Kemenkop temukan 20 koperasi membuka praktik pinjol ilegal

id Pinjol Ilegal,Kemenkop-UKM,Koperasi

Kemenkop temukan 20 koperasi membuka praktik pinjol ilegal

Tangkapan layar video penggerebekan perusahaan pinjaman online ilegal di wilayah Samirono, Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY, Kamis (14/10/2021) malam. (ANTARA/HO-Polda DIY)

Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan 20 koperasi yang membuka praktik pinjaman online (pinjol) ilegal dengan menggunakan fasilitas kantor (virtual office) di kawasan Tendean, Jakarta Selatan.

Kegiatan yang dilakukan pada selasa (26/10) tersebut merupakan penulusuran mendadak atau sidak sebagai upaya pembongkaran pinjol ilegal yang mengaku berbadan hukum koperasi.

“Ini disinyalir dibentuk oleh satu orang yang sekarang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim, berinisial JS,” tutur dia dalam konferensi pers secara virtual, Jakarta, Kamis.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh, lanjutnya, 20 koperasi itu didirikan pada tahun 2021 dan belum memperoleh izin usaha di bidang Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Adapun akta pendirian 20 koperasi juga dikatakan hanya menggunakan izin seorang notaris.
 

Pihaknya disebut juga mendapatkan informasi bahwa tersangka juga telah mendirikan beberapa koperasi lain dengan alamat yang berbeda.

Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Koperasi dan UKM No. 15 tahun 2021 dinyatakan bahwa KSP harus memiliki tempat usaha yang jelas dan harus menampilkan papan nama, baik di kantor pusat maupun di kantor jaringan. Karena itu, penggunaan virtual office sebagai KSP tak memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku.

Dalam sidak, dinyatakan pihaknya telah mengingatkan kepada pengelola bahwa fasilitas virtual office tak boleh digunakan sebagai kantor simpan pinjam. “Tak boleh tersembunyi atau tak diketahui, karena ini upaya membangun transparansi dan akuntabilitas,” utaranya.
 

Zabadi juga menyampaikan beberapa modus yang biasa digunakan pinjol ilegal, yaitu melakukan penawaran dari berbagai media sosial, menggunakan nama koperasi tertentu bahkan tak jarang dengan nama koperasi yang sudah ada (existing). Kemudian, pencatutan nama koperasi yang telah memperoleh izin.

“Ini diindikasikan dari pihak penyidik, bahwa pelaku yang melakukan praktik pinjol ilegal bahkan melakukan jual-beli badan hukum koperasi. Sehingga, koperasi yang digunakan bukanlah koperasi yang sebenarnya,” sebut dia.

Selain itu, tak jarang pinjol ilegal mengklaim bahwa telah diawasi oleh pemegang otoritas seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan memasang logo koperasi atau logo dari Kemenkop-UKM.

“Tak bisa dipungkiri bahwa sebagian praktik ilegal ini betul-betul dilakukan oleh koperasi yang telah memiliki badan hukum, tetapi dalam kegiatannya tak sesuai dengan prinsip koperasi,” tukas Zabadi.

Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024