Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arys Hilman Nugraha mengimbau masyarakat agar tidak permisif terhadap pelanggaran hak cipta dalam rangka memperingati Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia yang jatuh setiap 23 April.
"Sayangnya, masyarakat kita sangat permisif terhadap pelanggaran hak cipta. Buku dibajak sesuka hati, digandakan di kampus-kampus, pdf-nya dibagi-bagikan atau dijual secara ilegal dengan harga lebih murah dibandingkan cilok," kata Arys dalam keterangan yang dikutip dari Instagram resmi Ikapi Pusat di Jakarta, Selasa.
Arys menegaskan bahwa buku dan hak cipta tidak dapat dipisahkan, karena pada setiap judul buku, didaftarkan atau tidak, terkandung hak cipta milik penulis atau kreatornya.
"Hak cipta ini mengandung hak moral dan hak ekonomi para kreator. Hak ini serta-merta hadir sejak buku terbit dan hukum Indonesia secara otomatis melindunginya, tak perlu pencatatan terlebih dahulu," ucapnya.
Ia menyoroti masyarakat yang masih permisif terhadap buku bajakan, masih minimnya perhatian dari pemangku kepentingan, dan para penyedia platform lokapasar buku yang tidak menyadari bahwa mereka menjual buku ilegal.
"Buku hanya dihargai sebagai barang cetakan, terdiri dari kertas dan tinta. Isinya tidak punya nilai ekonomi, diasumsikan harus gratis. Jika tidak, maka penulis atau penerbit dituduh tidak kreatif mengembangkan bisnis model baru," tuturnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hari Buku, Ikapi singgung sikap permisif atas pelanggaran hak cipta
"Sayangnya, masyarakat kita sangat permisif terhadap pelanggaran hak cipta. Buku dibajak sesuka hati, digandakan di kampus-kampus, pdf-nya dibagi-bagikan atau dijual secara ilegal dengan harga lebih murah dibandingkan cilok," kata Arys dalam keterangan yang dikutip dari Instagram resmi Ikapi Pusat di Jakarta, Selasa.
Arys menegaskan bahwa buku dan hak cipta tidak dapat dipisahkan, karena pada setiap judul buku, didaftarkan atau tidak, terkandung hak cipta milik penulis atau kreatornya.
"Hak cipta ini mengandung hak moral dan hak ekonomi para kreator. Hak ini serta-merta hadir sejak buku terbit dan hukum Indonesia secara otomatis melindunginya, tak perlu pencatatan terlebih dahulu," ucapnya.
Ia menyoroti masyarakat yang masih permisif terhadap buku bajakan, masih minimnya perhatian dari pemangku kepentingan, dan para penyedia platform lokapasar buku yang tidak menyadari bahwa mereka menjual buku ilegal.
"Buku hanya dihargai sebagai barang cetakan, terdiri dari kertas dan tinta. Isinya tidak punya nilai ekonomi, diasumsikan harus gratis. Jika tidak, maka penulis atau penerbit dituduh tidak kreatif mengembangkan bisnis model baru," tuturnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hari Buku, Ikapi singgung sikap permisif atas pelanggaran hak cipta