Yogyakarta (ANTARA) - Stasiun Yogyakarta memiliki makna yang dalam pada perjalanan sejarah Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan perjuangan kemerdekaan.
Sebagai salah satu titik strategis, stasiun ini tidak hanya menjadi tempat transit transportasi, namun juga menjadi saksi bisu bagi berbagai peristiwa penting yang terjadi selama masa perjuangan melawan penjajahan.
Stasiun Yogyakarta dibangun oleh SS dan mulai dibuka pada tahun 12 Mei 1887. Tujuan awal dibangunnya stasiun Tugu adalah untuk kebutuhan pengangkutan hasil bumi dari daerah Jawa Tengah dan sekitarnya yang menghubungkan kota-kota Yogyakarta — Solo — Semarang.
Stasiun yang dulu dikenal dengan nama Tugu ini menjadi salah satu aset penting bagi perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kebebasan dari penjajahan kolonial di masa kemerdekaan.
Ada tiga peristiwa besar yang terjadi di stasiun ini, yaitu pemindahan pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta, pengangkutan mantan tawanan warga Belanda dan Jepang, serta kedatangan pasukan Siliwangi setelah Perjanjian Renville.
Kedatangan pemimpin RI dan pemindahan pusat pemerintahan sementara ke Yogyakarta
Pada tanggal 4 Januari 1946, Stasiun Yogyakarta saat itu sangat riuh dengan datangnya Ir. Soekarno, Moh. Hatta, dan beberapa pemimpin lainnya. Mereka menggunakan lokomotif seri C28 49 buatan pabrik Henschel, Jerman menuju Yogyakarta dalam rangka pemindahan sementara ibu kota Indonesia ke kota tersebut. Sambutan dari rakyat menambah kemeriahan suasana dan penuh harapan.
Kereta api pengangkut bekas tawanan Jepang dan Belanda
Tanggal 24 April 1946, melalui Stasiun Yogyakarta dilakukan proses pemulangan Allied Prisoneer War and Interneer (APWI) dengan dua moda transportasi (kereta api dan pesawat udara). APWI adalah tawanan yang terdiri dari pasukan Jepang dan Belanda. Empat hari kemudian, pada tanggal 28 April 1946 dilakukan pemberangkatan sejumlah kurang lebih 550 tawanan Jepang dengan kereta api dari Stasiun Yogyakarta ke Stasiun Manggarai di Jakarta dan dikawal langsung oleh Kompi Widodo dari Tentara Republik Indonesia (TRI).
Datangnya Pasukan Siliwangi
Pada peristiwa Long March Siliwangi, dilakukan pemindahan pasukan TNI dari Jawa Barat. Jawa Barat merupakan daerah yang saat era perjanjian Renville masih dikuasai Belanda. Hal tersebut menyebabkan pemerintah saat itu harus memindahkan aset yang ada di sana termasuk para pasukan TNI harus dipindahkan ke daerah yang telah ditentukan, inilah yang disebut peristiwa Long March Siliwangi.
Para pasukan ditujukan ke tiga daerah berbeda dengan transportasi yang berbeda pula, salah satunya menggunakan kereta api ke Yogyakarta. Para pasukan mulai menjalankan operasi dari tanggal 2 sampai 11 Februari 1948. Sesampainya di Stasiun Yogyakarta, para pasukan Siliwangi disambut hangat oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, Panglima Besar Jenderal Soedirman, Arudji Kartawinata, dan para warga setempat.
Krisbiyantoro mengatakan bahwa warisan sejarah yang terkandung di stasiun Yogyakarta merupakan bagian dari perjalanan panjang bangsa Indonesia menuju kemerdekaan. Sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai perjuangan yang terkandung dalam situs bersejarah ini," ungkap Krisbiyantoro.
"Kami mengajak seluruh masyarakat untuk semakin menghargai sejarah perjuangan bangsa, terutama dengan mengenal lebih dalam peran Stasiun Yogyakarta dalam perjuangan kemerdekaan. Semoga dengan semakin mengenal dan memahami sejarah, kita bisa terus menjaga semangat persatuan dan kesatuan demi kemajuan bangsa Indonesia," tutup Krisbiyantoro.
Sebagai salah satu titik strategis, stasiun ini tidak hanya menjadi tempat transit transportasi, namun juga menjadi saksi bisu bagi berbagai peristiwa penting yang terjadi selama masa perjuangan melawan penjajahan.
Stasiun Yogyakarta dibangun oleh SS dan mulai dibuka pada tahun 12 Mei 1887. Tujuan awal dibangunnya stasiun Tugu adalah untuk kebutuhan pengangkutan hasil bumi dari daerah Jawa Tengah dan sekitarnya yang menghubungkan kota-kota Yogyakarta — Solo — Semarang.
Stasiun yang dulu dikenal dengan nama Tugu ini menjadi salah satu aset penting bagi perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kebebasan dari penjajahan kolonial di masa kemerdekaan.
Ada tiga peristiwa besar yang terjadi di stasiun ini, yaitu pemindahan pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta, pengangkutan mantan tawanan warga Belanda dan Jepang, serta kedatangan pasukan Siliwangi setelah Perjanjian Renville.
Kedatangan pemimpin RI dan pemindahan pusat pemerintahan sementara ke Yogyakarta
Pada tanggal 4 Januari 1946, Stasiun Yogyakarta saat itu sangat riuh dengan datangnya Ir. Soekarno, Moh. Hatta, dan beberapa pemimpin lainnya. Mereka menggunakan lokomotif seri C28 49 buatan pabrik Henschel, Jerman menuju Yogyakarta dalam rangka pemindahan sementara ibu kota Indonesia ke kota tersebut. Sambutan dari rakyat menambah kemeriahan suasana dan penuh harapan.
Kereta api pengangkut bekas tawanan Jepang dan Belanda
Tanggal 24 April 1946, melalui Stasiun Yogyakarta dilakukan proses pemulangan Allied Prisoneer War and Interneer (APWI) dengan dua moda transportasi (kereta api dan pesawat udara). APWI adalah tawanan yang terdiri dari pasukan Jepang dan Belanda. Empat hari kemudian, pada tanggal 28 April 1946 dilakukan pemberangkatan sejumlah kurang lebih 550 tawanan Jepang dengan kereta api dari Stasiun Yogyakarta ke Stasiun Manggarai di Jakarta dan dikawal langsung oleh Kompi Widodo dari Tentara Republik Indonesia (TRI).
Datangnya Pasukan Siliwangi
Pada peristiwa Long March Siliwangi, dilakukan pemindahan pasukan TNI dari Jawa Barat. Jawa Barat merupakan daerah yang saat era perjanjian Renville masih dikuasai Belanda. Hal tersebut menyebabkan pemerintah saat itu harus memindahkan aset yang ada di sana termasuk para pasukan TNI harus dipindahkan ke daerah yang telah ditentukan, inilah yang disebut peristiwa Long March Siliwangi.
Para pasukan ditujukan ke tiga daerah berbeda dengan transportasi yang berbeda pula, salah satunya menggunakan kereta api ke Yogyakarta. Para pasukan mulai menjalankan operasi dari tanggal 2 sampai 11 Februari 1948. Sesampainya di Stasiun Yogyakarta, para pasukan Siliwangi disambut hangat oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, Panglima Besar Jenderal Soedirman, Arudji Kartawinata, dan para warga setempat.
Krisbiyantoro mengatakan bahwa warisan sejarah yang terkandung di stasiun Yogyakarta merupakan bagian dari perjalanan panjang bangsa Indonesia menuju kemerdekaan. Sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai perjuangan yang terkandung dalam situs bersejarah ini," ungkap Krisbiyantoro.
"Kami mengajak seluruh masyarakat untuk semakin menghargai sejarah perjuangan bangsa, terutama dengan mengenal lebih dalam peran Stasiun Yogyakarta dalam perjuangan kemerdekaan. Semoga dengan semakin mengenal dan memahami sejarah, kita bisa terus menjaga semangat persatuan dan kesatuan demi kemajuan bangsa Indonesia," tutup Krisbiyantoro.