Yogyakarta (ANTARA) - Dosen Kampus Merdeka Sekar Dwi Setyaningrum menjelaskan mengenai pentingnya laporan keberlanjutan (sustainability report) yang kini menjadi kebutuhan bagi perusahaan dalam menjalankan usahanya.
Sekar menjelaskan hal itu dalam kegiatan Green Skiling mengenai menerapkan metrik dan laporan keberlanjutan dalam meningkatkan tanggungjawab sosial, lingkungan dan finansial perusahaan melalui layanan virtual zoom, Kamis (19/9).
Menurut dia, laporan keberlanjutan merupakan bukti keseriusan perusahaan mengukur dampak usaha bagi lingkungan dan sosialnya, termasuk wujud akuntabilitas dan transparansi perusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan.
Sekar yang juga merupakan Perwakilan Sucofindo Cabang Semarang ini menyebut laporan berkelanjutan merupakan laporan yang disusun untuk mengukur, mengungkapkan, dan mengelola kinerja perusahaan dalam hal berkelanjutan.
Laporan ini menggunakan komponen kebijakan dan strategi keberlanjutan, kinerja lingkungan, kinerja sosial dan tata kelola perusahaan.
Adapun pentingnya laporan berkelanjutan adalah meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keberlangsungan jangka panjang. Bahkan, bisa menarik investor yang peduli ESG (environmental, social, governance).
"Laporan keberlanjutan ini biasanya menggunakan standar internasional seperti IFRS atau standar yang ditetapkan oleh International Sustainability Standards Board untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam laporan berkelanjutan," ujarnya.
Menurut dia, ada juga GRI atau global reporting initiative yang menyediakan kerangka pelaporan damapak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari suatu organisasi.
Selain itu, lanjut Sekar, SASB atau Sustainability Accounting Standards Board yang mengembangkan standar pelaporan yang relevan dengan industri untuk mengungkapkan informasi keberlanjutan.
Standar internasional lainnya, kata dia, adalah CDP atau Carbon Disclosure Project yang mengumpulkan dan mendistribusikan data tentang emisi karbon dari perusahaan dan kota di seluruh dunia.
Kemudian, ada pula TCF atau Task Force on Climate related Financial Disclosure yang bertujuan meningkatkan transparansi terkait risiko perubahan iklim dalam laporan keuangan. Termasuk IIRC atau International Integrated Reporting Council mendorong integrasi laporan keuangan maupun non keuangan dalam satu laporan yang komprehensif.
"Contoh studi kasus di Sucofindo yang standar adalah mengadopsi standar GRI yang dilaporkan setiap tahunnya," katanya.
"Adapun isi laporan keberlanjutannya seperti dampak ekonomi meliputi kontribusi ekonomi perusahaan, lalu dampak lingkungan adalah upaya mengurangi jejak karbon, efisiensi energi dan pengelolaan limbah," ujar Sekar.
Isi lain dari laporan itu adalah mengenai dampak sosial program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan keterlibatan dengan komunitas lokal.
Sekar menambahkan, selain laporan, PT Sucofindo juga berinisiatif dalam bidang carbon offsetting yaitu mendukung pengurangan emisi melalui dengan pembelian Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE) dari proyek proyek aksi mitigasi perubahan iklim.
"Inisiatif yang dilakukan PT Sucofindo berdampak positif seperti pemanfaatan biogas, menerima penghargaan dan apresiasi, Menggunakan Social Return on Investment (SROI) untuk mengukur dampak sosial dari program TJSL. Hasil positif lainnya adalah berinovasi serta berkolaborasi dengan berbaga pihak meningkatkan keberlanjutan bisnis dan lingkungan hingga program sertifikasi UMKM," tuturnya.
Sementara itu, Head Off External ISSP Indonesia Regina Inderadi yang juga menjadi pembicara dalam kegiatan itu menjelaskan laporan keberlanjutan membahas kemajuan terbaru dalam metode dan alat pelaporan keberlanjutan, lalu identifikasi cara untik menginspirasi organisasi dalam mengadopsi praktik keberlanjutan yang efektif.
"Pelaporan keberlanjutan meningkatkan transparansi yang memungkinkan pemangku kepentingan menilai upaya ESG perusahaan, memastikan masalah dan harapan ditangani secara proaktif,” katanya.
Dengan memanfaatkan teknologi, menurut dia, laporan berkelanjutan akan lebih efektif dan menarik. Hal itu terlihat pada laporan keberlanjutan milik Pertamina yang dilengkapi kartun atau milik Astra Grup memiliki narasi lebih interaktif.
"Laporan keberlanjutan saat ini mengintegrasikan AI untuk meningkatkan akurasi data dan pengambilan keputusan lebih cepat," kata Regina.
Sekar menjelaskan hal itu dalam kegiatan Green Skiling mengenai menerapkan metrik dan laporan keberlanjutan dalam meningkatkan tanggungjawab sosial, lingkungan dan finansial perusahaan melalui layanan virtual zoom, Kamis (19/9).
Menurut dia, laporan keberlanjutan merupakan bukti keseriusan perusahaan mengukur dampak usaha bagi lingkungan dan sosialnya, termasuk wujud akuntabilitas dan transparansi perusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan.
Sekar yang juga merupakan Perwakilan Sucofindo Cabang Semarang ini menyebut laporan berkelanjutan merupakan laporan yang disusun untuk mengukur, mengungkapkan, dan mengelola kinerja perusahaan dalam hal berkelanjutan.
Laporan ini menggunakan komponen kebijakan dan strategi keberlanjutan, kinerja lingkungan, kinerja sosial dan tata kelola perusahaan.
Adapun pentingnya laporan berkelanjutan adalah meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keberlangsungan jangka panjang. Bahkan, bisa menarik investor yang peduli ESG (environmental, social, governance).
"Laporan keberlanjutan ini biasanya menggunakan standar internasional seperti IFRS atau standar yang ditetapkan oleh International Sustainability Standards Board untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam laporan berkelanjutan," ujarnya.
Menurut dia, ada juga GRI atau global reporting initiative yang menyediakan kerangka pelaporan damapak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari suatu organisasi.
Selain itu, lanjut Sekar, SASB atau Sustainability Accounting Standards Board yang mengembangkan standar pelaporan yang relevan dengan industri untuk mengungkapkan informasi keberlanjutan.
Standar internasional lainnya, kata dia, adalah CDP atau Carbon Disclosure Project yang mengumpulkan dan mendistribusikan data tentang emisi karbon dari perusahaan dan kota di seluruh dunia.
Kemudian, ada pula TCF atau Task Force on Climate related Financial Disclosure yang bertujuan meningkatkan transparansi terkait risiko perubahan iklim dalam laporan keuangan. Termasuk IIRC atau International Integrated Reporting Council mendorong integrasi laporan keuangan maupun non keuangan dalam satu laporan yang komprehensif.
"Contoh studi kasus di Sucofindo yang standar adalah mengadopsi standar GRI yang dilaporkan setiap tahunnya," katanya.
"Adapun isi laporan keberlanjutannya seperti dampak ekonomi meliputi kontribusi ekonomi perusahaan, lalu dampak lingkungan adalah upaya mengurangi jejak karbon, efisiensi energi dan pengelolaan limbah," ujar Sekar.
Isi lain dari laporan itu adalah mengenai dampak sosial program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan keterlibatan dengan komunitas lokal.
Sekar menambahkan, selain laporan, PT Sucofindo juga berinisiatif dalam bidang carbon offsetting yaitu mendukung pengurangan emisi melalui dengan pembelian Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE) dari proyek proyek aksi mitigasi perubahan iklim.
"Inisiatif yang dilakukan PT Sucofindo berdampak positif seperti pemanfaatan biogas, menerima penghargaan dan apresiasi, Menggunakan Social Return on Investment (SROI) untuk mengukur dampak sosial dari program TJSL. Hasil positif lainnya adalah berinovasi serta berkolaborasi dengan berbaga pihak meningkatkan keberlanjutan bisnis dan lingkungan hingga program sertifikasi UMKM," tuturnya.
Sementara itu, Head Off External ISSP Indonesia Regina Inderadi yang juga menjadi pembicara dalam kegiatan itu menjelaskan laporan keberlanjutan membahas kemajuan terbaru dalam metode dan alat pelaporan keberlanjutan, lalu identifikasi cara untik menginspirasi organisasi dalam mengadopsi praktik keberlanjutan yang efektif.
"Pelaporan keberlanjutan meningkatkan transparansi yang memungkinkan pemangku kepentingan menilai upaya ESG perusahaan, memastikan masalah dan harapan ditangani secara proaktif,” katanya.
Dengan memanfaatkan teknologi, menurut dia, laporan berkelanjutan akan lebih efektif dan menarik. Hal itu terlihat pada laporan keberlanjutan milik Pertamina yang dilengkapi kartun atau milik Astra Grup memiliki narasi lebih interaktif.
"Laporan keberlanjutan saat ini mengintegrasikan AI untuk meningkatkan akurasi data dan pengambilan keputusan lebih cepat," kata Regina.