Bantul (ANTARA) - Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih memperjuangkan sertifikasi Cleanliness, Health, Safety, Environment (CHSE) bagi desa wisata agar memenuhi standar sektor pariwisata yang ditetapkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
"Belum ada desa wisata di Bantul yang sudah CHSE, makanya sertifikat CHSE ini sesuatu yang memang perlu kita perjuangkan, dan kita sudah kirimkan usulan puluhan destinasi ke Kemenparekraf untuk bagaimana nanti diuji CHSE," kata Kepala Dinas Pariwisata Bantul Kwintarto Heru Prabowo di Bantul, Jumat.
Menurut dia, untuk DIY termasuk didalamnya Kabupaten Bantul memang mendapat kuota dari Kemenparekraf untuk diuji terkait CHSE pariwisata, namun demikian yang diberikan tidak sebanding dengan jumlah destinasi dan desa wisata di Bantul yang mencapai puluhan.
Oleh karena itu, pemkab akan terus berkomunikasi dengan pusat terkait sertifikasi CHSE, termasuk penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE tersebut bagi pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dalam pengendalian COVID-19.
"Karena kalau operasional pariwisata kebijakannya harus menunggu sertifikat CHSE, pertanyaan kami kemampuan mensertifiksi destinasi per hari atau per bulan berapa, ini juga harus dipertimbangkan," katanya.
Dia mengatakan, prinsipnya pemda sepakat serta mendorong masyarakat pelaku pariwisata tertib sesuai dengan protokol kesehatan CHSE, akan tetapi indikator untuk pelaksanaan kegiatan pariwisata ke depan harus melihat kearifan lokal dan kondisi di lapangan.
"Jadi, jangan sampai masyarakat yang sudah tidak berdaya, tidak punya energi keuangan misalnya, tetapi ketika akan berusaha terbelenggu oleh sebuah ketentuan yang menyebabkan tidak bisa beroperasional," katanya.
Dia mengharapkan, untuk mendapat sertifikasi CHSE bagi objek wisata termasuk desa wisata tidak menunggu waktu yang lama, dan di sisi lain, kearifan lokal masyarakat dapat menjadi sesuatu hal yang dipertimbangkan kaitan kegiatan wisata di masa PPKM.
"Saya tentu mendukung program-program untuk standarisasi wisata yang lebih baik, baik itu aplikasi peduli lindungi, penggunaan CHSE termasuk pembayaran non-tunai, bahkan kita dorong karena memang ke depan 'cashless' menjadi salah satu kebutuhan wisata ke depan," katanya.
"Belum ada desa wisata di Bantul yang sudah CHSE, makanya sertifikat CHSE ini sesuatu yang memang perlu kita perjuangkan, dan kita sudah kirimkan usulan puluhan destinasi ke Kemenparekraf untuk bagaimana nanti diuji CHSE," kata Kepala Dinas Pariwisata Bantul Kwintarto Heru Prabowo di Bantul, Jumat.
Menurut dia, untuk DIY termasuk didalamnya Kabupaten Bantul memang mendapat kuota dari Kemenparekraf untuk diuji terkait CHSE pariwisata, namun demikian yang diberikan tidak sebanding dengan jumlah destinasi dan desa wisata di Bantul yang mencapai puluhan.
Oleh karena itu, pemkab akan terus berkomunikasi dengan pusat terkait sertifikasi CHSE, termasuk penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE tersebut bagi pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dalam pengendalian COVID-19.
"Karena kalau operasional pariwisata kebijakannya harus menunggu sertifikat CHSE, pertanyaan kami kemampuan mensertifiksi destinasi per hari atau per bulan berapa, ini juga harus dipertimbangkan," katanya.
Dia mengatakan, prinsipnya pemda sepakat serta mendorong masyarakat pelaku pariwisata tertib sesuai dengan protokol kesehatan CHSE, akan tetapi indikator untuk pelaksanaan kegiatan pariwisata ke depan harus melihat kearifan lokal dan kondisi di lapangan.
"Jadi, jangan sampai masyarakat yang sudah tidak berdaya, tidak punya energi keuangan misalnya, tetapi ketika akan berusaha terbelenggu oleh sebuah ketentuan yang menyebabkan tidak bisa beroperasional," katanya.
Dia mengharapkan, untuk mendapat sertifikasi CHSE bagi objek wisata termasuk desa wisata tidak menunggu waktu yang lama, dan di sisi lain, kearifan lokal masyarakat dapat menjadi sesuatu hal yang dipertimbangkan kaitan kegiatan wisata di masa PPKM.
"Saya tentu mendukung program-program untuk standarisasi wisata yang lebih baik, baik itu aplikasi peduli lindungi, penggunaan CHSE termasuk pembayaran non-tunai, bahkan kita dorong karena memang ke depan 'cashless' menjadi salah satu kebutuhan wisata ke depan," katanya.