Yogyakarta (ANTARA Jogja)- Museum Manusia Purba Sangiran di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, akan menambah tiga klaster museum baru sebagai upaya pengembangan koleksi museum.
Seksi Pengembangan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran Muhammad Hidayat di Yogyakarta, Kamis, mengatakan penambahan museum baru, dilakukan sebagai upaya pengembangan dan kebutuhan museum untuk menampung temuan-temuan baru di desa Sangiran.
"Upaya penambahan klaster memang diwujudkan sebagai kebutuhan kami untuk menampung temuan-temuan baru selain pengembangan itu sendiri,"kata Hidayat.
Hidayat mengungkapkan pembangunan tiga klaster museum baru yang saat ini tengah dilakukan diprediksi akan bisa dibuka untuk umum pada 2014 mendatang.
Museum baru tersebut, kata dia, dibangun di atas lokasi
penelitian yang paling banyak terdapat temuan-temuan fosil.
Tiga klaster Baru di situs Sangiran tersebut, kata dia, memiliki karakter tema yang berbeda di antaranya klaster Dayu yaitu klaster yang menyimpan koleksi-koleksi peralatan manusia purba yang terbuat dari batu sebagai perkakas untuk berburu, meramu atau bercocok tanam berumur jutaan tahun.
"Di museum Dayu saat ini sedang dibangun yang di dalamnya terdapat alat-alat manusia purba paling tua berumur 1,2 juta tahun yang lalu,"katanya.
Kemudian untuk Klaster Ngebug didalamnya akan memuat kronologi sejarah penemuan situs Sangiran hingga saat ini.
Sementara Klaster Bukuran, lanjut dia, akan dipamerkan proses evolusi manusia purba hingga manusia modern zaman sekarang.
Klaster yang ada saat ini, kata dia, adalah Klaster Krikilan yang hingga saat ini memuat kurang lebih 31 ribu situs purba.
Luas area Situs Sangiran, jelas dia, kurang lebih 56 km persegi atau 5.600 hektare meliputi 22 desa di Kalijambe, Plupuh, Gemolong dan Gondangrejo.
Sebanyak 22 Desa tersebut, kata dia, hingga saat ini masih berpotensi ditemukan banyak fosil-fosil baru yang berumur ribuan tahun.
Menurut dia, situs purba yang berhasil ditemukan di Sangiran baru 20 persen dari potensi temuan-temuan lain yang masih ada di dalam tanah.
"Kami juga melibatkan masyarakat yang tinggal di desa-desa tersebut untuk bersama-sama menemukan fosil-fosil baru, saat ini masih 80 persen potensi temuan yang belum kita garap,"katanya.
(T.KR-LQH)
Seksi Pengembangan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran Muhammad Hidayat di Yogyakarta, Kamis, mengatakan penambahan museum baru, dilakukan sebagai upaya pengembangan dan kebutuhan museum untuk menampung temuan-temuan baru di desa Sangiran.
"Upaya penambahan klaster memang diwujudkan sebagai kebutuhan kami untuk menampung temuan-temuan baru selain pengembangan itu sendiri,"kata Hidayat.
Hidayat mengungkapkan pembangunan tiga klaster museum baru yang saat ini tengah dilakukan diprediksi akan bisa dibuka untuk umum pada 2014 mendatang.
Museum baru tersebut, kata dia, dibangun di atas lokasi
penelitian yang paling banyak terdapat temuan-temuan fosil.
Tiga klaster Baru di situs Sangiran tersebut, kata dia, memiliki karakter tema yang berbeda di antaranya klaster Dayu yaitu klaster yang menyimpan koleksi-koleksi peralatan manusia purba yang terbuat dari batu sebagai perkakas untuk berburu, meramu atau bercocok tanam berumur jutaan tahun.
"Di museum Dayu saat ini sedang dibangun yang di dalamnya terdapat alat-alat manusia purba paling tua berumur 1,2 juta tahun yang lalu,"katanya.
Kemudian untuk Klaster Ngebug didalamnya akan memuat kronologi sejarah penemuan situs Sangiran hingga saat ini.
Sementara Klaster Bukuran, lanjut dia, akan dipamerkan proses evolusi manusia purba hingga manusia modern zaman sekarang.
Klaster yang ada saat ini, kata dia, adalah Klaster Krikilan yang hingga saat ini memuat kurang lebih 31 ribu situs purba.
Luas area Situs Sangiran, jelas dia, kurang lebih 56 km persegi atau 5.600 hektare meliputi 22 desa di Kalijambe, Plupuh, Gemolong dan Gondangrejo.
Sebanyak 22 Desa tersebut, kata dia, hingga saat ini masih berpotensi ditemukan banyak fosil-fosil baru yang berumur ribuan tahun.
Menurut dia, situs purba yang berhasil ditemukan di Sangiran baru 20 persen dari potensi temuan-temuan lain yang masih ada di dalam tanah.
"Kami juga melibatkan masyarakat yang tinggal di desa-desa tersebut untuk bersama-sama menemukan fosil-fosil baru, saat ini masih 80 persen potensi temuan yang belum kita garap,"katanya.
(T.KR-LQH)