Peneliti dan nonpeneliti sebagai ekosistem dalam penelitian

id Eijkman,BRIN,Peneliti

Peneliti dan nonpeneliti sebagai ekosistem dalam penelitian

Tangkapan layar salah satu pendiri LBM Eijkman, Prof. Herawati Sudoyo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (17/1/2021). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)

Jakarta (ANTARA) -
Salah satu pendiri Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof. Herawati Sudoyo menyampaikan peneliti dan nonpeneliti merupakan ekosistem dalam membantu kelancaran maupun kesuksesan dari suatu penelitian.
 
Ia pun menyayangkan semua peneliti dan nonpeneliti yang bukan PNS dilepas begitu saja seiring dengan meleburnya Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
 
"Sudah 30 tahun lembaga Eijkman itu berjalan dan telah memberikan kepada kita semua peneliti maupun yang bukan peneliti suatu ekosistem yang sangat membantu kelancaran maupun kesuksesan dari pekerjaan kami," ujar Prof Hera dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
 
Ia mengaku telah kehilangan 10 asisten peneliti yang sudah dapat melakukan implementasi big data, otomatisasi dan informasi teknologi.
 
"Apakah kita kehilangan atau tidak, ya saya kehilangan asisten peneliti. Saya sendiri tidak akan bisa berbuat apa-apa," tutur Prof Hera yang saat ini sebagai peneliti di Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN.
 
Menurut dia, peneliti harus tetap diberikan fleksibilitas dalam melakukan penelitian.
 
"Fleksibilitas itulah yang menyebabkan bagaimana seorang peneliti itu bereaksi maupun merespons terhadap suatu metodologi maupun teknologi baru yang diperlukan," katanya.
 
Ia menyampaikan, salah satu respons peneliti di tengah pandemi COVID-19 ini, yakni saat pembuatan Vaksin Merah Putih.
 
"Kami merespons cepat, dan pemerintah juga merespons cepat akan kebutuhan yang kami inginkan," ucapnya.
 
Dalam kesempatan sama, mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan Vaksin Merah Putih mengalami keterlambatan, sebagai dampak dari proses integrasi Eijkman ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
 
"Kalau Lembaga Eijkman diberi kesempatan, diberi fasilitas dan diberi anggaran seperti waktu kami ditugaskan Tahun 2020, maka vaksin harusnya bisa lebih cepat," katanya.
 
Amin menuturkan izin penggunaan darurat untuk Vaksin Merah Putih yang dikembangkan Eijkman belum bisa didapatkan pada pertengahan 2022, atau mundur dari jadwal dan target yang ditetapkan sebelumnya.