Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mendorong pendirian rumah singgah untuk pasien tuberkulosis atau TB.
"Konsep rumah singgah itu diutamakan untuk orang-orang dengan TB resisten obat, untuk mendekatkan mereka ke fasilitas kesehatan (faskes)," kata Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK, Nancy Dian Anggraeni di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin.
Nancy menjelaskan, saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah menyusun kebijakan terkait pembuatan rumah singgah, mengingat pentingnya keberadaan rumah singgah tersebut bagi pasien TB resisten obat yang harus berobat hingga sembilan bulan, bahkan setiap hari.
"Orang-orang yang resisten obat itu rata-rata berobatnya kan sampai sembilan bulan, bahkan hampir setiap hari, jadi mau enggak mau mereka harus ke faskes hampir tiap hari, sehingga disiapkan rumah singgah," ujar dia.
Ia menyebutkan, selama ini fasilitas rumah singgah juga telah disediakan oleh para mitra, baik mitra Kemenko PMK maupun Kemenkes.
Kemenko PMK juga mendorong pemerintah daerah agar turut menyediakan rumah singgah, salah satunya bisa dengan mengubah tempat-tempat isolasi yang sempat digunakan untuk pasien COVID-19.
"Jadi kita ada konsep untuk mendorong supaya daerah-daerah juga menyiapkan rumah singgah, mungkin yang bekas-bekas waktu COVID-19 itu ada rumah isolasi, nah itu kita harapkan itu bisa dikonversi oleh teman-teman di daerah, bisa dipakai untuk rumah singgah," ucapnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Budiono Subambang menyampaikan bahwa Kemenko PMK telah menyusun buku pedoman kemitraan untuk penanggulangan tuberkulosis.
Selain itu, Menko PMK juga telah mendorong Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar memasukkan indikator TB sebagai indikator penilaian kinerja daerah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenko PMK dorong pendirian rumah singgah untuk pasien tuberkulosis
"Konsep rumah singgah itu diutamakan untuk orang-orang dengan TB resisten obat, untuk mendekatkan mereka ke fasilitas kesehatan (faskes)," kata Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK, Nancy Dian Anggraeni di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin.
Nancy menjelaskan, saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah menyusun kebijakan terkait pembuatan rumah singgah, mengingat pentingnya keberadaan rumah singgah tersebut bagi pasien TB resisten obat yang harus berobat hingga sembilan bulan, bahkan setiap hari.
"Orang-orang yang resisten obat itu rata-rata berobatnya kan sampai sembilan bulan, bahkan hampir setiap hari, jadi mau enggak mau mereka harus ke faskes hampir tiap hari, sehingga disiapkan rumah singgah," ujar dia.
Ia menyebutkan, selama ini fasilitas rumah singgah juga telah disediakan oleh para mitra, baik mitra Kemenko PMK maupun Kemenkes.
Kemenko PMK juga mendorong pemerintah daerah agar turut menyediakan rumah singgah, salah satunya bisa dengan mengubah tempat-tempat isolasi yang sempat digunakan untuk pasien COVID-19.
"Jadi kita ada konsep untuk mendorong supaya daerah-daerah juga menyiapkan rumah singgah, mungkin yang bekas-bekas waktu COVID-19 itu ada rumah isolasi, nah itu kita harapkan itu bisa dikonversi oleh teman-teman di daerah, bisa dipakai untuk rumah singgah," ucapnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Budiono Subambang menyampaikan bahwa Kemenko PMK telah menyusun buku pedoman kemitraan untuk penanggulangan tuberkulosis.
Selain itu, Menko PMK juga telah mendorong Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar memasukkan indikator TB sebagai indikator penilaian kinerja daerah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenko PMK dorong pendirian rumah singgah untuk pasien tuberkulosis