Sleman (ANTARA) - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, bekerja sama dengan Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta melaksanakan demplot budi daya talas di Kalurahan Sumbersari dengan memanfaatkan lahan bero seluas 26 hektare.
Kepala Bidang Riset dan Inovasi Bappeda Sleman Nur Hidayah di Sleman, Selasa, mengharapkan adanya uji coba demplot tanaman talas ini dapat memberikan tanaman alternatif bagi petani untuk bisa mengelola lahan bero.
"Pemanfaatan lahan bero ini diharapkan memberikan pendapatan kepada petani yang sebelumnya lahan tidak ditanami atau bero, dengan adanya demplot ini meningkatkan pendapatan petani," kata Nur Hidayah.
Ia mengatakan lahan bero di Kalurahan Sumbersari rata-rata satu tahun. Hal ini disebabkan adanya serangan hama tikus.
"Kami berharap demplot ini dapat menghidupkan lagi lumbung pangan di Sleman, khususnya di Moyudan," katanya.
Sementara itu, Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Sutaryono mengatakan di Sleman ini ada masalah besar, terutamanya di wilayah lumbung pangan yang meliputi Kapanewon Moyudan, Minggir dan Seyegan. Oleh karena itu, Pemkab Sleman memiliki inisiatif bagaimana lahan bero yang luasanya puluhan hektare bisa dibudidayakan.
Persoalan lahan bero di lumbung pangan di Sleman ini adalah serangan hama tikus. Oleh karena itu, Bappeda Sleman melalui kompetisi hibah riset, dari STPN dan UGM diminta membantu menyeleksi proposal yang cocok dengan kondisi di Sleman.
Salah satu lokasi penelitian adalah optimalisasi lahan bero. Selain itu, demplot talas ini merupakan upaya yang dilakukan oleh tim peneliti UGM yang memenangkan hibah riset, adalah budi daya talas untuk pemanfaatan lahan bero.
"Tanaman talas ini relatif tahan dan tidak disukai tikus," katanya.
Peneliti Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM Wahyudi Kumorotomo mengatakan wilayah Moyudan ini banyak lahan bero. Hal ini disebabkan petani hanya berpikir, tanaman pangan hanya padi. Tapi dengan adanya hama tikus, tim peneliti dari UGM mengubahnya dengan tanaman talas.
Selain itu, alasan dipilihnya talas karena pemeliharaannya mudah, dan tidak terlalu sulit. Di Moyudan ini, ketersediaan air irigasi cukup melimpah. Sehingga cocok untuk tanaman talas.
"Kami perlu meyakinkan kepada petani bahwa tanaman talas ini juga sangat menghasilkan seperti tanaman padi," katanya.
Namun demikian, Wahyudi mengakui masa tanam talas relatif lama, yakni sekitar tujuh bulan. Sedangkan tanaman pagi hanya tiga bulan sudah panen.
Menurutnya, menanam talas dengan waktu enam bulan jauh lebih menghasilkan dari pada padi. Terlebih hanya dibiarkan bero.
"Dengan adanya tanaman talas ini, jauh lebih menguntungkan," katanya.
Lebih lanjut, Wahyudi mengatakan permintaan talas ini sangat tinggi. Nanti, tim dari UGM akan mendampingi petani menjual hasil panen tanaman talas ini.
"Permintaannya cukup banyak. Peluang pasar sangat terbuka," katanya.
Kepala Bidang Riset dan Inovasi Bappeda Sleman Nur Hidayah di Sleman, Selasa, mengharapkan adanya uji coba demplot tanaman talas ini dapat memberikan tanaman alternatif bagi petani untuk bisa mengelola lahan bero.
"Pemanfaatan lahan bero ini diharapkan memberikan pendapatan kepada petani yang sebelumnya lahan tidak ditanami atau bero, dengan adanya demplot ini meningkatkan pendapatan petani," kata Nur Hidayah.
Ia mengatakan lahan bero di Kalurahan Sumbersari rata-rata satu tahun. Hal ini disebabkan adanya serangan hama tikus.
"Kami berharap demplot ini dapat menghidupkan lagi lumbung pangan di Sleman, khususnya di Moyudan," katanya.
Sementara itu, Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Sutaryono mengatakan di Sleman ini ada masalah besar, terutamanya di wilayah lumbung pangan yang meliputi Kapanewon Moyudan, Minggir dan Seyegan. Oleh karena itu, Pemkab Sleman memiliki inisiatif bagaimana lahan bero yang luasanya puluhan hektare bisa dibudidayakan.
Persoalan lahan bero di lumbung pangan di Sleman ini adalah serangan hama tikus. Oleh karena itu, Bappeda Sleman melalui kompetisi hibah riset, dari STPN dan UGM diminta membantu menyeleksi proposal yang cocok dengan kondisi di Sleman.
Salah satu lokasi penelitian adalah optimalisasi lahan bero. Selain itu, demplot talas ini merupakan upaya yang dilakukan oleh tim peneliti UGM yang memenangkan hibah riset, adalah budi daya talas untuk pemanfaatan lahan bero.
"Tanaman talas ini relatif tahan dan tidak disukai tikus," katanya.
Peneliti Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM Wahyudi Kumorotomo mengatakan wilayah Moyudan ini banyak lahan bero. Hal ini disebabkan petani hanya berpikir, tanaman pangan hanya padi. Tapi dengan adanya hama tikus, tim peneliti dari UGM mengubahnya dengan tanaman talas.
Selain itu, alasan dipilihnya talas karena pemeliharaannya mudah, dan tidak terlalu sulit. Di Moyudan ini, ketersediaan air irigasi cukup melimpah. Sehingga cocok untuk tanaman talas.
"Kami perlu meyakinkan kepada petani bahwa tanaman talas ini juga sangat menghasilkan seperti tanaman padi," katanya.
Namun demikian, Wahyudi mengakui masa tanam talas relatif lama, yakni sekitar tujuh bulan. Sedangkan tanaman pagi hanya tiga bulan sudah panen.
Menurutnya, menanam talas dengan waktu enam bulan jauh lebih menghasilkan dari pada padi. Terlebih hanya dibiarkan bero.
"Dengan adanya tanaman talas ini, jauh lebih menguntungkan," katanya.
Lebih lanjut, Wahyudi mengatakan permintaan talas ini sangat tinggi. Nanti, tim dari UGM akan mendampingi petani menjual hasil panen tanaman talas ini.
"Permintaannya cukup banyak. Peluang pasar sangat terbuka," katanya.