Bantul (Antara Jogja) - Perajin blangkon atau penutup kepala khas jawa dengan motif batik dari Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, memasarkan produk mereka ke berbagai daerah.

"Selain permintaan dari Kota Yogyakarta dan sekitarnya, permintaan juga datang dari Solo (Jawa Tengah), bahkan dari Jawa Barat, Jakarta, Lampung, hingga Kalimantan," kata perajin blangkon dari Pedukuhan Kentolan Kidul, Desa Guwosari, Sumaryadi di Bantul, Kamis.

Menurut dia, permintaan blangkon dari luar daerah sesuai dengan model dan gaya yang dipesan konsumen daerah itu, misalnya dari Kota Yogyakarta, blangkon model mataraman, sementara dari Surakarta gaya Solo, kemudian gaya Bali, Sunda, Betawi, dan Kalimantan.

Dalam sebulan, pria berusia 45 tahun yang dibantu sekitar 20 orang pekerja tersebut, mampu memproduksi antara 750 sampai 1.000 blangkon berbagai model. "Sekitar 25 persennya dipasarkan ke luar Bantul, sementara sisanya untuk memenuhi pesanan dari sekitar Yogyakarta," katanya.

Ia mengatakan ada yang dari konsumen pribadi langsung, dari wisatawan, namun ada juga dari seniman. "Bahkan pernah ada pejabat di Polda Metro Jaya Jakarta pesan di tempat saya," kata suami Nur Janah yang saat ini telah dikarunai dua putra tersebut.

Usaha memproduksi blangkon ini sudah dijalani Sumaryadi sejak sekitar 15 tahun lalu atau pada 1999. Usaha tersebut dirintis karena produsen tempat dia bekerja sebelumnya tutup dan memaksanya mendirikan usaha sendiri untuk mencukupi kebutuhan harian.

"Kalau menggelutinya sejak saya masih remaja, namun mulai merintis usaha sendiri sejak 15 tahun lalu, awalnya cuma berdua sama istri, namun saat ini ada sekitar 23 karyawan. Itu sudah termasuk tenaga borongan (dikerjakan di rumah)," katanya.

Sumaryadi mengaku tidak menemui kendala dalam menjalankan usaha produski blangkon, dan pesaing yang ada di beberapa daerah bagi dirinya juga tidak masalah, karena menurutnya setiap perajin mempunyai ciri khas masing-masing dalam produksi.

"Harga blangkon kami bervariasi, mulai dari Rp20.000 hingga Rp80.000 per buah untuk kualitas standar, serta Rp100.000 hingga Rp250.000 untuk kualitas bagus. Bedanya pada kualitas batik yang digunakan, serta proses pembuatannya, dilem atau dijahit," katanya.

(KR-HRI)

Pewarta : Oleh Heri Sidik
Editor :
Copyright © ANTARA 2024