New Delhi (ANTARA) - India melaporkan tren penurunan temuan kasus baru COVID-19, meskipun angka kematian per hari masih cukup tinggi yaitu lebih dari 4.000 jiwa. 

Namun demikian, para ahli di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengkritisi kurangnya pengujian di daerah pedesaan --tempat virus menyebar dengan cepat.

Infeksi baru di India mulai menurun pekan lalu. Dalam 24 jam terakhir, tercatat 281.386 kasus pada Senin, atau turun di bawah 300.000 kasus untuk pertama kalinya sejak 21 April 2021. Sementara, jumlah kematian harian akibat COVID-19 di negara itu mencapai 4.106 orang.

Pada tingkat saat ini, total beban kasus India sejak epidemi melanda setahun yang lalu akan melampaui angka 25 juta dalam beberapa hari mendatang. Total kematian diperkirakan 274.390 jiwa.

Bahkan dengan penurunan kasus selama beberapa hari terakhir, para ahli mengatakan tidak ada kepastian bahwa infeksi telah memuncak. Kekhawatiran meningkat, baik di dalam maupun luar negeri, atas varian baru B.1.617 yang lebih menular.

"Masih banyak wilayah di negara itu yang belum mengalami puncak (infeksi), angkanya masih naik," kata Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan seperti dikutip di surat kabar Hindu.

Swaminathan merujuk pada tingkat konfirmasi positif secara nasional yang sangat tinggi, sekitar 20 persen dari tes yang dilakukan, sebagai tanda bahwa mungkin situasi lebih buruk akan tiba.

"Pengujian masih tidak memadai di banyak negara bagian. Dan kalau kita melihat tingkat positif pengujian yang tinggi, jelas pengujian belum cukup. Jadi, angka absolut sebenarnya tidak berarti apa-apa ketika diambil sendiri, harus diambil dalam konteks seberapa banyak pengujian dilakukan, dan uji tingkat kepositifan," tutur dia.

Rumah-rumah sakit di India terpaksa menolak pasien. Kamar-kamar jenazah dan krematorium juga tidak mampu menangani jasad yang menumpuk.

Foto-foto dan gambar televisi yang memperlihatkan pembakaran jenazah di tempat-tempat parkir, serta mayat-mayat yang mengapung di tepi Sungai Gangga, telah memicu ketidaksabaran publik atas bagaimana pemerintah menangani krisis.
 
Angka resmi dari pemerintah India dinilai terlalu meremehkan dampak nyata dari epidemi. Beberapa ahli mengatakan jumlah infeksi dan kematian yang sebenarnya bisa lima hingga 10 kali lebih tinggi.

Dibandingkan gelombang pertama epidemi di India, yang memuncak pada September tahun lalu dan sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan --yang menerapkan pengujian  lebih cepat, gelombang kedua yang meletus pada Februari mengamuk melalui kota dan pedesaan, tempat tinggal sekitar dua pertiga penduduk dari negara berpopulasi 1,35 miliar orang itu.

"Penurunan kasus COVID yang dikonfirmasi di India ini hanyalah ilusi," kata S Vincent Rajkumar, seorang profesor kedokteran di Mayo Clinic di Amerika Serikat.

"Pertama, karena pengujian yang terbatas, jumlah total kasus terlalu rendah. Kedua, kasus hanya dapat dikonfirmasi di tempat yang bisa memastikannya: daerah perkotaan. Daerah pedesaan tidak dihitung," cuit Rajkumar melalui Twitter.

Sumber: Reuters

Pewarta : Yashinta Difa Pramudyani
Editor : Eka Arifa
Copyright © ANTARA 2024