Yogyakarta (ANTARA) - Volume sampah yang dihasilkan Kota Yogyakarta sejak gerakan nol sampah anorganik dijalankan pada awal Januari 2023 hingga pekan ketiga bulan ini menunjukkan tren penurunan.
“Hingga pekan ketiga Januari, rata-rata volume sampah yang dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Piyungan berkurang 20 ton per hari,” kata Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya di Yogyakarta, Minggu.
Pada 2022, rata-rata volume sampah yang dibuang Kota Yogyakarta ke TPA Piyungan mencapai sekitar 250-260 ton per hari.
Meskipun volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan berkurang, namun jumlah tersebut akan terus ditingkatkan hingga sesuai dengan target yang ingin dicapai dalam waktu tiga bulan atau sampai akhir Maret 2023.
Pemerintah Kota Yogyakarta berharap volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan bisa berkurang sebanyak 40-50 ton per hari.
Jumlah tersebut merupakan volume sampah anorganik yang tidak lagi dapat dibuang ke depo atau tempat pembuangan sampah (TPS) dan dinilai masih memiliki nilai keekonomian sehingga masih memungkinkan untuk dijual melalui pelapak.
Melalui gerakan nol sampah anorganik yang berlaku mulai awal Januari, warga Kota Yogyakarta diminta untuk mengelola dan memilah sampah sejak dari sumbernya. Sampah yang diizinkan dibuang ke depo atau TPS hanya sampah organik dan residu.
Sedangkan sampah anorganik dikelola secara mandiri oleh masyarakat dan disalurkan melalui bank sampah yang kemudian akan menjualnya ke pengepul atau pelapak.
“Kami akan mengevaluasi secara keseluruhan pelaksanaan gerakan ini dalam waktu tiga bulan atau hingga akhir Maret,” katanya.
Aman berharap gerakan tersebut akan mampu mengubah perilaku warga Kota Yogyakarta dalam mengelola sampah yang dihasilkan.
“Harapannya, dalam waktu tiga bulan, seluruh masyarakat memiliki kesadaran untuk mengelola sampah mereka tidak hanya asal membuang sampah,” katanya.
Setelah tiga bulan, gerakan nol sampah anorganik di Yogyakarta akan diikuti dengan penindakan terhadap warga yang belum mengelola sampah dengan memilahnya.
Sementara itu, Fasilitator Kelurahan Tegalpanggung Yogyakarta untuk pengelolaan sampah Eka Sulistyawati mengatakan di kelurahan tersebut terdapat 16 bank sampah atau di seluruh RW sudah memiliki bank sampah.
“Sempat ada yang mati suri tetapi kini sudah aktif kembali. Sebanyak tiga di antaranya adalah bank sampah baru,” katanya.
Ia mengatakan bank sampah di kelurahan tersebut juga mengelola sampah anorganik yang banyak dianggap remeh seperti plastik kresek hingga kemasan sachet. “Keduanya juga bisa mendatangkan uang,” katanya.
Sampah anorganik disulap menjadi berbagai kerajinan seperti tikar, kostum hingga dompet. Sedangkan sampah organik juga diolah menjadi pupuk cair.
Menurut dia, gerakan nol sampah anorganik memiliki nilai yang sangat penting karena masyarakat menjadi semakin sadar untuk tidak membuang sampah sembarangan tetapi mengelola dan memilahnya.
“Penggerobak juga semakin nyaman karena sampah yang dibawa sudah terpilah,” katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pemkot Yogyakarta catat tren turun volume sampah pekan ketiga Januari
“Hingga pekan ketiga Januari, rata-rata volume sampah yang dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Piyungan berkurang 20 ton per hari,” kata Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya di Yogyakarta, Minggu.
Pada 2022, rata-rata volume sampah yang dibuang Kota Yogyakarta ke TPA Piyungan mencapai sekitar 250-260 ton per hari.
Meskipun volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan berkurang, namun jumlah tersebut akan terus ditingkatkan hingga sesuai dengan target yang ingin dicapai dalam waktu tiga bulan atau sampai akhir Maret 2023.
Pemerintah Kota Yogyakarta berharap volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan bisa berkurang sebanyak 40-50 ton per hari.
Jumlah tersebut merupakan volume sampah anorganik yang tidak lagi dapat dibuang ke depo atau tempat pembuangan sampah (TPS) dan dinilai masih memiliki nilai keekonomian sehingga masih memungkinkan untuk dijual melalui pelapak.
Melalui gerakan nol sampah anorganik yang berlaku mulai awal Januari, warga Kota Yogyakarta diminta untuk mengelola dan memilah sampah sejak dari sumbernya. Sampah yang diizinkan dibuang ke depo atau TPS hanya sampah organik dan residu.
Sedangkan sampah anorganik dikelola secara mandiri oleh masyarakat dan disalurkan melalui bank sampah yang kemudian akan menjualnya ke pengepul atau pelapak.
“Kami akan mengevaluasi secara keseluruhan pelaksanaan gerakan ini dalam waktu tiga bulan atau hingga akhir Maret,” katanya.
Aman berharap gerakan tersebut akan mampu mengubah perilaku warga Kota Yogyakarta dalam mengelola sampah yang dihasilkan.
“Harapannya, dalam waktu tiga bulan, seluruh masyarakat memiliki kesadaran untuk mengelola sampah mereka tidak hanya asal membuang sampah,” katanya.
Setelah tiga bulan, gerakan nol sampah anorganik di Yogyakarta akan diikuti dengan penindakan terhadap warga yang belum mengelola sampah dengan memilahnya.
Sementara itu, Fasilitator Kelurahan Tegalpanggung Yogyakarta untuk pengelolaan sampah Eka Sulistyawati mengatakan di kelurahan tersebut terdapat 16 bank sampah atau di seluruh RW sudah memiliki bank sampah.
“Sempat ada yang mati suri tetapi kini sudah aktif kembali. Sebanyak tiga di antaranya adalah bank sampah baru,” katanya.
Ia mengatakan bank sampah di kelurahan tersebut juga mengelola sampah anorganik yang banyak dianggap remeh seperti plastik kresek hingga kemasan sachet. “Keduanya juga bisa mendatangkan uang,” katanya.
Sampah anorganik disulap menjadi berbagai kerajinan seperti tikar, kostum hingga dompet. Sedangkan sampah organik juga diolah menjadi pupuk cair.
Menurut dia, gerakan nol sampah anorganik memiliki nilai yang sangat penting karena masyarakat menjadi semakin sadar untuk tidak membuang sampah sembarangan tetapi mengelola dan memilahnya.
“Penggerobak juga semakin nyaman karena sampah yang dibawa sudah terpilah,” katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pemkot Yogyakarta catat tren turun volume sampah pekan ketiga Januari