Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah pribadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara nonaktif, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), pada Rabu (2/7). Hasil penggeledahan mengejutkan, uang tunai senilai Rp2,8 miliar dan dua senjata api ditemukan di lokasi tersebut.

“Jadi, di lokasi tersebut ditemukan uang cash (tunai) sejumlah 28 pak dengan nilai total sekitar Rp2,8 miliar,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Selain uang tunai, penyidik KPK turut mengamankan dua jenis senjata api, masing-masing pistol jenis Beretta dengan tujuh butir amunisi, serta satu senapan angin dengan dua pak peluru.

“Mengenai asal dari senjata api tersebut nanti akan didalami oleh penyidik, dan dikoordinasikan dengan pihak terkait, dalam hal ini pihak Kepolisian,” tambah Budi.

Tidak hanya rumah pribadi, tim penyidik juga menggeledah Kantor Dinas PUPR Sumut dan mengamankan sejumlah dokumen yang dinilai penting dalam proses penyidikan perkara dugaan korupsi yang tengah berjalan. 

Baca juga: KPK sebut kerugian negara Rp700 miliar pada kasus mesin EDC bank pemerintah

Budi menyatakan penggeledahan masih terus dilakukan di berbagai lokasi lain yang diyakini memiliki keterkaitan.

“KPK akan terus menelusuri terkait dengan bukti-bukti yang mungkin nanti juga berada di tempat-tempat lainnya, sehingga KPK masih terus melakukan penggeledahan,” tegasnya.

Langkah ini merupakan lanjutan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Kamis, 26 Juni 2025, terkait dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.

Setelah OTT, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka pada 28 Juni 2025. Mereka adalah: Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kadis PUPR Sumut; Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua merangkap PPK.

Baca juga: KPK panggil lagi ASN jadi saksi kasus pengerukan pelabuhan

Kemudian Heliyanto (HEL), PPK Satker PJN Wilayah I Sumut; M. Akhirun Efendi Siregar (KIR), Direktur Utama PT DNG; M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY), Direktur PT RN.

Perkara ini dibagi dalam dua klaster besar. Klaster pertama mencakup proyek pembangunan jalan di wilayah Dinas PUPR Sumut, khususnya ruas Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI dengan total anggaran mencapai Rp56,5 miliar (2023), Rp17,5 miliar (2024), dan beberapa proyek lanjutan tahun 2025.

Klaster kedua berkaitan dengan proyek Satker PJN Wilayah I Sumut, antara lain pembangunan Jalan Sipiongot–batas Labuhanbatu Selatan (Rp96 miliar) dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot (Rp61,8 miliar).

Jika ditotal, enam proyek dalam dua klaster ini bernilai sekitar Rp231,8 miliar.

Dalam konstruksi perkara, KPK menduga dua kontraktor, yakni M. Akhirun Efendi Siregar dan M. Rayhan Dulasmi Piliang, sebagai pemberi suap. Sementara, TOP dan RES diduga menjadi penerima suap dalam proyek klaster pertama. Di klaster kedua, penerima diduga adalah H.

Baca juga: KPK mulai panggil pihak swasta pada kasus gratifikasi MPR RI

Baca juga: KPK usut proses pengerukan alur pelayaran di tiga pelabuhan

 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPK sita Rp2,8 miliar dan 2 senpi dari rumah Kadis PUPR Sumut nonaktif

Pewarta : Rio Feisal
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2025