Gunungkidul (ANTARA) - Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mewaspadai penyakit lumpy skin disease atau LSD pada sapi supaya tidak kecolongan karena wilayah ini merupakan gudang ternak di DIY.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul Retno Widyastuti di Gunungkidul, Senin, mengatakan penyakit lumpy skin disease (LSD) mulai muncul beberapa waktu ini, sehingga harus segera diantisipasi sedini mungkin.
"Kami sudah mengambil tindakan seperti melakukan pengobatan pada sapi yang muncul gejala dan mengajukan vaksin LSD. Selain itu, kami juga tempatkan petugas di pasar hewan untuk melakukan skrining,” kata Retno Widyastuti.
Seperti diketahui, LSD sendiri merupakan penyakit kulit infeksius yang disebabkan oleh Lumpy Skin Disease Virus yang pada umumnya menyerang sapi atau kerbau.
Tanda klinis LSD ialah munculnya tonjolan atau benjolan yang berjumlah banyak yang biasanya ditemukan pada daerah leher, kepala, kaki, ekor dan ambing.
Ia mengatakan tingkat kematian hewan ternak yang disebabkan oleh LSD tergolong rendah. Namun demikian pihaknya tetap mewaspadai kemunculan LSD ini agar tidak semakin menyebar sehingga berpotensi merugikan peternak.
“Tingkat penularannya itu sedang tapi kerugian ekonomisnya yang tinggi,” katanya.
Ia mengimbau masyarakat peternak agar lebih memperhatikan lingkungan sekitar kandang khususnya pada serangga yang berpotensi menularkan seperti nyamuk, lalat, caplak, dan lainnya.
Selain itu, ia juga mengimbau agar lebih berhati-hati saat membeli ternak baru di pasar. Masyarakat diminta proaktif melaporkan ke Dinas Peternakan apabila ternaknya mengalami sakit atau gejala yang mengarah ke LSD.
“Kebersihan ternak juga penting untuk dijaga dan vaksinasi ternak. Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan anti-ektoparasit, antihistaman, roboransia,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengelolaan Pasar Dinas Perdagangan Gunungkidul Wasana mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk menangani LSD.
Dinas Perdagangan juga melakukan pemantauan terkait penyebaran LSD di pasar hewan. Namun demikian pihaknya belum akan menutup pasar hewan karena dinilai penularannya masih terkendali.
"Sampai saat ini, tidak ada batasan hewan ternak yang masuk ke Gunungkidul seperti PMK dulu. Saat pengawasan, petugas yang mensinyalir ada ternak yang terpapar langsung dari Dinas Peternakan yang mengambil tindakan,” katanya.
Dari laporan yang ia terima munculnya LSD sudah berpengaruh terhadap aktivitas perdagangan di pasar hewan. Belakangan ini pasar hewan cenderung sepi karena pedagang hewan enggan membawa sapi mereka ke pasar untuk mengantisipasi tertular LSD.
"Kasus LSD ini ada pengaruhnya. Dari laporan petugas di pasar hewan, ada penurunan pada peredaran hewan tapi akumulasi berapa persennya belum tahu. Ketakutan pedagang, hewan ternaknya terkena penyakitnya, mereka tidak menjual ke pasar,” kata Wasana.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul Retno Widyastuti di Gunungkidul, Senin, mengatakan penyakit lumpy skin disease (LSD) mulai muncul beberapa waktu ini, sehingga harus segera diantisipasi sedini mungkin.
"Kami sudah mengambil tindakan seperti melakukan pengobatan pada sapi yang muncul gejala dan mengajukan vaksin LSD. Selain itu, kami juga tempatkan petugas di pasar hewan untuk melakukan skrining,” kata Retno Widyastuti.
Seperti diketahui, LSD sendiri merupakan penyakit kulit infeksius yang disebabkan oleh Lumpy Skin Disease Virus yang pada umumnya menyerang sapi atau kerbau.
Tanda klinis LSD ialah munculnya tonjolan atau benjolan yang berjumlah banyak yang biasanya ditemukan pada daerah leher, kepala, kaki, ekor dan ambing.
Ia mengatakan tingkat kematian hewan ternak yang disebabkan oleh LSD tergolong rendah. Namun demikian pihaknya tetap mewaspadai kemunculan LSD ini agar tidak semakin menyebar sehingga berpotensi merugikan peternak.
“Tingkat penularannya itu sedang tapi kerugian ekonomisnya yang tinggi,” katanya.
Ia mengimbau masyarakat peternak agar lebih memperhatikan lingkungan sekitar kandang khususnya pada serangga yang berpotensi menularkan seperti nyamuk, lalat, caplak, dan lainnya.
Selain itu, ia juga mengimbau agar lebih berhati-hati saat membeli ternak baru di pasar. Masyarakat diminta proaktif melaporkan ke Dinas Peternakan apabila ternaknya mengalami sakit atau gejala yang mengarah ke LSD.
“Kebersihan ternak juga penting untuk dijaga dan vaksinasi ternak. Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan anti-ektoparasit, antihistaman, roboransia,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengelolaan Pasar Dinas Perdagangan Gunungkidul Wasana mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk menangani LSD.
Dinas Perdagangan juga melakukan pemantauan terkait penyebaran LSD di pasar hewan. Namun demikian pihaknya belum akan menutup pasar hewan karena dinilai penularannya masih terkendali.
"Sampai saat ini, tidak ada batasan hewan ternak yang masuk ke Gunungkidul seperti PMK dulu. Saat pengawasan, petugas yang mensinyalir ada ternak yang terpapar langsung dari Dinas Peternakan yang mengambil tindakan,” katanya.
Dari laporan yang ia terima munculnya LSD sudah berpengaruh terhadap aktivitas perdagangan di pasar hewan. Belakangan ini pasar hewan cenderung sepi karena pedagang hewan enggan membawa sapi mereka ke pasar untuk mengantisipasi tertular LSD.
"Kasus LSD ini ada pengaruhnya. Dari laporan petugas di pasar hewan, ada penurunan pada peredaran hewan tapi akumulasi berapa persennya belum tahu. Ketakutan pedagang, hewan ternaknya terkena penyakitnya, mereka tidak menjual ke pasar,” kata Wasana.