal di masyarakat dinilai ampuh memerangi dan menangkal penyebarluasan informasi bohong karena masyarakat akan saling melindungi dan memberikan pemahaman apabila ada informasi yang tidak benar.
“Ada masyarakat lain yang menjadi tempat bertanya untuk memastikan, untuk klarifikasi apakah informasi yang beredar itu benar atau tidak. Ada ‘sapa aruh’ yang menjadi menjadi inti gotong royong,” katanya.
Heroe menambahkan seiring dengan semakin derasnya arus informasi khususnya pada masa pandemi saat banyak masyarakat terhubung secara daring, maka perlu diimbangi dengan mengintensifkan literasi digital dan siber kepada masyarakat.
“Kami sudah melakukan pelatihan kepada masyarakat baik di tingkat komunitas terkecil seperti RT dan RW. Intinya lebih berhati-hati saat menerima informasi di media sosial atau di dunia maya,” katanya.
Meskipun demikian, Heroe mengatakan masyarakat tidak perlu ragu saat akan memanfaatkan berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh dunia siber, seperti untuk kebutuhan transaksi dan mengakses berbagai pelayanan publik.
“Untuk kebutuhan tersebut, maka yang harus dipastikan adalah keamanan identitas saat mengakses dunia maya. Keamanan identitas pengguna ini sangat penting untuk dipenuhi,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Utama Badan Siber dan Sandi Nasional Syahrul Mubarak mengapresiasi Segoro Amarta sebagai senjata untuk memerangi informasi bohong.
“Yang dibutuhkan dalam memerangi hoaks adalah kolaborasi karena dampak dari informasi bohong di dunia maya ini sangat hebat. Tidak hanya masyarakat di wilayah tertentu saja tetapi bisa tersebar ke belahan dunia lain,” katanya.
Ia berharap masyarakat lebih bijak saat mendapat informasi terutama jika informasi yang diterima itu meragukan. “Perlu klarifikasi sebelum disebarluaskan. Saring sebelum sharing. Itu yang penting,” katanya.
Pada masa pandemi COVID-19 sejak 2020, pusat operasi keamaan siber BSSN mencatat adanya peningkatan serangan siber. Pada 2020 tercatat hampir 500 juta serangan dan sepanjang 2021 hingga Agustus jumlahnya hampir sama seperti tahun lalu.
“Ini memang sejalan dengan semakin banyaknya orang mengakses dunia digital, makanya serangan yang terjadi meningkat,” katanya.
BSSN membagi serangan tersebut menjadi serangan ke lapisan sosial yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat dan serangan yang bersifat teknis berupa "malware" dan bentuk lainnya.
“Serangan sosial ini biasanya berupa hoaks. Banyak yang menyebarkan berita tidak benar terkait COVID-19 dan vaksinasi. Ini bagian yang harus dilawan bersama,” katanya.
BSSN mencatat ada sebanyak 1.316 informasi hoaks terkait COVID-19 dan dari jumlah tersebut total sebarannya mencapai 2.120. “Sebagian besar sudah dilakukan ‘takedown’ bahkan ada 104 yang masuk ranah hukum,” katanya.