Jakarta (ANTARA Jogja) - Bagi sejumlah pebulu tangkis asing, Istora Gelora Bung Karno adalah tempat yang "angker" dan mengerikan untuk bertanding.

Bukan karena stadion tertutup yang sudah cukup berumur itu banyak hantunya, melainkan karena penontonnya yang ganas dan selalu riuh sepanjang pertandingan.

Namun bagi pebulu tangkis Denmark, Peter Gade (36), bertanding di Istora Gelora Bung Karno memberi kesan tersendiri dibanding   bertanding di mana pun di belahan bumi ini.

"Saya selalu menikmati setiap bermain di sini. Ini adalah salah   satu sosok besar dari bulu tangkis," kata pebulu tangkis kelahiran Aalborg, 14 Desember 1976 itu.

"Setiap kali saya datang ke sini, saya merasa itu akan menjadi kenangan. Saya selalu merasa seperti itu," tambah pemain peringkat lima dunia itu.

Sayangnya, pada Djarum Indonesia Open Super Series Premier 2012 ini, lima kali juara Eropa itu harus pulang lebih awal karena disingkirkan oleh pebulu tangkis tuan rumah Sony Dwi Kuncoro pada putaran pertama.

Tentu saja saya ingin menang, tetapi saya menikmati pertandingan tersebut, dan ini terakhir kali saya berada di  sini," katanya.

Ia mengaku senang bertanding melawan Sony meskipun ia mengalami kekalahan.

"Saya senang memainkan pertandingan terakhir saya melawan Sony. Meskipun ini putaran pertama, tidak masalah. Tetapi intensitasnya seperti  sudah final. Saya menikmatinya. Saya akan senang mengenangnya," tambah 10 kali juara Copenhagen Masters tersebut.

"Saya sangat menikmati penontonnya untuk yang terakhir kali. Mereka luar biasa. Saya menikmati momen ini," tambah pemain terbaik versi Federasi Bulu Tangkis Internasional (IBF) pada 1998 itu.

Momen terindah di Istora dirasakan ayah dua putri, Nanna (8) dan Alma (4) itu tahun lalu, saat ia mencapai final di turnamen Indonesia Open Super Series Premier.

Dan semua itu akan menjadi kenangan ketika ia memutuskan untuk menyudahi karirnya yang cemerlang sebagai atlet pada akhir tahun ini.

Ia mengatakan, Olimpiade London yang akan berlangsung bulan depan akan menjadi event besar terakhir yang ia ikuti, dan ia berharap dapat mencetak prestasi yang baik di ibukota Inggris tersebut.

Meski demikian, masih ada beberapa turnamen yang akan ia ikuti sebelum benar-benar menggantung raket dan menghabiskan waktu bersama "gadis-gadisnya" di rumah atau mendengarkan musik kesukaannya.

"Saya akan main di Jepang, Denmark dan Prancis Open, dan terakhir di Copenhagen Masters pada Desember," ujar penikmat lagu-lagu milik Pink Floyd dan Bob Dylan itu.

 Kembali ke soal Istora, stadion tertutup yang dibangun sejak 24 Agustus 1962, Peter berharap turnamen Indonesia Open tetap digelar di sana.

"Anda harus mempertahankan Indonesia Open di sini dengan berbagai cara. Perbaiki tempat ini. Anda punya begitu banyak tradisi dan kenangan di sini," katanya.

Apalagi setelah turnamen tersebut naik ke level Super Series Premier yang mengharuskan sepuluh pemain peringkat teratas ambil bagian. "Banyak pemain-pemain hebat bermain di sini," katanya.

"Saya senang berada di sini, saya menanti mungkin akan datang lagi ke sini sebagai pelatih," tambah juara All England 1999 yang menyukai kub sepak bola asal Inggris Liverpool itu.

    (F005)


    


Pewarta :
Editor : Heru Jarot Cahyono
Copyright © ANTARA 2024