Yogyakarta (ANTARA) - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengundang terlapor berinisial SKN untuk klarifikasi atas dugaan kasus penggelapan investasi, namun yang bersangkutan tidak hadir.
Berdasarkan informasi, SKN mendapat undangan dari Ditreskrimum Polda DIY terkait klarifikasi atas dugaan kasus penggelapan pada Senin (8/1) pukul 10.00 WIB. Namun, hingga pukul 13.30 WIB terlapor tidak kunjung datang ke Polda DIY.
Terkait hal tersebut, Direktur Ditreskrimum (Dirreskrimum) Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi membenarkan jika hari ini (Senin, 8/1) mengundang terlapor untuk klarifikasi, karena saat ini kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
"Bukan panggilan, tetapi undangan klarifikasi, karena saat ini masih tahap penyelidikan," katanya saat dihubungi wartawan, Senin (8/1).
Terkait status SKN dalam kasus tersebut, Endriadi belum bisa menentukannya, karena semua itu harus melalui proses penyelidikan.
"Dalam hal undangan klarifikasi tidak mencantumkan status, hanya undangan kepada yang bersangkutan," ujarnya.
Endriadi juga mengatakan sedang berupaya mencari titik terang terkait kasus tersebut, karena semua itu harus berproses terlebih dahulu.
"Benar ada yang melaporkan tentang peristiwa dugaan TP (tindak pidana) penggelapan. Kami dari direktorat sudah menerima laporannya dan melakukan proses penyelidikan terhadap laporan tersebut," tuturnya.
Ternyata, kasus tersebut juga dialami oleh sejumlah orang yang melaporkan Direktur Utama PT Garuda Mitra Sejati (GMS) SKN ke Polda DIY atas dugaan penipuan investasi hotel. Modusnya, SKN membeli 24 lembar saham PT GMS, namun membayar dengan tukar guling aset yang berujung pada kerugian PT tersebut.
Penasihat hukum para pemegang saham PT GMS yang menjadi korban penipuan, Julius Rutumalessy menjelaskan bahwa awalnya PT GMS menawarkan penambahan saham kepada para pemegang saham pada tahun 2018. Saat itu para pemegang saham ditawari 49 lembar saham dengan harga Rp1,160 miliar per lembar.
"SKN selaku Direktur Utama PT GSM ikut serta dengan mengambil 24 lembar saham. Pembayarannya berdasarkan rapat umum pemegang saham (RUPS)) pada waktu itu disepakati secara tunai," katanya di Kota Yogyakarta, Jumat (5/1).
Namun, ternyata SKN tidak membayar saham sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Bahkan, dari puluhan cek hanya satu yang bisa dicairkan oleh PT GMS.
"SKN membayar dengan menerbitkan 24 lembar cek atau bilyet giro yang masing-masing cek bernilai Rp1,160 miliar. Kemudian dalam prosesnya ternyata cek ini tidak bisa dicairkan, sampai jatuh tempo pada bulan Mei 2018 hanya satu lembar cek yang bisa dicairkan," ujar Julius.
Hal tersebut kemudian terus berlarut-larut sampai akhirnya 10 bulan kemudian, tepatnya pada bulan Maret 2019, ternyata direksi PT GMS melakukan sebuah tindakan yang tidak terlebih dahulu dikomunikasikan dengan para pemegang sahamnya.
"Direksi PT GSM secara sepihak mengambil tindakan-tindakan yang menguntungkan SKN yang saat itu menjabat Direktur Utama PT GSM," katanya.
Tindakan yang menguntungkan SKN itu, menurut Julius, antara lain meskipun 23 cek tersebut tidak bisa dicairkan namun pembelian saham tidak dibatalkan dan modal pembayaran yang disepakati pembayaran tunai tetapi secara sepihak diubah menjadi tukar guling dengan aset yang dimiliki SKN.
"Artinya, tidak ada setoran modal dalam proses pembelian saham itu kepada PT GMS. Namun, yang terjadi adalah proses tukar guling dengan aset SKN berupa sebidang tanah yang di atasnya berdiri hotel di kawasan Kota Yogyakarta," ujarnya.
Selain itu, Julius menilai proses tukar guling yang dilakukan SKN secara hukum bermasalah.
"Proses tukar guling itu secara hukum bermasalah karena dilakukan di bawah tangan, tidak ada akta nota riilnya. Aset yang mau ditukargulingkan hingga saat ini masih dijaminkan di Bank Bukopin oleh SKN untuk keperluan perusahaannya yang lain," ucapnya.
Menurut Julius, proses penyertaan modalnya menjadi bermasalah, karena tidak ada akta nota riilnya. Secara normal dalam praktik hukum, ketika seseorang menyertakan modal berupa aset, maka harus ada akta inbreng untuk memasukkan aset itu menjadi aset perusahaan.
"Prosesnya bermasalah, karena asetnya masih dijaminkan di Bukopin, dan akhirnya tidak bisa dibuatkan akta nota riil, sehingga akta inbreng pun tidak terjadi. Sampai sekarang aset itu masih atas nama SKN, belum atas nama PT GMS," katanya.
Julius menyebutkan kerugian yang timbul antara lain PT GMS tidak jadi mendapatkan tambahan modal dari 24 saham yang diambil SKN, atau sekitar Rp26 miliar, karena tidak jadi pembayaran tunai.
Bahkan, PT GMS yang menaungi usaha di bidang mal dan perhotelan yaitu Jogja City Mall, Sleman City Hall, dan Hotel Rich itu harus menanggung beban utang SKN di Bank Bukopin.
"PT GMS harus menanggung beban utang ke Bukopin karena aset yang ditukargulingkan oleh SKN masih dijaminkan SKN dan belum lunas pembayarannya," ujar Julius.
Merasa dirugikan, salah satu pemegang saham PT GMS yakni Anton Juwono melaporkan kejadian itu ke Polda DIY pada tanggal 8 Desember 2023.
Di sisi lain, pihaknya juga mendapatkan informasi dari rekan pengusaha lain bahwa dugaan tindak pidana serupa juga terjadi dan menimpa pemegang saham di perusahaan lain, dengan modus operandi yang sama, dan atas dugaan itu para pemegang saham juga telah melaporkan perbuatan curang termaktub kepada aparat penegak hukum.
"Kami memohon kepada Bapak Kapolda DIY agar benar-benar bisa memberikan atensi atau perhatian khusus dalam penyelesaian adanya dugaan tindak pidana penipuan ini, yaitu dengan segera ditingkatkannya status pemeriksaan perkara pada tahap penyidikan, untuk selanjutnya dapat dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri," katanya.
Menurut dia, hal itu penting untuk memberikan rasa aman dan keadilan bagi pelaku bisnis, yang akan menginvestasikan uangnya di sektor-sektor riil yang sedang berkembang di Yogyakarta.
Dengan adanya kepastian hukum dan diberantasnya segala bentuk perbuatan curang (penipuan-penggelapan) di Yogyakarta, menurut di, akan menciptakan iklim investasi yang dapat membawa dampak bagi perekonomian masyarakat Yogyakarta secara luas.
"Apalagi, SKN menggunakan modus operandi yang sama di beberapa tempat yang lain. Salah satunya adalah di PT Kaliurang Maju Bersama. Bahkan, sudah dilaporkan oleh para pemegang saham perusahaan tersebut. Laporan ini bisa dicek di Polda DIY," tuturnya.
Berdasarkan informasi, SKN mendapat undangan dari Ditreskrimum Polda DIY terkait klarifikasi atas dugaan kasus penggelapan pada Senin (8/1) pukul 10.00 WIB. Namun, hingga pukul 13.30 WIB terlapor tidak kunjung datang ke Polda DIY.
Terkait hal tersebut, Direktur Ditreskrimum (Dirreskrimum) Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi membenarkan jika hari ini (Senin, 8/1) mengundang terlapor untuk klarifikasi, karena saat ini kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
"Bukan panggilan, tetapi undangan klarifikasi, karena saat ini masih tahap penyelidikan," katanya saat dihubungi wartawan, Senin (8/1).
Terkait status SKN dalam kasus tersebut, Endriadi belum bisa menentukannya, karena semua itu harus melalui proses penyelidikan.
"Dalam hal undangan klarifikasi tidak mencantumkan status, hanya undangan kepada yang bersangkutan," ujarnya.
Endriadi juga mengatakan sedang berupaya mencari titik terang terkait kasus tersebut, karena semua itu harus berproses terlebih dahulu.
"Benar ada yang melaporkan tentang peristiwa dugaan TP (tindak pidana) penggelapan. Kami dari direktorat sudah menerima laporannya dan melakukan proses penyelidikan terhadap laporan tersebut," tuturnya.
Ternyata, kasus tersebut juga dialami oleh sejumlah orang yang melaporkan Direktur Utama PT Garuda Mitra Sejati (GMS) SKN ke Polda DIY atas dugaan penipuan investasi hotel. Modusnya, SKN membeli 24 lembar saham PT GMS, namun membayar dengan tukar guling aset yang berujung pada kerugian PT tersebut.
Penasihat hukum para pemegang saham PT GMS yang menjadi korban penipuan, Julius Rutumalessy menjelaskan bahwa awalnya PT GMS menawarkan penambahan saham kepada para pemegang saham pada tahun 2018. Saat itu para pemegang saham ditawari 49 lembar saham dengan harga Rp1,160 miliar per lembar.
"SKN selaku Direktur Utama PT GSM ikut serta dengan mengambil 24 lembar saham. Pembayarannya berdasarkan rapat umum pemegang saham (RUPS)) pada waktu itu disepakati secara tunai," katanya di Kota Yogyakarta, Jumat (5/1).
Namun, ternyata SKN tidak membayar saham sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Bahkan, dari puluhan cek hanya satu yang bisa dicairkan oleh PT GMS.
"SKN membayar dengan menerbitkan 24 lembar cek atau bilyet giro yang masing-masing cek bernilai Rp1,160 miliar. Kemudian dalam prosesnya ternyata cek ini tidak bisa dicairkan, sampai jatuh tempo pada bulan Mei 2018 hanya satu lembar cek yang bisa dicairkan," ujar Julius.
Hal tersebut kemudian terus berlarut-larut sampai akhirnya 10 bulan kemudian, tepatnya pada bulan Maret 2019, ternyata direksi PT GMS melakukan sebuah tindakan yang tidak terlebih dahulu dikomunikasikan dengan para pemegang sahamnya.
"Direksi PT GSM secara sepihak mengambil tindakan-tindakan yang menguntungkan SKN yang saat itu menjabat Direktur Utama PT GSM," katanya.
Tindakan yang menguntungkan SKN itu, menurut Julius, antara lain meskipun 23 cek tersebut tidak bisa dicairkan namun pembelian saham tidak dibatalkan dan modal pembayaran yang disepakati pembayaran tunai tetapi secara sepihak diubah menjadi tukar guling dengan aset yang dimiliki SKN.
"Artinya, tidak ada setoran modal dalam proses pembelian saham itu kepada PT GMS. Namun, yang terjadi adalah proses tukar guling dengan aset SKN berupa sebidang tanah yang di atasnya berdiri hotel di kawasan Kota Yogyakarta," ujarnya.
Selain itu, Julius menilai proses tukar guling yang dilakukan SKN secara hukum bermasalah.
"Proses tukar guling itu secara hukum bermasalah karena dilakukan di bawah tangan, tidak ada akta nota riilnya. Aset yang mau ditukargulingkan hingga saat ini masih dijaminkan di Bank Bukopin oleh SKN untuk keperluan perusahaannya yang lain," ucapnya.
Menurut Julius, proses penyertaan modalnya menjadi bermasalah, karena tidak ada akta nota riilnya. Secara normal dalam praktik hukum, ketika seseorang menyertakan modal berupa aset, maka harus ada akta inbreng untuk memasukkan aset itu menjadi aset perusahaan.
"Prosesnya bermasalah, karena asetnya masih dijaminkan di Bukopin, dan akhirnya tidak bisa dibuatkan akta nota riil, sehingga akta inbreng pun tidak terjadi. Sampai sekarang aset itu masih atas nama SKN, belum atas nama PT GMS," katanya.
Julius menyebutkan kerugian yang timbul antara lain PT GMS tidak jadi mendapatkan tambahan modal dari 24 saham yang diambil SKN, atau sekitar Rp26 miliar, karena tidak jadi pembayaran tunai.
Bahkan, PT GMS yang menaungi usaha di bidang mal dan perhotelan yaitu Jogja City Mall, Sleman City Hall, dan Hotel Rich itu harus menanggung beban utang SKN di Bank Bukopin.
"PT GMS harus menanggung beban utang ke Bukopin karena aset yang ditukargulingkan oleh SKN masih dijaminkan SKN dan belum lunas pembayarannya," ujar Julius.
Merasa dirugikan, salah satu pemegang saham PT GMS yakni Anton Juwono melaporkan kejadian itu ke Polda DIY pada tanggal 8 Desember 2023.
Di sisi lain, pihaknya juga mendapatkan informasi dari rekan pengusaha lain bahwa dugaan tindak pidana serupa juga terjadi dan menimpa pemegang saham di perusahaan lain, dengan modus operandi yang sama, dan atas dugaan itu para pemegang saham juga telah melaporkan perbuatan curang termaktub kepada aparat penegak hukum.
"Kami memohon kepada Bapak Kapolda DIY agar benar-benar bisa memberikan atensi atau perhatian khusus dalam penyelesaian adanya dugaan tindak pidana penipuan ini, yaitu dengan segera ditingkatkannya status pemeriksaan perkara pada tahap penyidikan, untuk selanjutnya dapat dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri," katanya.
Menurut dia, hal itu penting untuk memberikan rasa aman dan keadilan bagi pelaku bisnis, yang akan menginvestasikan uangnya di sektor-sektor riil yang sedang berkembang di Yogyakarta.
Dengan adanya kepastian hukum dan diberantasnya segala bentuk perbuatan curang (penipuan-penggelapan) di Yogyakarta, menurut di, akan menciptakan iklim investasi yang dapat membawa dampak bagi perekonomian masyarakat Yogyakarta secara luas.
"Apalagi, SKN menggunakan modus operandi yang sama di beberapa tempat yang lain. Salah satunya adalah di PT Kaliurang Maju Bersama. Bahkan, sudah dilaporkan oleh para pemegang saham perusahaan tersebut. Laporan ini bisa dicek di Polda DIY," tuturnya.