Bantul, (Antara Jogja) - Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan menyesuaikan Rencana Tata Ruang Wilayah mengenai pengembangan kawasan pantai selatan dengan regulasi yang dimiliki pemerintah DIY.

"Kami segera revisi dan menyesuaikan RTRW tentang pengembangan pantai selatan supaya nyambung, agar kalau ada program-program bisa dapat akses ke DIY," kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Bantul, Tri Saktiyana di Bantul, Minggu.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul bersama Pemda DIY memiliki rencana pengembangan pantai selatan provinsi ini, dan menjelang 2016, pihaknya bersiap menyingkronkan regulasi mengenai pengembangan kawasan pesisir tersebut.

Ia mengatakan, rencana pengembangan kawasan pantai selatan juga tidak lepas adanya Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) yang melintasi tiga kabupaten di DIY, yakni Bantul, Kulon Progo dan Guung Kidul, sehingga masing-masing RTRW perlu disesuaikan.

Tri Saktiyana mengatakan, Bantul juga menunggu adanya revisi RTRW DIY pada 2016 yang akan memastikan pengembangan pantai selatan akan dirancang seperti apa, karena dalam pengembangan kawasan dengan adanya JJLS akan melibatkan banyak wilayah.

"Supaya masalah pantai selatan ada interkoneksi antar-kabupaten, Kulon Progo kan ada industri, bandara baru juga, Bantul fokus pariwisata, Gunung Kidul juga pariwisata," katanya.

Sementara itu, mengenai masih banyaknya tambak udang tidak berizin di kawasan pantai selatan Bantul yang juga dianggap merusak lingkungan, pada tahun ini kebijakan Pemkab Bantul adalah mengendalilkan agar tambak-tambak baru tidak lagi muncul.

"Harus dikendalikan dan kemudian butuh pemulihan, mungkin di tahun depan. Kita berharap dengan kepemimpinan (bupati) yang baru kita akan tata lebih tegas," katanya.

Sebelumnya, Kabid Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bantul, Sunarso, mengatakan keberadaan tambak udang yang mangkrak berimbas pada banyak hal, misalnya ketidaknyamanan dari sisi pariwisata.

Menurut dia, permasalahan lain adalah lahan bekas tambak juga sulit untuk dikembalikan menjadi lahan pertanian karena sudah tercemar unsur haranya dan butuh upaya pemulihan agar kembali bisa dimanfaatkan untuk pertanian.

"Reklamasi butuh biaya tidak sedikit, ketika reklamasi jadi tanggungjawab masyarakat sendiri tidak masalah, namun kalau ditinggal pergi begitu saja akan jadi masalah," katanya.***1***

(KR-HRI)


Pewarta : Heri Sidik
Editor : Victorianus Sat Pranyoto
Copyright © ANTARA 2024