Yogyakarta (ANTARA) - Muktamar Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KBPII) yang digelar di Puri Agung Grand Sahid Hotel, Jakarta Pusat, Jumat (13/9) dihadiri oleh lebih dari 1.500 peserta dan tokoh-tokoh penting yang berperan besar dalam pembangunan bangsa.
Mereka antara lain Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani, Soetrisno Bachir, Burhanuddin Abdullah, Fuad Bawazier, Jusuf Kalla, Bahlil Lahadalia, dan Ketua Umum KBPII Nasrullah Narada.
Acara tersebut juga disupport berbagai pihak, termasuk Etawalin. Dalam kesempatan itu, Komisaris Utama Ethos Kreatif Indonesia Mukit Hendrayatno turut menjadi pembicaranya.
Ia mengatakan bahwa Muktamar ini menjadi agenda yang sangat menceriakan. "Jadi, itu sangat menggembirakan KBPII bisa dihadiri oleh tokoh-tokoh penting yang banyak kontribusinya bagi negara ini," kata dia.
Mukit juga menyampaikan pandangannya tentang pentingnya muktamar ini dalam menjaga kesinambungan perjuangan ideologis serta agama di Indonesia.
Menurut Mukit, Muktamar KBPII tak hanya menjadi ajang silaturahmi bagi anggotanya, tetapi juga momentum dalam menguatkan perjuangan ideologis dan agama.
"KBPII sudah ada sejak pasca-kemerdekaan dan menjadi salah satu elemen vital ideologisasi keislaman dan perjuangan yang membela asas tunggal Pancasila serta membela tegaknya nilai-nilai Islam di Indonesia," ujarnya.
Mukit juga menekankan bahwa acara ini memiliki peran yang cukup besar bagi para generasi muda yang tergabung dalam KBPII.
"Selain itu, juga menjadi ajang penyatuan visi dalam saling bergandengan tangan untuk kembali lagi menguatkan organisasi KBPII dan turunannya," ucapnya.
Mukit juga menyoroti peran Pelajar Islam Indonesia (PII) dalam membangun bangsa.
Ia menjelaskan bahwa PII memiliki sejarah panjang dalam mendidik generasi muda yang berperan penting dalam dunia politik, akademisi, hingga profesional.
"PII telah menjadi tempat diseminasi ideologi sejak dini di kalangan pelajar, nantinya bisa menjadi bagian penting bagi para pelajar agar terdiaspora ke gerakan-gerakan mahasiswa, seperti HMI, PMII, KAMMI IMM, dan sebagainya," katanya.
"Ujung-ujungnya, banyak dari mereka yang kemudian berkiprah di politik atau menjadi seorang profesional," ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa PII telah memberikan kontribusi besar dalam membentuk warna bangsa Indonesia.
"PII tidak bisa dipandang sebelah mata dalam kontribusinya terhadap pembangunan negeri ini," tegas Mukit.
Ketika ditanya tentang bagaimana Gen-Z dapat mengambil nilai-nilai PII, Mukit menjelaskan bahwa karakter utama PII adalah melahirkan individu-individu yang berpegang teguh pada nilai dan ideologi.
Menurut dia, generasi muda sekarang, terutama Gen-Z, perlu mengadopsi nilai gigih, tangguh, dan pantang menyerah yang diajarkan PII. Sebab, jika Gen-Z ini dibekali nilai-nilai fundamental, mereka akan lebih siap menghadapi tantangan zaman.
"Selain well educated dan well informated, mereka pasti akan memiliki suatu kerangka yang komprehensif agar bisa melewati zaman-zaman yang akan datang," ujarnya.
Selanjutnya, Mukit menuturkan bahwa konteks muktamar ini juga mengenai perkuatan aspek ekonomi.
Ia pun menyatakan bahwa menjadi seorang pengusaha tidaklah mudah karena budaya kewirausahaan di Indonesia masih belum cukup kuat.
Akan tetapi, kata dia, jika seorang pebisnis memiliki ideologi serta tujuan yang jelas, maka mereka bisa bertahan dan berkembang dalam dunia bisnis.
"Inspirasi apa? Sebenarnya kalau pebisnis itu punya ideologi, tujuan atau goals yang kokoh dan mengkristal dalam dirinya, maka, bisa dipastikan pebisnis ini bisa survive serta learning terus-menerus hingga pada akhirnya berhasil," ungkapnya.
Ia juga menyarankan agar para aktivis yang ingin terjun ke dunia bisnis mampu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai kewirausahaan yang luwes.
"Mulai diwarnai dengan nilai-nilai pebisnis. Sehingga, mampu menjadi pebisnis yang luwes dan mampu beradaptasi sesuai dengan kelompok bisnis yang akan dijalani," ujarnya.
Selanjutnya, Mukit menekankan bahwa jangan takut menjadi pragmatis. Sebab, menurut dia, pebisnis yang berakar pada ideologi aktivis pasti akan menggunakan sebagian dari keberhasilannya untuk membangun umat dan mendukung nilai-nilai yang telah tertanam dalam dirinya.
"Sehingga, ketika dia sukses, pasti sebagian dari rezekinya pasti digunakan untuk umat ataupun untuk membangun ideologi-ideologi aktivisme yang dulu pernah mereka menghunjam dalam hatinya," katanya.
"Jadi, saya berpesan bahwa aktivis-aktivis yang ingin terjun dalam dunia bisnis, mereka harus learning. Sehingga, mereka mampu beradaptasi dari nilai-nilai aktivis menjadi nilai-nilai pebisnis yang relevan untuk menjalani suatu karakter entrepreneurial tangguh dan pada akhrinya mampu berhasil," tuturnya.
Mereka antara lain Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani, Soetrisno Bachir, Burhanuddin Abdullah, Fuad Bawazier, Jusuf Kalla, Bahlil Lahadalia, dan Ketua Umum KBPII Nasrullah Narada.
Acara tersebut juga disupport berbagai pihak, termasuk Etawalin. Dalam kesempatan itu, Komisaris Utama Ethos Kreatif Indonesia Mukit Hendrayatno turut menjadi pembicaranya.
Ia mengatakan bahwa Muktamar ini menjadi agenda yang sangat menceriakan. "Jadi, itu sangat menggembirakan KBPII bisa dihadiri oleh tokoh-tokoh penting yang banyak kontribusinya bagi negara ini," kata dia.
Mukit juga menyampaikan pandangannya tentang pentingnya muktamar ini dalam menjaga kesinambungan perjuangan ideologis serta agama di Indonesia.
Menurut Mukit, Muktamar KBPII tak hanya menjadi ajang silaturahmi bagi anggotanya, tetapi juga momentum dalam menguatkan perjuangan ideologis dan agama.
"KBPII sudah ada sejak pasca-kemerdekaan dan menjadi salah satu elemen vital ideologisasi keislaman dan perjuangan yang membela asas tunggal Pancasila serta membela tegaknya nilai-nilai Islam di Indonesia," ujarnya.
Mukit juga menekankan bahwa acara ini memiliki peran yang cukup besar bagi para generasi muda yang tergabung dalam KBPII.
"Selain itu, juga menjadi ajang penyatuan visi dalam saling bergandengan tangan untuk kembali lagi menguatkan organisasi KBPII dan turunannya," ucapnya.
Mukit juga menyoroti peran Pelajar Islam Indonesia (PII) dalam membangun bangsa.
Ia menjelaskan bahwa PII memiliki sejarah panjang dalam mendidik generasi muda yang berperan penting dalam dunia politik, akademisi, hingga profesional.
"PII telah menjadi tempat diseminasi ideologi sejak dini di kalangan pelajar, nantinya bisa menjadi bagian penting bagi para pelajar agar terdiaspora ke gerakan-gerakan mahasiswa, seperti HMI, PMII, KAMMI IMM, dan sebagainya," katanya.
"Ujung-ujungnya, banyak dari mereka yang kemudian berkiprah di politik atau menjadi seorang profesional," ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa PII telah memberikan kontribusi besar dalam membentuk warna bangsa Indonesia.
"PII tidak bisa dipandang sebelah mata dalam kontribusinya terhadap pembangunan negeri ini," tegas Mukit.
Ketika ditanya tentang bagaimana Gen-Z dapat mengambil nilai-nilai PII, Mukit menjelaskan bahwa karakter utama PII adalah melahirkan individu-individu yang berpegang teguh pada nilai dan ideologi.
Menurut dia, generasi muda sekarang, terutama Gen-Z, perlu mengadopsi nilai gigih, tangguh, dan pantang menyerah yang diajarkan PII. Sebab, jika Gen-Z ini dibekali nilai-nilai fundamental, mereka akan lebih siap menghadapi tantangan zaman.
"Selain well educated dan well informated, mereka pasti akan memiliki suatu kerangka yang komprehensif agar bisa melewati zaman-zaman yang akan datang," ujarnya.
Selanjutnya, Mukit menuturkan bahwa konteks muktamar ini juga mengenai perkuatan aspek ekonomi.
Ia pun menyatakan bahwa menjadi seorang pengusaha tidaklah mudah karena budaya kewirausahaan di Indonesia masih belum cukup kuat.
Akan tetapi, kata dia, jika seorang pebisnis memiliki ideologi serta tujuan yang jelas, maka mereka bisa bertahan dan berkembang dalam dunia bisnis.
"Inspirasi apa? Sebenarnya kalau pebisnis itu punya ideologi, tujuan atau goals yang kokoh dan mengkristal dalam dirinya, maka, bisa dipastikan pebisnis ini bisa survive serta learning terus-menerus hingga pada akhirnya berhasil," ungkapnya.
Ia juga menyarankan agar para aktivis yang ingin terjun ke dunia bisnis mampu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai kewirausahaan yang luwes.
"Mulai diwarnai dengan nilai-nilai pebisnis. Sehingga, mampu menjadi pebisnis yang luwes dan mampu beradaptasi sesuai dengan kelompok bisnis yang akan dijalani," ujarnya.
Selanjutnya, Mukit menekankan bahwa jangan takut menjadi pragmatis. Sebab, menurut dia, pebisnis yang berakar pada ideologi aktivis pasti akan menggunakan sebagian dari keberhasilannya untuk membangun umat dan mendukung nilai-nilai yang telah tertanam dalam dirinya.
"Sehingga, ketika dia sukses, pasti sebagian dari rezekinya pasti digunakan untuk umat ataupun untuk membangun ideologi-ideologi aktivisme yang dulu pernah mereka menghunjam dalam hatinya," katanya.
"Jadi, saya berpesan bahwa aktivis-aktivis yang ingin terjun dalam dunia bisnis, mereka harus learning. Sehingga, mereka mampu beradaptasi dari nilai-nilai aktivis menjadi nilai-nilai pebisnis yang relevan untuk menjalani suatu karakter entrepreneurial tangguh dan pada akhrinya mampu berhasil," tuturnya.