Yogyakarta (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyerukan pentingnya pengembangan bangunan gedung dengan konsep hijau, untuk menekan dampak perubahan iklim dalam momentum Hari Habitat Dunia dan Hari Kota Dunia 2024.
"Bangunan adalah salah satu kontributor utama untuk emisi gas rumah kaca. Dan ini juga menyumbang sepertiga dari total emisi gas," kata Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti saat pembukaan pameran "Jaga Iklim Jaga Masa Depan (Memetri)" di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip hijau, kata dia, bangunan menjanjikan potensi besar penghematan energi, karena salah satunya menekankan sirkulasi udara dan mengurangi penggunaan AC.
"Bangunan gedung hijau -BGH- berpotensi menghemat energi melalui penerapan strategi iklim mikro dan pendinginan pasif," katanya.
Karena itu pemerintah telah menerbitkan PP Nomor: 16 tahun 2021 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang (UU) Bangunan Gedung yang diwajibkan untuk melakukan penghematan energi 25 persen selama operasinya.
Selain itu, Kementerian PUPR juga telah menerbitkan Peraturan Menteri PUPR Nomor: 21 tahun 2021 tentang Penilaian
Kinerja Bangunan Gedung Hijau.
"Saya enggak mau yang mengikuti ini hanya di pusat. Belum semua -gedung- kabupaten/kota mengikuti 'green building' ini. Bahkan mungkin kalau kita membangunkan bangunan yang 'green building' setahun, dua tahun kemudian sudah tidak 'green building' lagi," kata dia.
Menurut Diana, tahun 2024 merupakan momentum penting untuk menggairahkan kembali gerakan menangani masalah perubahan iklim melalui konsep bangunan di berbagai wilayah kabupaten/kota di Indonesia.
"Sekarang sudah 50 persen lebih -menerapkan bangunan hijau- tetapi tetap harus kita tingkatkan," ujarnya.
Dia juga mengatakan, upaya memperingati Hari Habitat Dunia 2024 merupakan bentuk komitmen Indonesia dalam mewujudkan permukiman dan perkotaan yang layak huni dan berkelanjutan.
Karena itu, Pameran Jaga Iklim, Jaga Masa Depan (Memetri) di GIK UGM yang digelar Kementerian PUPR sebagai salah satu rangkaiannya, dapat menjadi sarana untuk mengingatkan masyarakat terkait pentingnya menjaga alam. "Kalau bukan kita siapa lagi?," kata dia.
Apalagi, kata dia, dalam kurun satu tahun terakhir untuk pertama kalinya dunia melampaui ambang batas pemanasan bumi 1,5 derajat Celsius yang ditetapkan Perjanjian Paris.
"Kita tahu bahwa sektor infrastruktur ini adalah salah satu sektor yang paling berdampak pada perubahan iklim ini ya, dan ini tentunya akan berpotensi menghambat pertumbuhan yang berkelanjutan," kata Diana.
"Bangunan adalah salah satu kontributor utama untuk emisi gas rumah kaca. Dan ini juga menyumbang sepertiga dari total emisi gas," kata Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti saat pembukaan pameran "Jaga Iklim Jaga Masa Depan (Memetri)" di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip hijau, kata dia, bangunan menjanjikan potensi besar penghematan energi, karena salah satunya menekankan sirkulasi udara dan mengurangi penggunaan AC.
"Bangunan gedung hijau -BGH- berpotensi menghemat energi melalui penerapan strategi iklim mikro dan pendinginan pasif," katanya.
Karena itu pemerintah telah menerbitkan PP Nomor: 16 tahun 2021 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang (UU) Bangunan Gedung yang diwajibkan untuk melakukan penghematan energi 25 persen selama operasinya.
Selain itu, Kementerian PUPR juga telah menerbitkan Peraturan Menteri PUPR Nomor: 21 tahun 2021 tentang Penilaian
Kinerja Bangunan Gedung Hijau.
"Saya enggak mau yang mengikuti ini hanya di pusat. Belum semua -gedung- kabupaten/kota mengikuti 'green building' ini. Bahkan mungkin kalau kita membangunkan bangunan yang 'green building' setahun, dua tahun kemudian sudah tidak 'green building' lagi," kata dia.
Menurut Diana, tahun 2024 merupakan momentum penting untuk menggairahkan kembali gerakan menangani masalah perubahan iklim melalui konsep bangunan di berbagai wilayah kabupaten/kota di Indonesia.
"Sekarang sudah 50 persen lebih -menerapkan bangunan hijau- tetapi tetap harus kita tingkatkan," ujarnya.
Dia juga mengatakan, upaya memperingati Hari Habitat Dunia 2024 merupakan bentuk komitmen Indonesia dalam mewujudkan permukiman dan perkotaan yang layak huni dan berkelanjutan.
Karena itu, Pameran Jaga Iklim, Jaga Masa Depan (Memetri) di GIK UGM yang digelar Kementerian PUPR sebagai salah satu rangkaiannya, dapat menjadi sarana untuk mengingatkan masyarakat terkait pentingnya menjaga alam. "Kalau bukan kita siapa lagi?," kata dia.
Apalagi, kata dia, dalam kurun satu tahun terakhir untuk pertama kalinya dunia melampaui ambang batas pemanasan bumi 1,5 derajat Celsius yang ditetapkan Perjanjian Paris.
"Kita tahu bahwa sektor infrastruktur ini adalah salah satu sektor yang paling berdampak pada perubahan iklim ini ya, dan ini tentunya akan berpotensi menghambat pertumbuhan yang berkelanjutan," kata Diana.