Yogyakarta (ANTARA) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan karakter kepemimpinan berbagai jenjang di lingkungan TNI membutuhkan political will atau komitmen pembuat keputusan kunci dalam mengatasi masalah.
"Implementasi konsep 'memimpin dengan aksi' di lingkungan TNI, termasuk dalam hal ini TNI Angkatan Udara (AU) tidak hanya cukup dengan faktor karakter kepemimpinan saja, masih diperlukan dukungan political will," kata Sultan saat memberikan kuliah umum kepemimpinan kepada taruna tingkat VI, III, II, dan I Akademi Angkatan Udara (AAU) di Gedung Sabang Merauke AAU Yogyakarta, Rabu.
Sultan mencontohkan praktik political will yang baik seperti yang dilakukan oleh Rajaratnam sosok pemimpin asal Singapura.
Selain bersih, menurut dia, Rajaratnam juga memiliki kemauan kuat untuk memberantas korupsi.
Menurut Sultan, setiap prajurit TNI AU telah memiliki nilai fundamental yang melekat, yakni prinsip moral Swa Bhuwana Paksa, Sapta Marga, dan Sumpah Prajurit.
"Untuk itu, para taruna harus mengingat dan memperkuat nilai-nilai tersebut dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai prajurit profesional serta setia kepada NKRI, yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945," ujar dia.
Raja Keraton Yogyakarta itu menekankan beberapa elemen untuk mendukung kompetensi "memimpin dengan aksi" yakni kesadaran dan sikap followership untuk bekerja sama dan mendukung kepemimpinan dalam menjalankan program aksi.
Ia menjelaskan bahwa kesadaran followership berarti memiliki kesediaan bekerja sama dan kemampuan mengendalikan ego untuk tidak selalu berusaha menjatuhkan pemimpin terpilih.
Menurut dia, terdapat perbedaan mendasar antara meraih tampuk kepemimpinan dan menjalankan followership.
"Meraih kepemimpinan adalah mengalahkan calon pemimpin lain, sementara menjalankan 'kepengikutan' adalah mengalahkan nafsu berkuasa dalam diri sendiri. Dengan kesadaran followership ini, hasil pemilihan pemimpin bisa diterima dan dijunjung tinggi oleh pemimpin terpilih maupun oleh yang gagal terpilih," kata dia.
Elemen pendukung berikutnya, lanjut Sultan, adalah adanya perpaduan kompetensi kepemimpinan, yaitu karakter, metode, dan perilaku kepemimpinan agar bisa efektif menjalankan program aksi.
Selanjutnya, kata dia, adanya keteladanan kepemimpinan atau berorientasi pada tindakan. Pemimpin juga ikut terlibat sebagai work-leader dalam program aksi.
"Daya keteladanan merupakan kriteria pokok seorang pemimpin. Agar dapat menjadi pemimpin peneladan, seseorang harus memiliki integritas dan komitmen yang kuat untuk memimpin secara benar, jujur, dan arif," kata Sultan HB X.
"Implementasi konsep 'memimpin dengan aksi' di lingkungan TNI, termasuk dalam hal ini TNI Angkatan Udara (AU) tidak hanya cukup dengan faktor karakter kepemimpinan saja, masih diperlukan dukungan political will," kata Sultan saat memberikan kuliah umum kepemimpinan kepada taruna tingkat VI, III, II, dan I Akademi Angkatan Udara (AAU) di Gedung Sabang Merauke AAU Yogyakarta, Rabu.
Sultan mencontohkan praktik political will yang baik seperti yang dilakukan oleh Rajaratnam sosok pemimpin asal Singapura.
Selain bersih, menurut dia, Rajaratnam juga memiliki kemauan kuat untuk memberantas korupsi.
Menurut Sultan, setiap prajurit TNI AU telah memiliki nilai fundamental yang melekat, yakni prinsip moral Swa Bhuwana Paksa, Sapta Marga, dan Sumpah Prajurit.
"Untuk itu, para taruna harus mengingat dan memperkuat nilai-nilai tersebut dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai prajurit profesional serta setia kepada NKRI, yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945," ujar dia.
Raja Keraton Yogyakarta itu menekankan beberapa elemen untuk mendukung kompetensi "memimpin dengan aksi" yakni kesadaran dan sikap followership untuk bekerja sama dan mendukung kepemimpinan dalam menjalankan program aksi.
Ia menjelaskan bahwa kesadaran followership berarti memiliki kesediaan bekerja sama dan kemampuan mengendalikan ego untuk tidak selalu berusaha menjatuhkan pemimpin terpilih.
Menurut dia, terdapat perbedaan mendasar antara meraih tampuk kepemimpinan dan menjalankan followership.
"Meraih kepemimpinan adalah mengalahkan calon pemimpin lain, sementara menjalankan 'kepengikutan' adalah mengalahkan nafsu berkuasa dalam diri sendiri. Dengan kesadaran followership ini, hasil pemilihan pemimpin bisa diterima dan dijunjung tinggi oleh pemimpin terpilih maupun oleh yang gagal terpilih," kata dia.
Elemen pendukung berikutnya, lanjut Sultan, adalah adanya perpaduan kompetensi kepemimpinan, yaitu karakter, metode, dan perilaku kepemimpinan agar bisa efektif menjalankan program aksi.
Selanjutnya, kata dia, adanya keteladanan kepemimpinan atau berorientasi pada tindakan. Pemimpin juga ikut terlibat sebagai work-leader dalam program aksi.
"Daya keteladanan merupakan kriteria pokok seorang pemimpin. Agar dapat menjadi pemimpin peneladan, seseorang harus memiliki integritas dan komitmen yang kuat untuk memimpin secara benar, jujur, dan arif," kata Sultan HB X.