Yogyakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Ahmad Shidqi meminta masyarakat, khususnya di provinsi tersebut, untuk tidak bersikap fanatik terhadap pilihan politik mereka pada Pemilu Serentak 2024.
"Tidak perlu fanatik terhadap pilihan masing-masing, karena pemilu adalah pesta demokrasi," kata Ahmad Shidqi di Yogyakarta, Minggu.
Sebagai sarana integrasi bangsa, Shidqi menambahkan KPU Yogyakarta meminta masyarakat memastikan momen pemilu tidak menjadi sarana perpecahan yang dapat merusak kerukunan dan persatuan.
Untuk memperkuat integrasi, seluruh peserta Pemilu 2024 harus berkomitmen mewujudkan kompetisi yang sehat, tidak menyebarkan kabar bohong atau hoaks, serta menghindari kampanye hitam.
Shidqi menjelaskan tingkat partisipasi pemilih pemilu di Yogyakarta selama ini selalu mencapai di atas 80 persen.
Meski demikian, lanjutnya, ketegangan maupun konflik horizontal, termasuk pengaruh dari hoaks, masih berpotensi menjelang pemungutan suara. Oleh karena itu, hal itu harus diantisipasi bersama.
"Pengalaman (Pemilu) 2019 hoaks juga memicu pembelahan yang berkepanjangan, baik yang menyerang antarpendukung calon maupun hoaks yang menyerang penyelenggara pemilu," jelasnya.
Pemilu damai telah dimulai dengan Kirab Pemilu 2024 di Kabupaten Sleman pada Jumat (13/10), sebagai bentuk sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar pemilu berjalan penuh kegembiraan dan profesional.
Berikutnya, deklarasi kampanye damai bakal digelar menjelang tahapan kampanye pada November 2023.
"Nanti, di seluruh kabupaten itu kami akan adakan," tutur Shidqi.
Guna menangkal politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di media sosial, yang berpotensi merusak perdamaian, Komunitas Independen Sadar Pemilu (KISP) telah mengerahkan para kreator konten di Yogyakarta untuk ikut berperan.
Ketua KISP Moch Edward Trias Pahlevi mengatakan keterlibatan kreator konten menjadi penting, karena Pemilu 2024 memiliki tantangan lalu-lintas informasi negatif, khususnya di media sosial, yang rawan memicu polarisasi masyarakat.
"Saya yakin mereka bisa membuat angle (sudut pandang) menarik, apalagi di TikTok, dan follower mereka juga lumayan. Mereka juga mampu memilah dan memilih informasi," ujar Edward.
"Tidak perlu fanatik terhadap pilihan masing-masing, karena pemilu adalah pesta demokrasi," kata Ahmad Shidqi di Yogyakarta, Minggu.
Sebagai sarana integrasi bangsa, Shidqi menambahkan KPU Yogyakarta meminta masyarakat memastikan momen pemilu tidak menjadi sarana perpecahan yang dapat merusak kerukunan dan persatuan.
Untuk memperkuat integrasi, seluruh peserta Pemilu 2024 harus berkomitmen mewujudkan kompetisi yang sehat, tidak menyebarkan kabar bohong atau hoaks, serta menghindari kampanye hitam.
Shidqi menjelaskan tingkat partisipasi pemilih pemilu di Yogyakarta selama ini selalu mencapai di atas 80 persen.
Meski demikian, lanjutnya, ketegangan maupun konflik horizontal, termasuk pengaruh dari hoaks, masih berpotensi menjelang pemungutan suara. Oleh karena itu, hal itu harus diantisipasi bersama.
"Pengalaman (Pemilu) 2019 hoaks juga memicu pembelahan yang berkepanjangan, baik yang menyerang antarpendukung calon maupun hoaks yang menyerang penyelenggara pemilu," jelasnya.
Pemilu damai telah dimulai dengan Kirab Pemilu 2024 di Kabupaten Sleman pada Jumat (13/10), sebagai bentuk sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar pemilu berjalan penuh kegembiraan dan profesional.
Berikutnya, deklarasi kampanye damai bakal digelar menjelang tahapan kampanye pada November 2023.
"Nanti, di seluruh kabupaten itu kami akan adakan," tutur Shidqi.
Guna menangkal politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di media sosial, yang berpotensi merusak perdamaian, Komunitas Independen Sadar Pemilu (KISP) telah mengerahkan para kreator konten di Yogyakarta untuk ikut berperan.
Ketua KISP Moch Edward Trias Pahlevi mengatakan keterlibatan kreator konten menjadi penting, karena Pemilu 2024 memiliki tantangan lalu-lintas informasi negatif, khususnya di media sosial, yang rawan memicu polarisasi masyarakat.
"Saya yakin mereka bisa membuat angle (sudut pandang) menarik, apalagi di TikTok, dan follower mereka juga lumayan. Mereka juga mampu memilah dan memilih informasi," ujar Edward.