Kulon Progo (ANTARA) - Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), masih melakukan penanggulangan dan pengawasan antraks secara berkala di kawasan Girimulyo untuk mencegah kasus antraks di wilayah tersebut.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Drajad Purbadi di Kulon Progo, Selasa, mengatakan kasus antraks di Kulon Progo terjadi pada tahun 2017 atau sekitar tujuh tahun yang lalu.
"Selama tujuh tahun tersebut petugas melalukan berbagai upaya pencegahan antraks yakni vaksinasi antraks, pemberian vitamin dan obat cacing," kata Drajad.
Ia mengatakan kegiatan ini dilakukan sebanyak dua kali per tahun dengan target dilaksanakan hingga 10 tahun. Sampel tanah pun rutin diperiksa oleh Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates dan hasilnya negatif.
"Apabila kasus antraks tidak muncul kembali di Kulon Progo selama 10 tahun, maka Kulon Progo dapat dinyatakan sebagai daerah bebas antraks," katanya.
Lebih lanjut Drajad mengatakan kasus yang muncul di Sleman dan Gunungkidul, petugas Dinas Pertanian dan Pangan pun sudah bersiap-siap. Petugas telah melakukan komunikasi, informasi dan edukasi kepada warga masyarakat Kulon Progo, khususnya peternak dan kelompok ternak.
Selain itu pihaknya mengimbau agar masyarakat untuk sementara ini tidak melakukan jual beli hewan ternak ke daerah Sleman dan Gunungkidul.
"Kami juga mengimbau untuk tidak bepergian ke lokasi kejadian agar tidak tertempel spora antraks yang kemudian menjadi sumber penyebaran ke daerah lain," katanya.
Selanjutnya, kata Drajad, apabila ada hewan ternak yang sakit, segera melapor kepada petugas, dan apabila ada sapi mati mendadak untuk tidak disembelih. Hal ini bertujuan untuk mencegah terbentuknya spora antraks yang berasal dari bakteri Bacillus anthracis.
"Spora antraks ini sulit untuk dibasmi karena tahan terhadap sinar matahari, disinfektan, dan api pembakaran," katanya.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Drajad Purbadi di Kulon Progo, Selasa, mengatakan kasus antraks di Kulon Progo terjadi pada tahun 2017 atau sekitar tujuh tahun yang lalu.
"Selama tujuh tahun tersebut petugas melalukan berbagai upaya pencegahan antraks yakni vaksinasi antraks, pemberian vitamin dan obat cacing," kata Drajad.
Ia mengatakan kegiatan ini dilakukan sebanyak dua kali per tahun dengan target dilaksanakan hingga 10 tahun. Sampel tanah pun rutin diperiksa oleh Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates dan hasilnya negatif.
"Apabila kasus antraks tidak muncul kembali di Kulon Progo selama 10 tahun, maka Kulon Progo dapat dinyatakan sebagai daerah bebas antraks," katanya.
Lebih lanjut Drajad mengatakan kasus yang muncul di Sleman dan Gunungkidul, petugas Dinas Pertanian dan Pangan pun sudah bersiap-siap. Petugas telah melakukan komunikasi, informasi dan edukasi kepada warga masyarakat Kulon Progo, khususnya peternak dan kelompok ternak.
Selain itu pihaknya mengimbau agar masyarakat untuk sementara ini tidak melakukan jual beli hewan ternak ke daerah Sleman dan Gunungkidul.
"Kami juga mengimbau untuk tidak bepergian ke lokasi kejadian agar tidak tertempel spora antraks yang kemudian menjadi sumber penyebaran ke daerah lain," katanya.
Selanjutnya, kata Drajad, apabila ada hewan ternak yang sakit, segera melapor kepada petugas, dan apabila ada sapi mati mendadak untuk tidak disembelih. Hal ini bertujuan untuk mencegah terbentuknya spora antraks yang berasal dari bakteri Bacillus anthracis.
"Spora antraks ini sulit untuk dibasmi karena tahan terhadap sinar matahari, disinfektan, dan api pembakaran," katanya.