Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Sartono Hutomo berharap peleburan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tidak mendegradasi independensi dan kepakaran para peneliti di lembaga tersebut.
“Lembaga Biologi Molekuler Eijkman ini punya gengsi tersendiri di dunia internasional. Jangan sampai proses peleburan ini justru menghadirkan kemunduran,” kata Sartono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Ia berpandangan bahwa wajar apabila peleburan tersebut memicu berbagai macam respons masyarakat Indonesia, terlebih lagi peleburan tersebut berlangsung di dalam situasi pandemi COVID-19, ketika Lembaga Eijkman memiliki peran yang begitu strategis untuk mengatasi permasalahan kesehatan di negeri ini.
Terdapat dua permasalahan utama yang terjadi pada setiap peleburan, yakni permasalahan pertama adalah sumber daya manusia (SDM) dan kedua adalah persoalan quality control pascapeleburan berlangsung.
“Masih hangat di memori masyarakat kita, bagaimana dengan alasan ujian TWK beberapa penyidik senior di KPK disingkirkan,” ucap politisi Partai Demokrat ini.
Oleh karena itu, ujar dia, guna mencegah polemik yang berkepanjangan, maka peleburan Lembaga Eijkman ke BRIN harus memastikan terjaganya kualitas SDM Lembaga Eijkman setelah menjadi bagian BRIN.
“Kesan menyingkirkan para peneliti dan ilmuwan yang kompeten ini harus dijawab dengan baik oleh BRIN,” kata Sartono.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, peleburan Lembaga Eijkman ke BRIN menimbulkan polemik pro dan kontra di masyarakat akibat kontrak kerja sebanyak 113 tenaga honorer dan pegawai pemerintah nonpegawai negeri (PPNPN) tidak berlanjut.
Selanjutnya, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang bergabung ke BRIN berganti nama menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman.
“Lembaga Biologi Molekuler Eijkman ini punya gengsi tersendiri di dunia internasional. Jangan sampai proses peleburan ini justru menghadirkan kemunduran,” kata Sartono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Ia berpandangan bahwa wajar apabila peleburan tersebut memicu berbagai macam respons masyarakat Indonesia, terlebih lagi peleburan tersebut berlangsung di dalam situasi pandemi COVID-19, ketika Lembaga Eijkman memiliki peran yang begitu strategis untuk mengatasi permasalahan kesehatan di negeri ini.
Terdapat dua permasalahan utama yang terjadi pada setiap peleburan, yakni permasalahan pertama adalah sumber daya manusia (SDM) dan kedua adalah persoalan quality control pascapeleburan berlangsung.
“Masih hangat di memori masyarakat kita, bagaimana dengan alasan ujian TWK beberapa penyidik senior di KPK disingkirkan,” ucap politisi Partai Demokrat ini.
Oleh karena itu, ujar dia, guna mencegah polemik yang berkepanjangan, maka peleburan Lembaga Eijkman ke BRIN harus memastikan terjaganya kualitas SDM Lembaga Eijkman setelah menjadi bagian BRIN.
“Kesan menyingkirkan para peneliti dan ilmuwan yang kompeten ini harus dijawab dengan baik oleh BRIN,” kata Sartono.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, peleburan Lembaga Eijkman ke BRIN menimbulkan polemik pro dan kontra di masyarakat akibat kontrak kerja sebanyak 113 tenaga honorer dan pegawai pemerintah nonpegawai negeri (PPNPN) tidak berlanjut.
Selanjutnya, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang bergabung ke BRIN berganti nama menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman.