Yogyakarta (ANTARA) - Masyarakat berharap agar pemerintah meningkatkan anggaran negara untuk pendidikan. Namun yang terjadi justru pengurangan subsidi pemerintah untuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Oleh karena itu, penerapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) menuai banyak keberatan terutama dari warga menengah-bawah. 

Pembuat kebijakan menyatakan bahwa UKT memungkinkan akses pendidikan yang lebih luas bagi siswa dari latar belakang ekonomi rendah dengan biaya yang lebih terjangkau atau bahkan gratis bagi mereka yang memenuhi syarat. Namun faktanya, bagi keluarga dengan ekonomi menengah-bawah UKT bisa menjadi beban finansial yang berat bila tanpa bantuan atau subsidi yang memadai. Sistem yang kompleks dan kurang transparan dalam menentukan besaran UKT juga banyak menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakadilan. 

"Sangat penting untuk meningkatkan alokasi anggaran negara untuk pendidikan, khususnya untuk PTN. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk membebaskan atau meringankan biaya pendidikan bagi mahasiswa. Peningkatan anggaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti penambahan pajak, optimalisasi pendapatan negara, dan realokasi anggaran dari sektor lain," kata Arya Ariyanto SE MMPar, Dosen Pariwisata Universitas BSI Yogyakarta, Jumat (10/5). 

UKT di PTN menjadi polemik yang tak kunjung usai. Di satu sisi, UKT membantu meringankan beban biaya pendidikan bagi mahasiswa kurang mampu. Di sisi lain, UKT dinilai memberatkan mahasiswa dan keluarga, serta berpotensi menghambat akses pendidikan bagi kalangan marjinal. Ini menjadi masalah hangat bagi kedua belah pihak antara PTN dan Mahasiswanya. 

Dalam sebuah kuliah umum di kampus BSI menanggapi problem tersebut, Arya Ariyanto yang saat ini sedang menyelesaikan program doktor (S3) mengatakan harus ada beberapa solusi agar masuk PTN dan PTS sama saja karena masuknya mahal. Dalam pandangan Arya yang saat juga sedang meramaikan bursa Pilwalkot Yogyakarta ini, ada  beberapa pandangan solusi untuk penghapusan atau penciutan UKT di PTN dengan meningkatkan alokasi anggaran negara untuk pendidikan khususnya perguruan tinggi negeri.

"Peningkatan anggaran negara untuk pendidikan itu amanat UUD Pasal 31 yaitu setiap warga negara berhak atas pendidikan. Walaupun pada Pasal 2 yang ditekankan pendidikan dasar namun untuk peningkatan sumber daya manusia menaikkan anggaran di tingkat perguruan tinggi tidak ada ruginya. Bahkan perguruan tinggi swasta pun kalau perlu di subsidi walaupun tidak sebesar PTN. Indonesia itu negara besar, berdaulat, membutuhkan SDM berkualitas yang banyak," ujar Arya Ariyanto yang juga penggiat pariwisata Yogyakarta.

Lebih lanjut Arya Ariyanto menjelaskan ada beberapa skema pendanaan alternatif untuk membantu meringankan beban biaya pendidikan. Beberapa skema yang dapat dipertimbangkan termasuk antara lain menambah jalur beasiswa. 

"Misalnya, pemerintah dapat memperluas program beasiswa bagi mahasiswa berprestasi dan kurang mampu. Terkait dengan dana endowment,  universitas dapat membangun dana endowment melalui sumbangan alumni, perusahaan, dan pihak lain misalnya swasta untuk mendapatkan sponsor dan hibah." 

Solusi lain adalah mendorong partisipasi industri dalam mendukung pendidikan. Industri dapat dilibatkan dalam upaya pendanaan pendidikan melalui berbagai cara. Pertama,  pemberian beasiswa bagi mahasiswa. Kedua, menyediakan program magang dan internship, untuk membantu mahasiswa mendapatkan pengalaman kerja dan meningkatkan keahlian. Ketiga, industri dapat berpartisipasi dalam program penelitian dan pengembangan di universitas untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan. 

Apabila hal-hal tersebut di atas dijalankan maka setiap warga negara mempunyai kesempatan mengenyam jenjang pendidikan tinggi tanpa beban ekonomi berlebih. Meningkatnya sumber daya manusia yang berpendidikan dan berketerampilan sangat penting bagi kemajuan bangsa terutama di era digitalisasi ini.
 

Pewarta : SP
Editor : Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024