Yogyakarta (ANTARA) - Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan mutasi rumput gajah dengan penyinaran radiasi sinar gamma sehingga menghasilkan rumput yang lebih unggul dengan nama rumput Gama Umami.
"Mutasi dengan radiasi sinar gamma dapat memengaruhi morfologi, anatomi, dan fisiologi tanaman, sehingga menghasilkan tanaman yang lebih unggul," kata Ketua Peneliti Rumput Gama Umami Fakultas Peternakan UGM Nafiatul Umami melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Senin.
Nafiatul menuturkan rumput gajah dipilih karena merupakan jenis yang unggul, disukai ternak ruminansia, dan sangat cocok dikembangkan di Indonesia yang merupakan negara beriklim tropis.
Hasil produksi rumput Gama Umami, kata dia, lebih besar dibandingkan rumput gajah lokal dan dapat dipanen hingga enam kali dalam setahun.
Lebih lanjut ia menerangkan, rumput gajah yang mengalami penyinaran radiasi gamma selanjutnya diseleksi, dan didapatkan rumput Gama Umami dari penyinaran 100 gray. Radiasi sinar gamma sendiri diketahui tidak meninggalkan residu radioaktif dalam meterial yang diradiasi.
Dalam penelitian yang dilakukan antara Fakultas Peternakan UGM bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) melalui Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), diketahui bahwa hasil radiasi memengaruhi bulu pada tanaman rumput gajah Gama Umami yang lebih sedikit, yang sangat berpengaruh terhadap palatabilitas atau kemampuan mengecap makanan pada ternak ruminansia.
Hasil pertumbuhan vegetatif dan morfologi rumput gajah Gama Umami, kata dia, lebih baik dibandingkan dengan tetuanya karena sinar gamma didasarkan pada interaksi dengan atom atau molekul dalam sel, terutama air, untuk menghasilkan radikal bebas.
"Radikal bebas tersebut dapat merusak atau memodifikasi komponen penting dari sel tumbuhan, misalnya dapat memengaruhi morfologi, anatomi, biokimia, dan fisiologi tanaman yang dapat menghasilkan tanaman yang lebih baik dan unggul," kata Nafiatul.
Pada proses pengujian dari hasil pemuliaan radasi sinar gamma, tanaman rumput gajah Gama Umami dilaporkan memiliki hasil pertumbuhan vegetatif dengan tinggi tanaman yaitu antara 3,4-3,7 meter, panjang tanaman 3,7-3,8 m, panjang daun 1,1-1,3 m, panjang ruas 12-15,3 cm, diameter batang 2,2 cm, dan jumlah tunas sebanyak 41-50.
Menurut dia, pengujian juga dilakukan dengan melihat produksi biomassa dan komposisi kimia dari rumput Gama Umami, yang menunjukkan bahwa rumput Gama Umami sangat baik jika diberikan ke ternak ruminansia dilihat dari produksi yang tinggi dan kandungan kimia yang baik.
Rumput ini telah dikenalkan dan dikembangkan oleh peternak, terutama di daerah Yogyakarta dan sekitarnya.
Cahyo Kurmai, peternak dari Banyumas, mengungkapkan bahwa pengembangan rumput Gama Umami di lahannya memberi hasil yang memuaskan.
"Gama Umami memiliki daun lebih hijau dibandingkan dengan rumput lainnya. Selain itu, tidak ada bulu halus bahkan jika kita tidur di atas daun tersebut tidak akan merasa gatal dibandingkan jika kita tidur di atas daun rumput gajah," kata Cahyo.
Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof Ali Agus yang juga turut meneliti rumput Gama Umami, mengatakan bahwa selain digunakan sebagai pakan ternak, rumput ini juga diuji dan diproses menjadi biofuel.
"Kandungan serat pada batang rumput Gama Umami merupakan salah satu bahan penghasil etanol yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif dan berpotensi dalam memasok bahan bakar cair, padat, dan gas untuk penggantian bahan bakar fosil," kata dia.
Menurut Ali, masih dibutuhkan pengujian lebih lanjut terhadap rumput unggul itu sehingga nantinya dapat dikembangkan di Indonesia.
"Mutasi dengan radiasi sinar gamma dapat memengaruhi morfologi, anatomi, dan fisiologi tanaman, sehingga menghasilkan tanaman yang lebih unggul," kata Ketua Peneliti Rumput Gama Umami Fakultas Peternakan UGM Nafiatul Umami melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Senin.
Nafiatul menuturkan rumput gajah dipilih karena merupakan jenis yang unggul, disukai ternak ruminansia, dan sangat cocok dikembangkan di Indonesia yang merupakan negara beriklim tropis.
Hasil produksi rumput Gama Umami, kata dia, lebih besar dibandingkan rumput gajah lokal dan dapat dipanen hingga enam kali dalam setahun.
Lebih lanjut ia menerangkan, rumput gajah yang mengalami penyinaran radiasi gamma selanjutnya diseleksi, dan didapatkan rumput Gama Umami dari penyinaran 100 gray. Radiasi sinar gamma sendiri diketahui tidak meninggalkan residu radioaktif dalam meterial yang diradiasi.
Dalam penelitian yang dilakukan antara Fakultas Peternakan UGM bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) melalui Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), diketahui bahwa hasil radiasi memengaruhi bulu pada tanaman rumput gajah Gama Umami yang lebih sedikit, yang sangat berpengaruh terhadap palatabilitas atau kemampuan mengecap makanan pada ternak ruminansia.
Hasil pertumbuhan vegetatif dan morfologi rumput gajah Gama Umami, kata dia, lebih baik dibandingkan dengan tetuanya karena sinar gamma didasarkan pada interaksi dengan atom atau molekul dalam sel, terutama air, untuk menghasilkan radikal bebas.
"Radikal bebas tersebut dapat merusak atau memodifikasi komponen penting dari sel tumbuhan, misalnya dapat memengaruhi morfologi, anatomi, biokimia, dan fisiologi tanaman yang dapat menghasilkan tanaman yang lebih baik dan unggul," kata Nafiatul.
Pada proses pengujian dari hasil pemuliaan radasi sinar gamma, tanaman rumput gajah Gama Umami dilaporkan memiliki hasil pertumbuhan vegetatif dengan tinggi tanaman yaitu antara 3,4-3,7 meter, panjang tanaman 3,7-3,8 m, panjang daun 1,1-1,3 m, panjang ruas 12-15,3 cm, diameter batang 2,2 cm, dan jumlah tunas sebanyak 41-50.
Menurut dia, pengujian juga dilakukan dengan melihat produksi biomassa dan komposisi kimia dari rumput Gama Umami, yang menunjukkan bahwa rumput Gama Umami sangat baik jika diberikan ke ternak ruminansia dilihat dari produksi yang tinggi dan kandungan kimia yang baik.
Rumput ini telah dikenalkan dan dikembangkan oleh peternak, terutama di daerah Yogyakarta dan sekitarnya.
Cahyo Kurmai, peternak dari Banyumas, mengungkapkan bahwa pengembangan rumput Gama Umami di lahannya memberi hasil yang memuaskan.
"Gama Umami memiliki daun lebih hijau dibandingkan dengan rumput lainnya. Selain itu, tidak ada bulu halus bahkan jika kita tidur di atas daun tersebut tidak akan merasa gatal dibandingkan jika kita tidur di atas daun rumput gajah," kata Cahyo.
Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof Ali Agus yang juga turut meneliti rumput Gama Umami, mengatakan bahwa selain digunakan sebagai pakan ternak, rumput ini juga diuji dan diproses menjadi biofuel.
"Kandungan serat pada batang rumput Gama Umami merupakan salah satu bahan penghasil etanol yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif dan berpotensi dalam memasok bahan bakar cair, padat, dan gas untuk penggantian bahan bakar fosil," kata dia.
Menurut Ali, masih dibutuhkan pengujian lebih lanjut terhadap rumput unggul itu sehingga nantinya dapat dikembangkan di Indonesia.