Sleman (ANTARA) - Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, melakukan gerakan pengendalian hama penyakit tanaman cabai untuk mengatasi tanaman mati dan panen tidak optimal sehingga harga komoditas ini menjadi naik.
"Saat ini harga cabai di Kabupaten Sleman dan wilayah lain relatif tinggi. Harga tinggi tersebut banyak disebabkan ketersediaan cabai yang terbatas dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat," kata Plt Kepala DP3 Kabupaten Sleman Suparmono di Sleman, Jumat.
Menurut dia, terbatasnya ketersediaan cabai disebabkan banyaknya tanaman cabai yang terserang pathek.
Baca juga: Harga cabai rawit merah dan daging sapi di Sleman merangkak naik
"Dengan kondisi ini, kami mengajak para petani cabai di Sleman untuk bersama-sama melakukan gerakan pengendalian hama penyakit tanaman," katanya.
Pathek adalah penyakit yang disebabkan Jamur Colletotrichum atau Jamur Gloeosporium. Jamur penyebab pathek bisa berkembang pesat pada kelembaban di atas 90 persen dan suhu di bawah 32 derajat Celcius.
"Mundurnya waktu hujan saat ini menyebabkan serangan pathek semakin besar. Penyakit pathek pada cabai bisa menyerang hampir pada seluruh tanaman mulai dari ranting, daun, cabang hingga buah," katanya.
Ia mengatakan, gejala yang ditimbulkan adalah bercak melingkar cekung berwarna coklat pada pusatnya serta warna cokelat muda pada sekeliling lingkaran.
"Pada perkembangannya bercak bisa meluas dan buah bisa busuk, kering dan jatuh," katanya.
Luas tanaman cabai di Sleman saat ini diperkirakan untuk cabai rawit sekitar 80 hektare dan cabai keriting seluas 101 hektare terutama di wilayah Ngaglik dan Pakem.
Suparmono mengatakan, langkah yang dilakukan untuk mengatasi pathek di antaranya dengan pembersihan gulma pada tanaman cabai, banyaknya gulma akan menghambat mengalirnya kelebihan air dari lahan terutama saat musim hujan.
"Kemudian pemangkasan tanaman cabai, karena tanaman yang terlalu rimbun menyebabkan jamur mudah menyerang serta pemupukan yang tepat, terlalu berlebihan memberikan pupuk berunsur N, rawan akan serangan pathek," katanya.
Kemudian melalui pengaturan drainase yang baik dan penyemprotan menggunakan fungisida.
"Apabila dalam satu kali penyemprotan masih tetap ada serangan pathek, perlu dilakukan perulangan dengan selang waktu 3 -4 hari dari waktu penyemprotan awal," katanya.
Ia mengatakan, langkah yang sudah diambil dalam pencegahan dan penanggulangan pathek yakni dengan memberikan bimbingan teknis (bimtek) pengendalian OPT sebanyak 15 kali.
"Pada kegiatan tersebut disampaikan cara pencegahan pathek serta pembuatan pestisida nabati," katanya.
Selain itu, DP3 Sleman bersama dengan Balai Proteksi Tanaman Pertanian DIY dan Regu pengendali tanaman dan masyarakat melakukan gerakan pengendalian cabai.
Dalam menghadapi panen raya yang diperkirakan mulai Juli, DP3 Sleman telah melakukan koordinasi dengan 14 Titik kumpul cabai untuk bersama-sama melakukan gerakan pengendalian OPT cabai dibantu dengan regu pengendali tanaman dan kelompok sasaran dengan interval tiga kali seminggu.
"Dengan Langkah ini diharapkan serangan OPT terutama pathek bisa tertanggulangi," katanya.
Baca juga: Nilai transaksi cabai di Kulon Progo mencapai Rp5,77 miliar
"Saat ini harga cabai di Kabupaten Sleman dan wilayah lain relatif tinggi. Harga tinggi tersebut banyak disebabkan ketersediaan cabai yang terbatas dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat," kata Plt Kepala DP3 Kabupaten Sleman Suparmono di Sleman, Jumat.
Menurut dia, terbatasnya ketersediaan cabai disebabkan banyaknya tanaman cabai yang terserang pathek.
Baca juga: Harga cabai rawit merah dan daging sapi di Sleman merangkak naik
"Dengan kondisi ini, kami mengajak para petani cabai di Sleman untuk bersama-sama melakukan gerakan pengendalian hama penyakit tanaman," katanya.
Pathek adalah penyakit yang disebabkan Jamur Colletotrichum atau Jamur Gloeosporium. Jamur penyebab pathek bisa berkembang pesat pada kelembaban di atas 90 persen dan suhu di bawah 32 derajat Celcius.
"Mundurnya waktu hujan saat ini menyebabkan serangan pathek semakin besar. Penyakit pathek pada cabai bisa menyerang hampir pada seluruh tanaman mulai dari ranting, daun, cabang hingga buah," katanya.
Ia mengatakan, gejala yang ditimbulkan adalah bercak melingkar cekung berwarna coklat pada pusatnya serta warna cokelat muda pada sekeliling lingkaran.
"Pada perkembangannya bercak bisa meluas dan buah bisa busuk, kering dan jatuh," katanya.
Luas tanaman cabai di Sleman saat ini diperkirakan untuk cabai rawit sekitar 80 hektare dan cabai keriting seluas 101 hektare terutama di wilayah Ngaglik dan Pakem.
Suparmono mengatakan, langkah yang dilakukan untuk mengatasi pathek di antaranya dengan pembersihan gulma pada tanaman cabai, banyaknya gulma akan menghambat mengalirnya kelebihan air dari lahan terutama saat musim hujan.
"Kemudian pemangkasan tanaman cabai, karena tanaman yang terlalu rimbun menyebabkan jamur mudah menyerang serta pemupukan yang tepat, terlalu berlebihan memberikan pupuk berunsur N, rawan akan serangan pathek," katanya.
Kemudian melalui pengaturan drainase yang baik dan penyemprotan menggunakan fungisida.
"Apabila dalam satu kali penyemprotan masih tetap ada serangan pathek, perlu dilakukan perulangan dengan selang waktu 3 -4 hari dari waktu penyemprotan awal," katanya.
Ia mengatakan, langkah yang sudah diambil dalam pencegahan dan penanggulangan pathek yakni dengan memberikan bimbingan teknis (bimtek) pengendalian OPT sebanyak 15 kali.
"Pada kegiatan tersebut disampaikan cara pencegahan pathek serta pembuatan pestisida nabati," katanya.
Selain itu, DP3 Sleman bersama dengan Balai Proteksi Tanaman Pertanian DIY dan Regu pengendali tanaman dan masyarakat melakukan gerakan pengendalian cabai.
Dalam menghadapi panen raya yang diperkirakan mulai Juli, DP3 Sleman telah melakukan koordinasi dengan 14 Titik kumpul cabai untuk bersama-sama melakukan gerakan pengendalian OPT cabai dibantu dengan regu pengendali tanaman dan kelompok sasaran dengan interval tiga kali seminggu.
"Dengan Langkah ini diharapkan serangan OPT terutama pathek bisa tertanggulangi," katanya.
Baca juga: Nilai transaksi cabai di Kulon Progo mencapai Rp5,77 miliar