Pemerintah serius memperluas penggunaan biodiesel

id airlangga

Pemerintah serius memperluas penggunaan biodiesel

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (Foto Antara)

Jakarta (Antaranews Jogja) - Pemerintah serius memperluas penggunaan bauran minyak sawit dalam bahan bakar diesel atau biodiesel sebesar 20 persen (B20) untuk seluruh kendaraan bermesin diesel di Indonesia.

        Selain menghemat devisa, pemanfaatan bahan baku lokal tersebut juga bisa mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM).

        "Artinya, bahwa CPO (crude palm oil) ini bisa digunakan untuk energi tanpa memberikan tekanan kepada sektor pangan," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangannya di Jakarta, Minggu.

        Menperin menyampaikan, sebelumnya B20 hanya diwajibkan kepada kendaraan bersubsidi seperti kereta api.

        Namun nantinya, B20 akan wajib digunakan pada kendaraan nonsubsidi seperti alat-alat berat di sektor pertambangan antara lain traktor dan ekskavator.

        "Untuk itu, pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, yang hanya mengisyaratkan kewajiban B20 kepada kendaraan subsidi," jelasnya.

        Dalam pengkajiannya, lanjut dia, pihak swasta tentu akan dilibatkan.

        Menurut Airlangga, pasokan biodiesel nonsubsidi jumlahnya lebih besar daripada yang bersubsidi. Jumlah biodiesel nonsubsidi saat ini diproyeksikan mencapai 16 juta ton.

        "Berarti, ada penambahan 'demand' biofuel hingga 3,2 juta ton per tahun. Namun, tahapan teknisnya akan dibahas berapa lama ini bisa dicapai," paparnya.

        Airlangga menambahkan, Indonesia masih mencukupi bahan baku untuk produksi biodiesel yakni CPO (minyak sawit mentah).

        "Kapasitas CPO nasional mencapai 38 juta ton pada tahun 2017. Sebanyak 7,21 juta ton di antaranya untuk keperluan ekspor dan kebutuhan pangan nasional sebesar 8,86 juta ton," ungkapnya.

        Adapun rencana pengembangan jangka menengah setelah program B20 mandatori ini dilaksanakan pada subsidi dan nonsubsidi adalah mendorong industri biofuel 100 persen.

        Airlangga menyatakan, sudah ada teknologi untuk biofuel 100 persen dan teknologi yang sama dengan "fuel oil", sehingga tidak mengganggu kondisi teknis dari kendaraan bermotor, pembangkit, atau lainnya.

        Dengan demikian, akan terjadi substitusi impor dengan biofuel atau biodiesel yang 100 persen atau sering disebut sebagai "green diesel".

        "Jadi, kita beralih dari bio 20 persen dan ke depannya dalam jangka menengah, yang waktunya nanti pemerintah tentukan, menuju ke 'green diesel' atau 100 persen biodiesel. Dengan demikian kita menjadi mempunyai daya tahan atau kemandirian," katanya.

        Menperin menambahkan, hal ini sepenuhnya dikerjakan di dalam negeri dengan mengoptimalkan bahan baku lokal.

        Ia juga meyakini, upaya tersebut akan mempunyai efek positif yang berantai terhadap 17 juta petani dan 17 juta pekebun.

        "Jadi, inilah keberpihakan pemerintah agar kita terus mengembangkan ekonomi berbasis kemampuan sendiri," tegasnya.

        Dalam rapat terbatas, Presiden Joko Widodo mendorong jajarannya untuk terus mengoptimalkan penggunaan biodiesel dan energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional.

        Untuk itu, Presiden meminta campuran nabati dalam BBM ditingkatkan, sehingga bisa menghemat devisa untuk mengimpor BBM.

        "Saya mendapatkan informasi bahwa setiap hari kalau ini bisa kita lakukan, maka kita akan hemat kurang lebih 21 juta dolar AS per hari. Kalau betul-betul ini bisa kita laksanakan," ujarnya.

        Di hadapan para menteri peserta rapat, Jokowi menegaskan akan terus mengawasi penerapan penggunaan biodiesel tersebut, dengan menginstruksikan kementerian, lembaga, dan BUMN terkait agar menyiapkan secara detail pelaksanaannya.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024