Yogyakarta (Antara Jogja) - Partai politik Islam di Indonesia perlu kembali memperkuat pelembagaan partai untuk mengurangi potensi penurunan suara di setiap ajang pemilihan umum, kata seorang akademisi.
"Semakin lembaganya kuat semakin mampu merangkul konstituen serta memiliki cara untuk memenangkan pemilihan umum (pemilu)," kata mahasiswa S3 Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Husnan Bey Fanannie di Yogyakarta, Sabtu.
Saat mempertahankan disertasinya untuk meraih gelar doktor dalam Ilmu Agama Islam di Sekolah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Husnan mengatakan partai Islam kontemporer di Indonesia saat ini cenderung mengalami pelemahan dalam aspek kelembagaan.
Hal itu, menurut dia, rentan mengakibatkan munculnya praktik transaksional di luar kendali serta tercerabutnya gerakan partai dari ideologinya sendiri.
"Seiring perkembangan globalisasi, kelembagaan partai memang menunjukkan penurunan," kata Husnan yang juga salah satu pengurus struktural Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Menurut dia, naik turunnya perolehan suara partai politik Islam dalam pemilu akhir-akhir ini harus menjadi bagian dari evaluasi yang mendalam bagi partai untuk mengetahui sejauh mana tingkat pelembagaan politik.
Sementara itu, dengan mengambil studi kasus pada tubuh Partai Persatuan Pembangunan tahun 1999-2014, Husnan menilai dinamika internal di tubuh partai berlambang ka`bah tersebut juga tidak jauh dari goyahnya pelembagaan partai.
Lemahnya pelembagaan partai itu akhirnya menumbuhkan faksi-faksi yang saling mengklaim keabsahan masing-masing disertai dengan keluarnya beberapa elite partai.
Padahal, kata Husnan, apabila dibarengi dengan sistem pelembagaan yang baik, partai yang erat dengan model kepemimpinan kharismatik (charismatic leadership) berbasis pesantren tersebut memiliki kekuatan tersendiri untuk merangkul konstituen sebanyak-banyaknya, jika dibandingkan partai sekuler.
"Kepemimpinan kharismatik yang sangat kuat kultur ke-islamannya dalam konteks PPP memang seharusnya lebih mampu membangun kelembagaannya dengan sempurna," kata Husnan yang juga merupakan calon Duta Besar RI untuk Azerbaijan itu.
Faktor kepemimpinan, menurut dia, penting dimasukkan sebagai parameter dalam mengukur tingkat pelembagaan partai politik.
Pada tahap pendirian partai politik, para pemimpin partai baik yang kharismatik atau tidak, menurut dia, memiliki peran sentral dalam menyampaikan ideologi yang akan dianut, menetapkan basis organisasi, memetakan wilayah sasaran serta menyusun bentuk organisasi dengan mempertimbangkan sumber daya, kondisi sosial ekonomi dan politik yang beragam.
Menurut Husnan kajian terhadap partai politik Islam sangat diperlukan di Indonesia, karena konteks masyarakat Indonesia yang lekat dengan Islam menjadikan partai politik Islam akan terus hadir dalam pertumbuhan demokratisasi kontemporer.
Dalam uji disertasi yang juga dihadiri Ketua Umum DPP PPP versi muktamar Surabaya, Romahurmuziy serta Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin tersebut, Husnan dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan dan berhak menyandang gelar doktor.
(T.L007)
"Semakin lembaganya kuat semakin mampu merangkul konstituen serta memiliki cara untuk memenangkan pemilihan umum (pemilu)," kata mahasiswa S3 Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Husnan Bey Fanannie di Yogyakarta, Sabtu.
Saat mempertahankan disertasinya untuk meraih gelar doktor dalam Ilmu Agama Islam di Sekolah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Husnan mengatakan partai Islam kontemporer di Indonesia saat ini cenderung mengalami pelemahan dalam aspek kelembagaan.
Hal itu, menurut dia, rentan mengakibatkan munculnya praktik transaksional di luar kendali serta tercerabutnya gerakan partai dari ideologinya sendiri.
"Seiring perkembangan globalisasi, kelembagaan partai memang menunjukkan penurunan," kata Husnan yang juga salah satu pengurus struktural Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Menurut dia, naik turunnya perolehan suara partai politik Islam dalam pemilu akhir-akhir ini harus menjadi bagian dari evaluasi yang mendalam bagi partai untuk mengetahui sejauh mana tingkat pelembagaan politik.
Sementara itu, dengan mengambil studi kasus pada tubuh Partai Persatuan Pembangunan tahun 1999-2014, Husnan menilai dinamika internal di tubuh partai berlambang ka`bah tersebut juga tidak jauh dari goyahnya pelembagaan partai.
Lemahnya pelembagaan partai itu akhirnya menumbuhkan faksi-faksi yang saling mengklaim keabsahan masing-masing disertai dengan keluarnya beberapa elite partai.
Padahal, kata Husnan, apabila dibarengi dengan sistem pelembagaan yang baik, partai yang erat dengan model kepemimpinan kharismatik (charismatic leadership) berbasis pesantren tersebut memiliki kekuatan tersendiri untuk merangkul konstituen sebanyak-banyaknya, jika dibandingkan partai sekuler.
"Kepemimpinan kharismatik yang sangat kuat kultur ke-islamannya dalam konteks PPP memang seharusnya lebih mampu membangun kelembagaannya dengan sempurna," kata Husnan yang juga merupakan calon Duta Besar RI untuk Azerbaijan itu.
Faktor kepemimpinan, menurut dia, penting dimasukkan sebagai parameter dalam mengukur tingkat pelembagaan partai politik.
Pada tahap pendirian partai politik, para pemimpin partai baik yang kharismatik atau tidak, menurut dia, memiliki peran sentral dalam menyampaikan ideologi yang akan dianut, menetapkan basis organisasi, memetakan wilayah sasaran serta menyusun bentuk organisasi dengan mempertimbangkan sumber daya, kondisi sosial ekonomi dan politik yang beragam.
Menurut Husnan kajian terhadap partai politik Islam sangat diperlukan di Indonesia, karena konteks masyarakat Indonesia yang lekat dengan Islam menjadikan partai politik Islam akan terus hadir dalam pertumbuhan demokratisasi kontemporer.
Dalam uji disertasi yang juga dihadiri Ketua Umum DPP PPP versi muktamar Surabaya, Romahurmuziy serta Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin tersebut, Husnan dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan dan berhak menyandang gelar doktor.
(T.L007)