Gunung Kidul (ANTARA) - Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengimbau para pedagang agar melengkapi hewan ternak yang dijual ke pasar dengan surat keterangan kesehatan hewan.
"Sehingga dengan cara itu mempermudah pengawasan dan pembeli juga percaya bahwa ternak yang dibeli bebas dari penyakit mulut dan kuku," kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunung Kidul Retno Widyastuti di Gunung Kidul, Sabtu.
Ia memastikan bahwa untuk mengurus surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) itu tidak rumit, larena dokumen itu bisa terbit paling lama tiga hari.
Namun Retno tak menampik bahwa diperlukan proses cukup panjang, terutama dalam tahap pemeriksaan kesehatan ternak. DPKH juga perlu jaminan jika ternak yang bersangkutan dalam kondisi aman.
SKKH memiliki masa berlaku satu kali 24 jam. Biayanya juga terbilang rendah sesuai jenis ternak. Contohnya untuk sapi hanya dikenakan biaya Rp5 ribu per lembar SKKH, ditambah uji laboratorium sebesar Rp4 ribu.
Nantinya, biaya tersebut masuk sebagai retribusi, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2013.
"Ternak harus diambil sampel untuk diperiksa di laboratorium di kabupaten, memastikan aman dari PMK dan antraks," katanya.
Ia juga mengatakan petugas kesehatan hewan juga melakukan pemeriksaan fisik, khususnya dari gejala penyakit mulut dan kuku (PMK), antara lain suhu tubuh hingga tidak ada luka pada bagian mulut dan kaki ternak.
"Hal ini untuk memastikan ternak layak kirim. Selain itu diperlukan pula rekomendasi resmi dari daerah yang hendak dituju, termasuk rekomendasi resmi dari daerah asal, yaitu DPKH Gunung Kidul," katanya.
Retno mengatakan SKKH tak hanya menjadi syarat untuk bisa masuk pasar hewan. Transaksi jual-beli ternak ke luar Gunung Kidul, langsung dengan petani di perdesaan jjuga wajib mengantongi dokumen tersebut.
"Kami berharap peran aktif peternak dalam hal pengurusan SKKH, terutama di situasi saat ini. Termasuk tidak mendadak untuk mengurusnya karena perlu ada tahapan proses yang perlu dilewati," harapnya.
Sementara itu, salah satu pedagang hewan ternak di Wonosari, Wawan mengatakan SKKH sudah menjadi kewajiban bagi pemilik ternak. Apalagi SKKH juga sebagai jaminan terkait kondisi hewan ternak yang hendak diperjualbelikan.
Namun, saat ini dirinya mengandalkan cara lain untuk mendapat ternak yang sehat meski tanpa SKKH. Salah satunya dengan membeli ternak langsung dari petani di daerah, yang ia yakini lebih sehat ketimbang di pasar.
"Saya merasa aman seperti itu, agar tidak rugi secara modal juga," kata Wawan.
"Sehingga dengan cara itu mempermudah pengawasan dan pembeli juga percaya bahwa ternak yang dibeli bebas dari penyakit mulut dan kuku," kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunung Kidul Retno Widyastuti di Gunung Kidul, Sabtu.
Ia memastikan bahwa untuk mengurus surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) itu tidak rumit, larena dokumen itu bisa terbit paling lama tiga hari.
Namun Retno tak menampik bahwa diperlukan proses cukup panjang, terutama dalam tahap pemeriksaan kesehatan ternak. DPKH juga perlu jaminan jika ternak yang bersangkutan dalam kondisi aman.
SKKH memiliki masa berlaku satu kali 24 jam. Biayanya juga terbilang rendah sesuai jenis ternak. Contohnya untuk sapi hanya dikenakan biaya Rp5 ribu per lembar SKKH, ditambah uji laboratorium sebesar Rp4 ribu.
Nantinya, biaya tersebut masuk sebagai retribusi, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2013.
"Ternak harus diambil sampel untuk diperiksa di laboratorium di kabupaten, memastikan aman dari PMK dan antraks," katanya.
Ia juga mengatakan petugas kesehatan hewan juga melakukan pemeriksaan fisik, khususnya dari gejala penyakit mulut dan kuku (PMK), antara lain suhu tubuh hingga tidak ada luka pada bagian mulut dan kaki ternak.
"Hal ini untuk memastikan ternak layak kirim. Selain itu diperlukan pula rekomendasi resmi dari daerah yang hendak dituju, termasuk rekomendasi resmi dari daerah asal, yaitu DPKH Gunung Kidul," katanya.
Retno mengatakan SKKH tak hanya menjadi syarat untuk bisa masuk pasar hewan. Transaksi jual-beli ternak ke luar Gunung Kidul, langsung dengan petani di perdesaan jjuga wajib mengantongi dokumen tersebut.
"Kami berharap peran aktif peternak dalam hal pengurusan SKKH, terutama di situasi saat ini. Termasuk tidak mendadak untuk mengurusnya karena perlu ada tahapan proses yang perlu dilewati," harapnya.
Sementara itu, salah satu pedagang hewan ternak di Wonosari, Wawan mengatakan SKKH sudah menjadi kewajiban bagi pemilik ternak. Apalagi SKKH juga sebagai jaminan terkait kondisi hewan ternak yang hendak diperjualbelikan.
Namun, saat ini dirinya mengandalkan cara lain untuk mendapat ternak yang sehat meski tanpa SKKH. Salah satunya dengan membeli ternak langsung dari petani di daerah, yang ia yakini lebih sehat ketimbang di pasar.
"Saya merasa aman seperti itu, agar tidak rugi secara modal juga," kata Wawan.