Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Minerel (PUP-ESDM) DIY menegaskan wacana mengenai pembangunan jalur tol yang akan menghubungkan wilayah Yogyakarta dengan Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulon Progo belum masuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DIY.
"Seperti dikabarkan di koran Pak Gubernur (Sultan HB X) tidak setuju tol, lha di dalam tata ruang itu tidak ada kok tol Yogyakarta-Bandara (YIA)," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Minerel (PUP-ESDM) DIY Hananto Hadi Purnomo dalam acara Syawalan Wartawan dengan Humas Biro UHP Setda DIY di Yogyakarta, Rabu.
Menurut Hananto, segala sesuatu yang berkaitan dengan infrastruktur harus mengacu pada RTRW. Hingga saat ini, rencana pembangunan yang sudah ada dalam RTRW DIY bukan tol Yogyakarta-YIA, melainkan tol Yogyakarta-Cilacap yang melewati Kulon Progo.
Selain belum tercantum dalam RTRW, menurut dia, wacana pembangunan tol Yogyakarta-Bandara YIA bahkan belum ada dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).
"Jadi Pak Gubernur ngomong tidak setuju tol Yogyakarta-Bandara, lha tidak ada acuannya kok," kata dia.
Hananto menjelaskan dalam pembangunan infrastruktur khususnya jalan tol, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mempertimbangkan sejumlah hal, di antaranya lokasi pembangunannya tidak boleh menerjang situs arkeologis. "Itu harga mati tidak boleh tertabrak. Dari awal Pak Gubernur menyampaikan tolong kamu perhatikan betul situs arkeologis," kata dia.
Pertimbangan kedua, lanjut Hananto, adalah persoalan keterbatasan lahan di DIY, terutama lahan pertanian berkelanjutan atau lahan pangan. Oleh sebab itu, Gubernur DIY meminta pembangunan tol seminimal mungkin memakan lahan.
Selain itu, menurut dia, tol yang akan dibangun harus dipastikan memberikan manfaat serta mampu memacu pertumbuhan ekonomi yang bisa langsung dirasakan oleh masyarakat DIY.
"Pak Gubernur itu selalu memikirkan masyarakat beliau. Pertama kali yang jadi perhatian beliau, masyarakatku 'entuk opo' (dapat apa) jika ada infrastruktur dibangun di situ," kata dia.
Terakhir, kata Hananto, pembangunan tol jangan sampai memisahkan komunitas yang sudah terbentuk di tengah-tengah masyarakat. "Karena kita semua tahu, ketika jalan tol itu dibangun, 'dipageri kiwo nengen' (dipagari di kanan dan kiri jalan) masyarakat tidak bisa menyeberang. Artinya kalau itu menerjang kampung, kampung yang tadi mestinya satu kesatuan menjadi terbelah," kata dia.
Baca juga: Masyarakat di kawasan proyek jalan tol berharap ganti rugi yang layak
"Seperti dikabarkan di koran Pak Gubernur (Sultan HB X) tidak setuju tol, lha di dalam tata ruang itu tidak ada kok tol Yogyakarta-Bandara (YIA)," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Minerel (PUP-ESDM) DIY Hananto Hadi Purnomo dalam acara Syawalan Wartawan dengan Humas Biro UHP Setda DIY di Yogyakarta, Rabu.
Menurut Hananto, segala sesuatu yang berkaitan dengan infrastruktur harus mengacu pada RTRW. Hingga saat ini, rencana pembangunan yang sudah ada dalam RTRW DIY bukan tol Yogyakarta-YIA, melainkan tol Yogyakarta-Cilacap yang melewati Kulon Progo.
Selain belum tercantum dalam RTRW, menurut dia, wacana pembangunan tol Yogyakarta-Bandara YIA bahkan belum ada dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).
"Jadi Pak Gubernur ngomong tidak setuju tol Yogyakarta-Bandara, lha tidak ada acuannya kok," kata dia.
Hananto menjelaskan dalam pembangunan infrastruktur khususnya jalan tol, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mempertimbangkan sejumlah hal, di antaranya lokasi pembangunannya tidak boleh menerjang situs arkeologis. "Itu harga mati tidak boleh tertabrak. Dari awal Pak Gubernur menyampaikan tolong kamu perhatikan betul situs arkeologis," kata dia.
Pertimbangan kedua, lanjut Hananto, adalah persoalan keterbatasan lahan di DIY, terutama lahan pertanian berkelanjutan atau lahan pangan. Oleh sebab itu, Gubernur DIY meminta pembangunan tol seminimal mungkin memakan lahan.
Selain itu, menurut dia, tol yang akan dibangun harus dipastikan memberikan manfaat serta mampu memacu pertumbuhan ekonomi yang bisa langsung dirasakan oleh masyarakat DIY.
"Pak Gubernur itu selalu memikirkan masyarakat beliau. Pertama kali yang jadi perhatian beliau, masyarakatku 'entuk opo' (dapat apa) jika ada infrastruktur dibangun di situ," kata dia.
Terakhir, kata Hananto, pembangunan tol jangan sampai memisahkan komunitas yang sudah terbentuk di tengah-tengah masyarakat. "Karena kita semua tahu, ketika jalan tol itu dibangun, 'dipageri kiwo nengen' (dipagari di kanan dan kiri jalan) masyarakat tidak bisa menyeberang. Artinya kalau itu menerjang kampung, kampung yang tadi mestinya satu kesatuan menjadi terbelah," kata dia.
Baca juga: Masyarakat di kawasan proyek jalan tol berharap ganti rugi yang layak