Yogyakarta (ANTARA) - Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta melakukan registrasi sosial ekonomi untuk perbaikan data program perlindungan sosial dengan metode sensus yang menyasar 129.922 keluarga di kota tersebut.
“Kami akan melakukan sensus ‘door to door’ dengan sasaran keluarga di Kota Yogyakarta. Nantinya, akan ada petugas yang datang langsung ke warga untuk melakukan pendataan,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta Mainil Asni di Yogyakarta, Selasa.
Registrasi sosial ekonomi tersebut akan dilakukan selama sekitar satu bulan, dimulai pada 15 Oktober-14 November.
Baca juga: Pemkab Sleman ubah skema program bantuan bagi masyarakat tak mampu
Mainil berharap warga memberikan jawaban atau data sesuai kondisi yang sebenarnya karena data tersebut akan menjadi dasar bagi pemerintah dalam menyusun berbagai kebijakan khususnya untuk program perlindungan sosial.
Variabel pendataan dalam registrasi sosial ekonomi tersebut di antaranya meliputi data kependudukan dan ketenagakerjaan, perlindungan sosial, perumahan, pendidikan, kesehatan dan disabilitas, serta pemberdayaan ekonomi.
BPS Kota Yogyakarta mengerahkan sebanyak 652 petugas dalam penyelenggaraan registrasi sosial ekonomi tersebut.
“Dimungkinkan, jumlah keluarga sasaran dalam program registrasi ini akan bertambah karena kami akan mendata seluruh keluarga yang berdomisili di Kota Yogyakarta,” katanya.
Meskipun keluarga tersebut tidak tercatat sebagai warga Kota Yogyakarta atau memiliki Kartu Keluarga (KK) dari luar daerah namun berdomisili di Kota Yogyakarta, maka akan masuk dalam pendataan.
Begitu pula dengan pelajar atau mahasiswa dari luar daerah yang sudah berusia 17 tahun dan saat ini tinggal di Kota Yogyakarta, juga akan menjadi sasaran registrasi sosial ekonomi.
“Sedangkan bagi pelajar dari luar daerah yang berusia kurang dari 17 tahun, tidak akan menjadi sasaran pendataan,” katanya.
Selain itu, petugas juga akan melakukan pendataan terhadap warga tunawisma yang tidak memiliki tempat tinggal tetap. “Kami rencanakan pada akhir Oktober akan melakukan pendataan kepada tuna wisma dan lainnya,” katanya.
Mainil mengatakan, perbaikan basis data penerima program perlindungan sosial sangat dibutuhkan sebagai pemutakhiran dan penyempurnaan data.
Data yang digunakan untuk program perlindungan sosial, yaitu 40 persen keluarga di Indonesia yang masuk dalam data terpadu kesejahteraan sosial adalah hasil pendataan pada 2015.
“Karena ada berbagai dinamika, termasuk pandemi COVID-19, maka akan ada perubahan kondisi di masyarakat. Oleh karenanya, perlu pemutakhiran data melalui registrasi sosial ekonomi,” katanya.
Registrasi sosial ekonomi tersebut juga akan menjadi salah satu strategi untuk percepatan pengentasan kemiskinan ekstrim.
“Sekali lagi, kami berharap masyarakat memberikan data sesuai kondisi yang sebenarnya. Tidak perlu khawatir, seluruh data yang disampaikan terjamin kerahasiaannya,” kata dia.
Baca juga: BPS DIY sebar 6.781 petugas pendataan registrasi sosial ekonomi
“Kami akan melakukan sensus ‘door to door’ dengan sasaran keluarga di Kota Yogyakarta. Nantinya, akan ada petugas yang datang langsung ke warga untuk melakukan pendataan,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta Mainil Asni di Yogyakarta, Selasa.
Registrasi sosial ekonomi tersebut akan dilakukan selama sekitar satu bulan, dimulai pada 15 Oktober-14 November.
Baca juga: Pemkab Sleman ubah skema program bantuan bagi masyarakat tak mampu
Mainil berharap warga memberikan jawaban atau data sesuai kondisi yang sebenarnya karena data tersebut akan menjadi dasar bagi pemerintah dalam menyusun berbagai kebijakan khususnya untuk program perlindungan sosial.
Variabel pendataan dalam registrasi sosial ekonomi tersebut di antaranya meliputi data kependudukan dan ketenagakerjaan, perlindungan sosial, perumahan, pendidikan, kesehatan dan disabilitas, serta pemberdayaan ekonomi.
BPS Kota Yogyakarta mengerahkan sebanyak 652 petugas dalam penyelenggaraan registrasi sosial ekonomi tersebut.
“Dimungkinkan, jumlah keluarga sasaran dalam program registrasi ini akan bertambah karena kami akan mendata seluruh keluarga yang berdomisili di Kota Yogyakarta,” katanya.
Meskipun keluarga tersebut tidak tercatat sebagai warga Kota Yogyakarta atau memiliki Kartu Keluarga (KK) dari luar daerah namun berdomisili di Kota Yogyakarta, maka akan masuk dalam pendataan.
Begitu pula dengan pelajar atau mahasiswa dari luar daerah yang sudah berusia 17 tahun dan saat ini tinggal di Kota Yogyakarta, juga akan menjadi sasaran registrasi sosial ekonomi.
“Sedangkan bagi pelajar dari luar daerah yang berusia kurang dari 17 tahun, tidak akan menjadi sasaran pendataan,” katanya.
Selain itu, petugas juga akan melakukan pendataan terhadap warga tunawisma yang tidak memiliki tempat tinggal tetap. “Kami rencanakan pada akhir Oktober akan melakukan pendataan kepada tuna wisma dan lainnya,” katanya.
Mainil mengatakan, perbaikan basis data penerima program perlindungan sosial sangat dibutuhkan sebagai pemutakhiran dan penyempurnaan data.
Data yang digunakan untuk program perlindungan sosial, yaitu 40 persen keluarga di Indonesia yang masuk dalam data terpadu kesejahteraan sosial adalah hasil pendataan pada 2015.
“Karena ada berbagai dinamika, termasuk pandemi COVID-19, maka akan ada perubahan kondisi di masyarakat. Oleh karenanya, perlu pemutakhiran data melalui registrasi sosial ekonomi,” katanya.
Registrasi sosial ekonomi tersebut juga akan menjadi salah satu strategi untuk percepatan pengentasan kemiskinan ekstrim.
“Sekali lagi, kami berharap masyarakat memberikan data sesuai kondisi yang sebenarnya. Tidak perlu khawatir, seluruh data yang disampaikan terjamin kerahasiaannya,” kata dia.
Baca juga: BPS DIY sebar 6.781 petugas pendataan registrasi sosial ekonomi