Yogyakarta (ANTARA) - Pagi itu di ruang hemodialisa sebuah Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), sejumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tengah menjalani cuci darah.

Seluruhnya berbaring dengan selang berada di lengannya serta sebuah mesin yang berada tidak jauh dari tempat tidur masing-masing. Suasana hening, hanya sesekali dari satu mesin yang kemudian “berteriak” sebagai tanda membutuhkan kehadiran perawat yang standby di ruangan tersebut.

Di antara dari mereka, seorang pria bernama Agung Setiageng Sanjaya, duduk berlahan dari posisi berbaring. Laki-laki usia 39 tahun ini menyambut ramah dan menceritakan dua setengah tahun terakhir ini, dirinya divonis gagal ginjal.

Penyakit itu datang tanpa ia sadari, bermula dari hipertensi yang tak terkontrol dan tidak diobati secara rutin. Gejala awalnya hanya rasa tidak enak badan yang terus berulang, hingga akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit. Di sanalah ia mendapatkan vonis yang mengubah hidupnya.

Sebelum sakit, Agung adalah sosok pekerja keras. Sejak 2017, ia bekerja sebagai sopir online yang tak mengenal waktu, kerja dari pagi hingga larut malam. 

Baca juga: Gotong royong Program JKN bebaskan beban Desi Lembah Hati

Rutinitas yang berat dan target harian yang menantang membuat pola hidupnya tidak teratur. Makan seadanya, tidur larut, dan minim istirahat. 

Semua itu terjadi di masa ia masih hidup sendiri, belum berkeluarga. Kini ia memahami, bahwa gaya hidup seperti itulah yang perlahan menggerogoti tubuhnya.

“Saya kerja siang malam, nggak ada jam tetap. Namanya sopir online, target harus tercapai. Kadang makan di pinggir jalan, istirahat di mobil. Waktu itu belum menikah, jadi hidup ya semaunya saja,” kenangnya saat ditemui Senin (26/05).

Untungnya, di tengah hidup yang serba dinamis itu, Agung sudah menjadi peserta JKN dengan segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau yang biasa disebut peserta mandiri. Keputusan yang dulu diambil atas kesadaran akan risiko pekerjaan, kini terbukti menyelamatkan. 

Ia mengakui bahwa selama bertahun-tahun tidak pernah menggunakan layanan JKN, namun begitu penyakit datang, perlindungan itu menjadi penopang utama untuk bertahan.

Baca juga: Layanan kelas 2 rasa VIP gunakan Program JKN

Setelah divonis gagal ginjal, Agung harus menjalani hemodialisa rutin dua kali seminggu setiap Senin dan Kamis. Proses cuci darah tersebut berlangsung selama lima jam, dan menjadi aktivitas tetap dalam hidupnya kini. 

Selain itu, ia juga wajib mengonsumsi obat pengontrol tekanan darah serta menjalani kontrol medis secara berkala.

Di tengah perjuangan itu, Agung tetap bekerja sebagai sopir online, namun kini, iramanya jauh lebih terukur. Ia mengurangi jam kerja dan lebih menjaga waktu istirahat. 

Tidak lagi memaksakan diri seperti dahulu, karena ada yang lebih penting untuk ia jaga yakni keluarganya. Kini ia telah menikah dan memiliki dua anak, satu berusia lima tahun dan satu lagi masih balita.

“Sekarang yang diperjuangkan bukan cuma penghasilan, tapi juga kesehatan dan waktu untuk keluarga,” katanya.

Baca juga: Maria pun tenang karena semua ditanggung BPJS Kesehatan

Dengan penghasilan yang tidak pasti dan kebutuhan medis yang tak murah, keberadaan Program JKN yang dikelola oleh BPJS Kesehatan sangat dirasakannya sebagai penolong. 

Ia mengakui, bila harus menanggung sendiri biaya cuci darah, obat, dan pemeriksaan rutin, kondisinya tentu akan sangat berat secara ekonomi.

“Alhamdulillah Program JKN sangat membantu. Saya tidak tahu harus bagaimana kalau tidak ada jaminan ini,” kata Agung penuh syukur.

Kini Agung menerima takdir yang harus ia jalani dengan cara yang berbeda, namun semangatnya tetap sama, bahkan mungkin lebih kuat. 

Ia ingin terus bekerja, ingin terus berperan sebagai suami dan ayah untuk kedua anaknya. 

“Kalau dulu kejar target, sekarang juga mengejar sehat, karena itu cara terbaik untuk tetap ada buat keluarga,” kata Agung yang juga berharap kisahnya dapat jadi pembelajaran bagi pekerja dengan profesi yang sama dengannya.

Baca juga: Nol rupiah, Kristina manfaatkan Program JKN sejak awal


Pewarta : N008
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2025