Bantul (ANTARA) - Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyiapkan konsep kemitraan untuk meningkatkan produksi perikanan tangkap dan pemberdayaan masyarakat nelayan di lima kelurahan yang terdapat kawasan pantai selatan.
"Untuk perikanan tangkap itu saya membangun konsepnya kemitraan. Jadi bagaimana pemerintah di lima kelurahan maritim itu tahun ini dan tahun depan mengajukan banyak kegiatan untuk perikanan tangkap," kata Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bantul, Istriyani di Bantul, Rabu.
Dia mengatakan, lima kelurahan maritim di Bantul atau wilayah yang memiliki potensi perikanan laut itu adalah Kelurahan Parangtritis dan Tirtohargo di Kecamatan Kretek, Kelurahan Srigading dan Gadingsari di Sanden, dan Kelurahan Poncosari di Srandakan.
"Apalagi kan sekarang ini banyak kegiatan yang bisa dibiayai dengan Danais (Dana Keistimewaan), jadi kami dorong mungkin di tahun depan mudah-mudahan kelurahan akan mengajukan anggaran untuk beli kapal besar, dengan kapasitas 10 gros ton," katanya.
Namun demikian, kata dia, nantinya kapal sebagai sarana penangkapan ikan laut dengan kapasitas yang lebih besar dari perahu nelayan itu dikelola kelurahan melalui badan usaha milik kelurahan (BUMKal), sehingga lembaga itu yang memberdayakan masyarakat nelayan.
"Kan nelayan kita sudah pintar-pintar, artinya dari sisi nelayan kita secara keterampilan sudah cukup mempunyai, secara mental mereka juga sudah terbiasa menangkap ikan, bahkan dengan kapal ukuran 10 gros ton, mereka sudah terbiasa," katanya.
Akan tetapi, kata dia, yang jadi kendala adalah nelayan tidak mempunyai modal selama ini, sehingga kalau pemerintah kelurahan menjamin bahwa nelayan itu ketika melaut, tinggal berangkat, asalkan penting badan sehat, perut kenyang.
"Jadi, nanti kalau sudah kembali dari melaut hasil produksi dikelola sepenuhnya oleh BUMKal kerja sama dengan koperasi nelayan. Karena kalau selama ini kendala nelayan kita itu ketika dapat bantuan kapal tidak ada biaya operasional," katanya.
Selain itu, kata dia, ketika nelayan menjual ikan hasil melaut dibeli pedagang besar atau bakul yang terkadang tidak kontan, atau hanya sebagian misalnya satu kilogram atau dua kilogram, padahal ketika hasilnya mencapai ratusan kilogram bahkan ton-tonan harus segera dibeli saat itu.
"Belum kalau bakul mempermainkan harga, bayarnya dipermainkan tidak tunai di hari itu, tetapi kalau nanti itu dinaungi oleh lembaga BUMKal, oleh koperasi, masalah biaya operasional dan segala macam itu yang menjamin pemerintah desa dengan BUMKal," katanya.
"Untuk perikanan tangkap itu saya membangun konsepnya kemitraan. Jadi bagaimana pemerintah di lima kelurahan maritim itu tahun ini dan tahun depan mengajukan banyak kegiatan untuk perikanan tangkap," kata Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bantul, Istriyani di Bantul, Rabu.
Dia mengatakan, lima kelurahan maritim di Bantul atau wilayah yang memiliki potensi perikanan laut itu adalah Kelurahan Parangtritis dan Tirtohargo di Kecamatan Kretek, Kelurahan Srigading dan Gadingsari di Sanden, dan Kelurahan Poncosari di Srandakan.
"Apalagi kan sekarang ini banyak kegiatan yang bisa dibiayai dengan Danais (Dana Keistimewaan), jadi kami dorong mungkin di tahun depan mudah-mudahan kelurahan akan mengajukan anggaran untuk beli kapal besar, dengan kapasitas 10 gros ton," katanya.
Namun demikian, kata dia, nantinya kapal sebagai sarana penangkapan ikan laut dengan kapasitas yang lebih besar dari perahu nelayan itu dikelola kelurahan melalui badan usaha milik kelurahan (BUMKal), sehingga lembaga itu yang memberdayakan masyarakat nelayan.
"Kan nelayan kita sudah pintar-pintar, artinya dari sisi nelayan kita secara keterampilan sudah cukup mempunyai, secara mental mereka juga sudah terbiasa menangkap ikan, bahkan dengan kapal ukuran 10 gros ton, mereka sudah terbiasa," katanya.
Akan tetapi, kata dia, yang jadi kendala adalah nelayan tidak mempunyai modal selama ini, sehingga kalau pemerintah kelurahan menjamin bahwa nelayan itu ketika melaut, tinggal berangkat, asalkan penting badan sehat, perut kenyang.
"Jadi, nanti kalau sudah kembali dari melaut hasil produksi dikelola sepenuhnya oleh BUMKal kerja sama dengan koperasi nelayan. Karena kalau selama ini kendala nelayan kita itu ketika dapat bantuan kapal tidak ada biaya operasional," katanya.
Selain itu, kata dia, ketika nelayan menjual ikan hasil melaut dibeli pedagang besar atau bakul yang terkadang tidak kontan, atau hanya sebagian misalnya satu kilogram atau dua kilogram, padahal ketika hasilnya mencapai ratusan kilogram bahkan ton-tonan harus segera dibeli saat itu.
"Belum kalau bakul mempermainkan harga, bayarnya dipermainkan tidak tunai di hari itu, tetapi kalau nanti itu dinaungi oleh lembaga BUMKal, oleh koperasi, masalah biaya operasional dan segala macam itu yang menjamin pemerintah desa dengan BUMKal," katanya.