Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta mencatat volume sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir Piyungan berkurang sekitar 15 ton per hari dalam sepekan setelah gerakan nol sampah anorganik diberlakukan sejak awal Januari.
"Sudah mulai ada pengurangan volume sampah sekitar 15 ton per hari dan ini menjadi awal yang baik," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto di Yogyakarta, Senin.
Namun demikian, lanjut dia, pengurangan volume sampah tersebut masih merupakan hitungan secara keseluruhan, belum dibedakan berdasar jenis sampah organik, anorganik, dan sampah residu.
Sebelum gerakan nol sampah anorganik diberlakukan, rata-rata volume sampah dari Kota Yogyakarta yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan mencapai 260 ton dengan sekitar 40 persen di antaranya sampah anorganik.
"Jika ditanya apakah masih ada yang tercampur antara organik atau anorganik, tentu masih ada karena masyarakat masih diperbolehkan membuang sampah yang sifatnya residu atau sampah anorganik yang tidak memiliki nilai jual," katanya.
Beberapa jenis sampah residu yang masih diizinkan dibuang ke depo atau tempat pembuangan sampah di antaranya popok dan pembalut hingga tisu.
Oleh karenanya, lanjut Sugeng, masih perlu terus dilakukan edukasi ke masyarakat untuk tetap memilah sampah sejak dari sumbernya sehingga terjadi perubahan perilaku dan kebiasaan masyarakat dari sekadar membuang sampah menjadi mengelola sampah.
Proses edukasi dan pembiasaan pengelolaan sampah sejak dari rumah tangga dilakukan dalam waktu tiga bulan atau hingga Maret dan rencananya pada April akan dilakukan tindakan tegas apabila masih ada warga yang membuang sampah anorganik.
Seluruh sampah anorganik harus "habis" sejak dari sumbernya atau sejak dari rumah tangga. Sampah tersebut dapat diserahkan langsung ke pengepul atau dikelola melalui bank sampah di wilayah.
Sebelumnya, Sekda Kota Yogyakarta yang juga Ketua Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya mengatakan tahap awal dari pelaksanaan gerakan nol sampah anorganik berupa perubahan perilaku masyarakat untuk memilah dan mengelola sampah.
"Yang dikuatkan pada tahap awal ini adalah perubahan perilaku masyarakat dan kami memantau bagaimana perubahan perilaku ini terjadi," katanya.
Selama tahap awal, Pemerintah Kota Yogyakarta juga menyiagakan personel linmas di sejumlah depo sampah untuk memberikan edukasi dan sekaligus memantau agar masyarakat tidak membuang sampah anorganik.
"Sudah mulai ada pengurangan volume sampah sekitar 15 ton per hari dan ini menjadi awal yang baik," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto di Yogyakarta, Senin.
Namun demikian, lanjut dia, pengurangan volume sampah tersebut masih merupakan hitungan secara keseluruhan, belum dibedakan berdasar jenis sampah organik, anorganik, dan sampah residu.
Sebelum gerakan nol sampah anorganik diberlakukan, rata-rata volume sampah dari Kota Yogyakarta yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan mencapai 260 ton dengan sekitar 40 persen di antaranya sampah anorganik.
"Jika ditanya apakah masih ada yang tercampur antara organik atau anorganik, tentu masih ada karena masyarakat masih diperbolehkan membuang sampah yang sifatnya residu atau sampah anorganik yang tidak memiliki nilai jual," katanya.
Beberapa jenis sampah residu yang masih diizinkan dibuang ke depo atau tempat pembuangan sampah di antaranya popok dan pembalut hingga tisu.
Oleh karenanya, lanjut Sugeng, masih perlu terus dilakukan edukasi ke masyarakat untuk tetap memilah sampah sejak dari sumbernya sehingga terjadi perubahan perilaku dan kebiasaan masyarakat dari sekadar membuang sampah menjadi mengelola sampah.
Proses edukasi dan pembiasaan pengelolaan sampah sejak dari rumah tangga dilakukan dalam waktu tiga bulan atau hingga Maret dan rencananya pada April akan dilakukan tindakan tegas apabila masih ada warga yang membuang sampah anorganik.
Seluruh sampah anorganik harus "habis" sejak dari sumbernya atau sejak dari rumah tangga. Sampah tersebut dapat diserahkan langsung ke pengepul atau dikelola melalui bank sampah di wilayah.
Sebelumnya, Sekda Kota Yogyakarta yang juga Ketua Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya mengatakan tahap awal dari pelaksanaan gerakan nol sampah anorganik berupa perubahan perilaku masyarakat untuk memilah dan mengelola sampah.
"Yang dikuatkan pada tahap awal ini adalah perubahan perilaku masyarakat dan kami memantau bagaimana perubahan perilaku ini terjadi," katanya.
Selama tahap awal, Pemerintah Kota Yogyakarta juga menyiagakan personel linmas di sejumlah depo sampah untuk memberikan edukasi dan sekaligus memantau agar masyarakat tidak membuang sampah anorganik.