Gunung Kidul (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, bersama BPBD DIY menggelar simulasi penanganan bencana angin puting beliung di Lapangan Kwarasan, Desa Kedungkeris, dalam rangka meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang mitigasi bencana.
Kepala Pelaksana BPBD Gunung Kidul Purwono di Gunung Kidul, Rabu mengatakan ada 30 orang dari berbagai komponen masyarakat yang dilibatkan dalam pembentukan kalurahan/desa tangguh bencana.
Selama 10 hari mereka diajarkan tentang mitigasi bencana, khususnya angin puting beliung, karena Gunung Kidul memiliki potensi bencana tersebut.
“Simulasi ini diberikan untuk meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang mitigasi bencana. Mereka dilibatkan langsung untuk melihat, belajar, hingga melakukan praktik,” kata Purwono.
Simulasi bencana puting beliung dilaksanakan semirip mungkin dengan kondisi saat bencana terjadi, mulai dari evakuasi korban luka, pendirian tenda darurat, persiapan dapur umum dan koordinasi lintas sektoral dalam penanganan bencana.
Kegiatan ini juga melibatkan unsur lain, seperti puskesmas, kepolisian, pemadam kebakaran, Gunung Kidul Emergency Service, Tim BPBD dan juga relawan. Diharapkan dengan simulasi ini dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat.
“Ada lima kalurahan/desa yang terpilih untuk dikukuhkan menjadi Kalurahan Tanggap Bencana Tahun 2022, di antaranya Desa Bleberan (Playen), Gari (Wonosari), Kemiri (Tanjungsari), Pringombo (Rongkop) dan Kedungkeris (Nglipar). Sumber anggaran kegiatan ini berasal dari BPBD provinsi,” katanya.
Sementara itu, Bupati Gunung Kidul Sunaryanta mengatakan masyarakat yang berada di daerah yang memiliki potensi bencana tinggi harus responsif dalam menangani bencana. Masyarakat dituntut memiliki kepekaan yang tinggi.
Ia berharap melalui simulasi dan mitigasi bencana masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman warga, sehingga jika terjadi bencana mereka tahu apa yang harus segera dilakukan.
"Letak geografis Gunung Kidul ini sangat rentan terhadap potensi bencana tanah longsor, banjir, puting beliung, yang butuh ketangguhan penanganan cepat,” katanya.
Bupati berharap setiap desa nantinya terbentuk kelompok tanggap bencana. Contohnya simulasi penanganan bencana juga perlu dilaksanakan secara rutin, sehingga ilmu yang diperoleh dapat ditularkan kepada masyarakat.
“Biarpun tidak ada bencana, namun kesiapsiagaan kita terus terjaga,” kata bupati.
Kepala Pelaksana BPBD Gunung Kidul Purwono di Gunung Kidul, Rabu mengatakan ada 30 orang dari berbagai komponen masyarakat yang dilibatkan dalam pembentukan kalurahan/desa tangguh bencana.
Selama 10 hari mereka diajarkan tentang mitigasi bencana, khususnya angin puting beliung, karena Gunung Kidul memiliki potensi bencana tersebut.
“Simulasi ini diberikan untuk meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang mitigasi bencana. Mereka dilibatkan langsung untuk melihat, belajar, hingga melakukan praktik,” kata Purwono.
Simulasi bencana puting beliung dilaksanakan semirip mungkin dengan kondisi saat bencana terjadi, mulai dari evakuasi korban luka, pendirian tenda darurat, persiapan dapur umum dan koordinasi lintas sektoral dalam penanganan bencana.
Kegiatan ini juga melibatkan unsur lain, seperti puskesmas, kepolisian, pemadam kebakaran, Gunung Kidul Emergency Service, Tim BPBD dan juga relawan. Diharapkan dengan simulasi ini dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat.
“Ada lima kalurahan/desa yang terpilih untuk dikukuhkan menjadi Kalurahan Tanggap Bencana Tahun 2022, di antaranya Desa Bleberan (Playen), Gari (Wonosari), Kemiri (Tanjungsari), Pringombo (Rongkop) dan Kedungkeris (Nglipar). Sumber anggaran kegiatan ini berasal dari BPBD provinsi,” katanya.
Sementara itu, Bupati Gunung Kidul Sunaryanta mengatakan masyarakat yang berada di daerah yang memiliki potensi bencana tinggi harus responsif dalam menangani bencana. Masyarakat dituntut memiliki kepekaan yang tinggi.
Ia berharap melalui simulasi dan mitigasi bencana masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman warga, sehingga jika terjadi bencana mereka tahu apa yang harus segera dilakukan.
"Letak geografis Gunung Kidul ini sangat rentan terhadap potensi bencana tanah longsor, banjir, puting beliung, yang butuh ketangguhan penanganan cepat,” katanya.
Bupati berharap setiap desa nantinya terbentuk kelompok tanggap bencana. Contohnya simulasi penanganan bencana juga perlu dilaksanakan secara rutin, sehingga ilmu yang diperoleh dapat ditularkan kepada masyarakat.
“Biarpun tidak ada bencana, namun kesiapsiagaan kita terus terjaga,” kata bupati.