Yogyakarta (ANTARA) - Kantor Imigrasi Kelas I TPI Yogyakarta membangun sistem deteksi dini di tingkat desa untuk mencegah maraknya keberangkatan pekerja migran Indonesia nonprosedural yang rawan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang dan penyelundupan manusia.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi DIY Junita Sitorus dalam keterangannya di Yogyakarta, Jumat, mengatakan desa binaan menjadi garda terdepan atau perisai dini untuk mencegah warga terjerumus dalam keberangkatan ilegal ke luar negeri.

"Desa binaan menjadi ujung tombak untuk mengantisipasi warga Indonesia berangkat ke luar negeri secara ilegal," jelasnya.

Menurut Junita, langkah pencegahan ini diperkuat dengan membentuk saluran komunikasi interaktif antarperangkat kelurahan, salah satunya melalui grup WhatsApp (WA) khusus.

Kanal tersebut dirancang sebagai sistem respons cepat terhadap informasi warga yang berencana ke luar negeri, sekaligus mempermudah konsultasi langsung terkait proses keimigrasian.

Baca juga: Imigrasi Yogyakarta menggagalkan pemberangkatan enam calon haji di YIA

Menurut dia, tak bisa dipungkiri bahwa menjadi pekerja migran tak lepas dari urusan keimigrasian, terutama dalam pengajuan permohonan paspor.

Oleh karena itu, sosialisasi terkait keimigrasian melalui program desa binaan turut diintensifkan demi memutus rantai kejahatan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan tindak pidana penyelundupan manusia (TPPM), mengingat para calon pekerja migran sangat rentan menjadi korban jika mengurus dokumen secara ilegal atau melalui jalur penyalur bermasalah.

"Adanya sosialisasi dan komunikasi yang terbuka ini diharapkan masyarakat dapat memahami bahaya berangkat ke luar negeri tanpa prosedur yang benar sehingga lebih terlindungi," tutur dia.

Junita menuturkan program desa binaan hadir untuk membimbing warga agar memahami prosedur permohonan paspor yang benar, pentingnya memegang paspor sah, dan cara mengidentifikasi risiko menjadi korban di negeri orang.

"Kabar baiknya, program ini sudah hampir menyentuh seluruh kabupaten/kota di DIY," katanya.

Baca juga: Imigrasi Yogyakarta menindak WNA asal Austria karena "overstay"

Ketua Tim Pembina Desa Imigrasi (Pimpasa) Yanuar Teguh Pratomo menambahkan bahwa edukasi di tingkat kelurahan memiliki peran strategis karena perangkat desa adalah pihak yang paling mengenal kondisi sosial warganya.

"Apalagi, proses menjadi pekerja migran Indonesia seringkali memerlukan persetujuan dari tingkat kelurahan," ujarnya.

Menurut dia, lokasi desa yang dekat dengan Bandara Internasional Yogyakarta (YIA), seperti Kalurahan (Kelurahan) Hargomulyo di Kulon Progo menjadi salah satu desa binaan karena dinilai rawan menjadi titik lintasan pekerja migran nonprosedural.

"Intinya desa binaan untuk penyebarluasan informasi dan sosialisasi keimigrasian untuk pencegahan TPPO dan TPPM," kata Yanuar.

Pelaksana Harian Lurah Hargomulyo Anton Yunianto menyambut baik keterlibatan langsung Imigrasi Yogyakarta dalam memberi edukasi warganya.

"Dari sekitar 8.100 orang penduduk Hargomulyo, tak sedikit yang pernah berprofesi sebagai pekerja migran. Meski jumlahnya kini berkurang karena regulasi pencabutan pekerja migran sektor rumah tangga," kata Anton.

Baca juga: Tak ada tambahan layanan fast track haji, Menag ingatkan pentingnya persiapan matang

Baca juga: 10 calon haji ilegal gunakan visa kerja dicegah terbang di Bandara Soetta


Pewarta : Luqman Hakim
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2025