Denpasar (Antara Jogja) - Maestro seni lukis DR HC Nyoman Gunarsa (70) hingga kini masih terbaring dalam perawatan di wing internasional Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, akibat serangan stroke ringan yang dideritanya sejak 24 November 2014.
"Kesehatannya secara berangsur-angsur pulih kembali, dua-tiga hari terakhir, maestro seni lukis asal Klungkung itu sudah mulai bisa menggerakkan tangannya dan mampu kembali membuat sketsa," ujar Gunarsa ketika dibezuk sejumlah sehabatnya, Rabu.
Ia mengatakan, tim dokter yang menanganinya menyarankan agar melatih memegang pensil, dan menggambar.
"Untuk itu dokter dan perawat, saya buatkan sketsanya," ujar Gunarsa. Ketika dibezuk sejumlah sahabatnya, wajah Nyoman Gunarsa mulai ceria, satu demi satu pengunjungnya disalami dengan memegang jemari rapat-erat, menunjukkan dia sudah sehat.
"Saya bersyukur kepada Tuhan dan doa teman-teman, tangan yang semula tidak bisa digerakkan, sekarang mulai seperti normal," kata ayah seorang putra dan dua putri itu.
Ia menuturkan, ketika pertama menderita stroke, lidah dan tangannya kaku tidak bisa digerakkan sehingga sulit makan. Kini, sudah bisa minum dan pegang gelas sendiri, menikmati juice buah.
Gunarsa yang sukses menggelar pameran di tingkat lokal Bali, nasional maupun internasional sejak 1998 hingga sekarang empat kali terserang penyakit stroke.
"Berkat semangat yang besar, dan berkat doa teman-teman, beliau selalu sehat kembali dan dapat berkarya lagi untuk dunia seni lukis Bali khususnya dan budaya Bali pada umumnya," ujar Made Wija, Sekretaris pribadi Nyoman Gunarsa.
Koleganya dari Jerman pasangan suami istri Peter dan Frederike Volkersengaja datang ke Bali untuk memberikan dukungan dan doa bagi kesembuhan Sang Maestro.
Menurut Made Wija, pasangan Peter dan Frederike pernah mengajak Gunarsa melakukan "road show" seni lukis di beberapa kota besar di Jerman seperti Hamburg dan Frankfurt.
Tokoh Bali, seperti Pande Suteja Neka juga sudah membezuk untuk memberikan dukungan kesehatan Gunarsa.
Seniman seni Lukis Klasik Bali bersama sejumlah budayawan dan cendekiawan Bali, Nyoman Guansa kini sedang berusaha untuk menjadikan seni lukis klasik Bali sebagai warisan budaya nasional.
Langkah itu ditempuh dengan menggelar seminar dan berbagai pemikiran dalam seminar sudah disampaikan ke Mendikbud untuk mencatatkan seni lukis klasik Bali sebagai warisan budaya nasional.
Gunarsa juga sedang menyiapkan penerbitan buku seni lukis klasik Bali yang mengungkapkan berbagai aspek seperti sejarah, filosofi, estetika, dan makna, sebagai bagian dari usulan menjadi warisan budaya nasional.
Dalam buku itu, termuat juga tulisan sarjana luar negeri. "Target kita, agar senilukis klasik kita dicatat sebagai warisan budaya dunia," ujar Gunarsa semangat.
Jika diberikan kesehatan, dia akan terus berjuang agar seni lukis klasik Bali bisa dicatat oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia tak-benda (intangible heritage) sebagai bentuk kontribusi Bali kepada peradaban dunia.
"Saya percaya diri karena selain dari teman-teman di Bali, gagasan ini juga didukung sarjana luar yang cinta akan Bali," katanya sambil menyebutkan beberapa nama seperti Prof Peter Worsley dan Dr Siobhan Campbell dari Australia, yang banyak meneliti seni lukis klasik Bali dari pendekatan seni dan sosial budaya. (I006)
"Kesehatannya secara berangsur-angsur pulih kembali, dua-tiga hari terakhir, maestro seni lukis asal Klungkung itu sudah mulai bisa menggerakkan tangannya dan mampu kembali membuat sketsa," ujar Gunarsa ketika dibezuk sejumlah sehabatnya, Rabu.
Ia mengatakan, tim dokter yang menanganinya menyarankan agar melatih memegang pensil, dan menggambar.
"Untuk itu dokter dan perawat, saya buatkan sketsanya," ujar Gunarsa. Ketika dibezuk sejumlah sahabatnya, wajah Nyoman Gunarsa mulai ceria, satu demi satu pengunjungnya disalami dengan memegang jemari rapat-erat, menunjukkan dia sudah sehat.
"Saya bersyukur kepada Tuhan dan doa teman-teman, tangan yang semula tidak bisa digerakkan, sekarang mulai seperti normal," kata ayah seorang putra dan dua putri itu.
Ia menuturkan, ketika pertama menderita stroke, lidah dan tangannya kaku tidak bisa digerakkan sehingga sulit makan. Kini, sudah bisa minum dan pegang gelas sendiri, menikmati juice buah.
Gunarsa yang sukses menggelar pameran di tingkat lokal Bali, nasional maupun internasional sejak 1998 hingga sekarang empat kali terserang penyakit stroke.
"Berkat semangat yang besar, dan berkat doa teman-teman, beliau selalu sehat kembali dan dapat berkarya lagi untuk dunia seni lukis Bali khususnya dan budaya Bali pada umumnya," ujar Made Wija, Sekretaris pribadi Nyoman Gunarsa.
Koleganya dari Jerman pasangan suami istri Peter dan Frederike Volkersengaja datang ke Bali untuk memberikan dukungan dan doa bagi kesembuhan Sang Maestro.
Menurut Made Wija, pasangan Peter dan Frederike pernah mengajak Gunarsa melakukan "road show" seni lukis di beberapa kota besar di Jerman seperti Hamburg dan Frankfurt.
Tokoh Bali, seperti Pande Suteja Neka juga sudah membezuk untuk memberikan dukungan kesehatan Gunarsa.
Seniman seni Lukis Klasik Bali bersama sejumlah budayawan dan cendekiawan Bali, Nyoman Guansa kini sedang berusaha untuk menjadikan seni lukis klasik Bali sebagai warisan budaya nasional.
Langkah itu ditempuh dengan menggelar seminar dan berbagai pemikiran dalam seminar sudah disampaikan ke Mendikbud untuk mencatatkan seni lukis klasik Bali sebagai warisan budaya nasional.
Gunarsa juga sedang menyiapkan penerbitan buku seni lukis klasik Bali yang mengungkapkan berbagai aspek seperti sejarah, filosofi, estetika, dan makna, sebagai bagian dari usulan menjadi warisan budaya nasional.
Dalam buku itu, termuat juga tulisan sarjana luar negeri. "Target kita, agar senilukis klasik kita dicatat sebagai warisan budaya dunia," ujar Gunarsa semangat.
Jika diberikan kesehatan, dia akan terus berjuang agar seni lukis klasik Bali bisa dicatat oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia tak-benda (intangible heritage) sebagai bentuk kontribusi Bali kepada peradaban dunia.
"Saya percaya diri karena selain dari teman-teman di Bali, gagasan ini juga didukung sarjana luar yang cinta akan Bali," katanya sambil menyebutkan beberapa nama seperti Prof Peter Worsley dan Dr Siobhan Campbell dari Australia, yang banyak meneliti seni lukis klasik Bali dari pendekatan seni dan sosial budaya. (I006)