Yogyakarta (ANTARA) - Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) Kukuh S Achmad mengatakan masker yang sudah memenuhi persyaratan SNI bisa digunakan untuk mencegah penularan mutasi virus COVID-19.

"Sampai saat ini belum ada perubahan standar secara internasional terkait standar masker medis," katanya usai menyerahkan Sertifikat SNI EN 14673:2019 + AC:2019 kepada PT Maesindo Indonesia, Jumat.

Menurut dia, masyarakat tidak perlu khawatir dengan isu mutasi virus COVID-19 asalkan masyarakat menerapkan protokol kesehatan dengan menggunakan masker yang berstandar SNI, maka potensi tertular virus dapat dicegah.

"APD termasuk masker dibuat untuk mencegah virus menginfeksi. Sebab infeksi utama melalui pernafasan, mulut dan hidung, maka persyaratan masker itu ukuran porinya ditentukan untuk mencegah virus. Oleh karenanya, penggunaan masker secara berstandar SNI perlu terus dilakukan," katanya. 

Kukuh menjelaskan, PT Maesindo merupakan produsen pertama di Indonesia di mana masker medis disposable yang diproduksi seperti Masker Jito, Solida, Mi, Med+99 yang sudah memenuhi standar SNI bahkan Uni Eropa. Sebab standar produksi yang diterapkan produk anak bangsa ini mengadopsi secara identik dengan standar yang diterapkan oleh Uni Eropa.

Direktur Komersial PT Maesindo Indonesia Widhi Hastomo mengatakan masker saat ini menjadi barang komoditi sehingga perlu ada standarisasi masker untuk melindungi kesehatan masyarakat. Proses perolehan sertifikasi SNI EN 14673:2019 + AC:2019 kepada PT Maesindo Indonesia lebih dari satu tahun.

"Kami memiliki kewajiban untuk memberikan produk yang berstandar dan berkualitas. Makanya, kami menjadi yang pertama mengajukan dan menerima masker ber-SNI. Jangan sampai masyarakat tahunya pakai masker tapi tidak mengetahui apakah barang yang digunakan sudah berstandar SNI?," katanya.

Tomy, sapaan akrab Widhi, mengatakan, dengan mengunakan masker yang berstandar SNI maka potensi untuk terpapar virus COVID-19 bisa dicegah selain menerapkan protokol kesehatan. Edukasi penerapan protokol kesehatan yang tepat tetap harus dilakukan.

"Tujuan kami untuk kesehatan yang berstandar, terutama masker Jito yang digunakan untuk publik. Kalau semua masker di Indonesia berstandar SNI, maka ini akan membantu pemerintah untuk mencegah penyebaran COVID-19," katanya.

Kukuh mengatakan, belum lama ini ada isu terkait masker medis palsu, yakni masker medis yang tidak memenuhi standar dan sempat disoroti oleh Kementerian Kesehatan. Artinya, isu masker medis palsu tersebut muncul karena ada aduan atau temuan dari masyarakat.

BSN, kata Kukuh, menyusun persyaratan SNI untuk masker medis yang terstandar. Kalau secara internasional ada standarnya, maka BSN bisa mengadopsi secara identik persyaratan yang ditentukan. Ada kriteria atau ketentuan jika standar produk tersebut berkaitan dengan masalah kesehatan, BSN pun dapat memodifikasi persyaratannya.

"SNI masker sampai saat ini memang sifat penerapannya masih sukarela. Produsen belum wajib memperoleh sertifikat tanda SNI. Tapi dengan mendapatkan sertifikat SNI ini maka produsen memiliki komitmen untuk memproduksi masker yang memenuhi syarat mutunya terpenuhi," katanya.

Setelah memperoleh sertifikat SNI, lanjut Kukuh, ada banyak keuntungan yang diperoleh. Misalnya kualitas produk yang dihasilkan dipastikan akan konsisten. Sebab sebelum dilabeli SNI, produk tersebut melewati berbagai uji laboratorium.

Selain itu, branding produk ber-SNI ke masyarakat juga bisa lebih mudah. Bahkan jika produk tersebut dipasarkan maka akan dengan mudah diterima di pasar.

"Dengan ber-SNI, maka konsumen akan mudah memilih suatu produk. Apalagi kalau standarisasinya mengadopsi standar Uni Eropa maka produk tersebut akan mudah diterima karena sudah memenuhi syarat yang ditentukan Uni Eropa," katanya.
 

Pewarta : -
Editor : Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025