Yogyakarta (ANTARA) - Pemerintah Kota Yogyakarta masih menunggu hasil fasilitasi rancangan Peraturan Wali Kota Yogyakarta terkait operasional skuter atau otopet listrik dan kendaraan sejenis lainnya di Kementerian Dalam Negeri sebelum aturan tersebut ditetapkan dan diberlakukan.
“Rancangan peraturan wali kota tersebut sudah disampaikan ke biro hukum untuk kemudian diteruskan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sekarang kami masih menunggu hasil dari kementerian,” kata Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, proses di Kementerian Dalam Negeri membutuhkan waktu yang cukup lama karena kementerian tidak hanya melakukan fasilitasi atas produk aturan dari Pemerintah Kota Yogyakarta saja.
“Ada banyak rancangan aturan dari pemerintah daerah lain di seluruh Indonesia yang juga harus diproses di Kemendagri. Makanya, proses ini membutuhkan waktu,” katanya.
Meskipun demikian, Sumadi berharap, proses di Kementerian Dalam Negeri dapat segera diselesaikan maksimal dalam waktu dua pekan. “Harapannya, sudah ada hasilnya pada Agustus untuk kemudian diimplementasikan,” katanya.
Sejumlah aturan untuk operasional skuter atau otopet listrik di Kota Yogyakarta, lanjut Sumadi mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2020.
“Aturan utamanya mengacu pada peraturan kementerian yaitu dilarang digunakan di jalan raya tetapi masih memungkinkan untuk digunakan di perumahan atau kawasan perkantoran,” katanya.
Sedangkan di kawasan sumbu filosofis Yogyakarta yaitu Jalan Margo Utomo, Jalan Margo Mulyo dan Jalan Malioboro ada tambahan aturan berupa larangan operasional skuter atau otopet listrik di trotoar karena dinilai akan mengganggu pejalan kaki.
“Selain itu, otopet listrik yang digunakan pun bisa dipacu hingga 25 km/jam. Ini cukup kencang sehingga dinilai membahayakan,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Unit Pelaksana Teknis Kawasan Cagar Budaya Yogyakarta Ekwanto mengatakan, berupaya optimal untuk memastikan tidak ada skuter atau otopet listrik yang beroperasi di kawasan sumbu filosofi.
“Sudah ada banyak spanduk larangan skuter listrik yang dipasang,” katanya yang menyebut ada cukup banyak wisatawan yang mengadu karena merasa terganggu dengan operasional skuter listrik.
“Rancangan peraturan wali kota tersebut sudah disampaikan ke biro hukum untuk kemudian diteruskan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sekarang kami masih menunggu hasil dari kementerian,” kata Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, proses di Kementerian Dalam Negeri membutuhkan waktu yang cukup lama karena kementerian tidak hanya melakukan fasilitasi atas produk aturan dari Pemerintah Kota Yogyakarta saja.
“Ada banyak rancangan aturan dari pemerintah daerah lain di seluruh Indonesia yang juga harus diproses di Kemendagri. Makanya, proses ini membutuhkan waktu,” katanya.
Meskipun demikian, Sumadi berharap, proses di Kementerian Dalam Negeri dapat segera diselesaikan maksimal dalam waktu dua pekan. “Harapannya, sudah ada hasilnya pada Agustus untuk kemudian diimplementasikan,” katanya.
Sejumlah aturan untuk operasional skuter atau otopet listrik di Kota Yogyakarta, lanjut Sumadi mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2020.
“Aturan utamanya mengacu pada peraturan kementerian yaitu dilarang digunakan di jalan raya tetapi masih memungkinkan untuk digunakan di perumahan atau kawasan perkantoran,” katanya.
Sedangkan di kawasan sumbu filosofis Yogyakarta yaitu Jalan Margo Utomo, Jalan Margo Mulyo dan Jalan Malioboro ada tambahan aturan berupa larangan operasional skuter atau otopet listrik di trotoar karena dinilai akan mengganggu pejalan kaki.
“Selain itu, otopet listrik yang digunakan pun bisa dipacu hingga 25 km/jam. Ini cukup kencang sehingga dinilai membahayakan,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Unit Pelaksana Teknis Kawasan Cagar Budaya Yogyakarta Ekwanto mengatakan, berupaya optimal untuk memastikan tidak ada skuter atau otopet listrik yang beroperasi di kawasan sumbu filosofi.
“Sudah ada banyak spanduk larangan skuter listrik yang dipasang,” katanya yang menyebut ada cukup banyak wisatawan yang mengadu karena merasa terganggu dengan operasional skuter listrik.