Malang (ANTARA) - Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika Universitas Ma Chung Malang, Jawa Timur, Nico Alexander, mengembangkan machine learning atau pembelajaran mesin untuk mendeteksi dan mengklasifikasikan bahasa isyarat BISINDO.
Penelitian Nico berjudul “Penggunaan Machine Learning dalam Klasifikasi Bahasa Isyarat BISINDO menggunakan Kamera” ini, menjadi sorotan karena potensinya dalam membantu komunitas yang membutuhkan serta menginspirasi pengembangan teknologi masa depan.
“Proses penelitian yang saya lakukan tidak mudah. Dalam mengembangkan proyek ini dengan akurat, saya perlu membuat dataset yang akurat dengan melibatkan konsultasi bersama tokoh bahasa isyarat Kota Malang,” kata Nico dalam keterangan diterima di Malang, Jumat.
Dari konsultasi ini, ia kemudian mengajarkan gerakan bahasa isyarat kepada empat orang responden.
Ia mengaku memiliki motivasi yang kuat untuk menerapkan penelitiannya guna memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat.
Dalam penelitian ini, ia didampingi dua dosen pembimbing, yakni Romy Budhi Widodo yang sebelumnya mengembangkan tetikus untuk difabel dan Windra Swastika, berkolaborasi dengan tokoh bahasa isyarat dari komunitas Gerkatin Kota Malang Sumiyati. Kolaborasi ini sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dataset yang akurat.
Ia mengaku mengumpulkan data berupa foto tangan gerakan bahasa isyarat, lalu melakukan ekstraksi koordinat dari foto-foto tersebut. Dari koordinat itu dihasilkan 21 landmarks pada setiap tangan yang masing-masing memiliki tiga subkoordinat (x, y, z), yang menghasilkan 63 subkoordinat untuk setiap tangan atau 126 subkoordinat secara keseluruhan.
Setelah itu, subkoordinat ini digunakan sebagai data acuan untuk pembelajaran mesin. Hasil dari proses ini adalah data 77.000 kelas, kemudian difilter untuk menyesuaikan dengan 127 parameter di setiap baris data guna menjadi referensi pembelajaran kecerdasan buatan.
Total terdapat 77 kelas kata yang terdiri atas gerakan numerik, abjad 26 huruf, dan kata sehari-hari yang dihasilkan.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi Nico, yakni mengevaluasi perbandingan antara beberapa model penggolong sekaligus mempertahankan kemampuan optimal dari masing-masing penggolong tanpa pengurangan ataupun penambahan.
Tantangan teknis lainnya, yakni jumlah data yang cukup banyak.
“Saya berhasil mengatasi masalah ini dengan membuat program khusus yang memungkinkan pengambilan foto dalam hitungan detik (dengan konsep FPS atau Frame Per Second),” katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mahasiswa Universitas Ma Chung buat "machine learning" bahasa isyarat
Penelitian Nico berjudul “Penggunaan Machine Learning dalam Klasifikasi Bahasa Isyarat BISINDO menggunakan Kamera” ini, menjadi sorotan karena potensinya dalam membantu komunitas yang membutuhkan serta menginspirasi pengembangan teknologi masa depan.
“Proses penelitian yang saya lakukan tidak mudah. Dalam mengembangkan proyek ini dengan akurat, saya perlu membuat dataset yang akurat dengan melibatkan konsultasi bersama tokoh bahasa isyarat Kota Malang,” kata Nico dalam keterangan diterima di Malang, Jumat.
Dari konsultasi ini, ia kemudian mengajarkan gerakan bahasa isyarat kepada empat orang responden.
Ia mengaku memiliki motivasi yang kuat untuk menerapkan penelitiannya guna memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat.
Dalam penelitian ini, ia didampingi dua dosen pembimbing, yakni Romy Budhi Widodo yang sebelumnya mengembangkan tetikus untuk difabel dan Windra Swastika, berkolaborasi dengan tokoh bahasa isyarat dari komunitas Gerkatin Kota Malang Sumiyati. Kolaborasi ini sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dataset yang akurat.
Ia mengaku mengumpulkan data berupa foto tangan gerakan bahasa isyarat, lalu melakukan ekstraksi koordinat dari foto-foto tersebut. Dari koordinat itu dihasilkan 21 landmarks pada setiap tangan yang masing-masing memiliki tiga subkoordinat (x, y, z), yang menghasilkan 63 subkoordinat untuk setiap tangan atau 126 subkoordinat secara keseluruhan.
Setelah itu, subkoordinat ini digunakan sebagai data acuan untuk pembelajaran mesin. Hasil dari proses ini adalah data 77.000 kelas, kemudian difilter untuk menyesuaikan dengan 127 parameter di setiap baris data guna menjadi referensi pembelajaran kecerdasan buatan.
Total terdapat 77 kelas kata yang terdiri atas gerakan numerik, abjad 26 huruf, dan kata sehari-hari yang dihasilkan.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi Nico, yakni mengevaluasi perbandingan antara beberapa model penggolong sekaligus mempertahankan kemampuan optimal dari masing-masing penggolong tanpa pengurangan ataupun penambahan.
Tantangan teknis lainnya, yakni jumlah data yang cukup banyak.
“Saya berhasil mengatasi masalah ini dengan membuat program khusus yang memungkinkan pengambilan foto dalam hitungan detik (dengan konsep FPS atau Frame Per Second),” katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mahasiswa Universitas Ma Chung buat "machine learning" bahasa isyarat